Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 19:54 WIB | Senin, 22 Februari 2016

Sekum Muhammadiyah: RI Bukan Negara Berazaskan Agama Tertentu

Suasana Seminar dengan tema “Gerakan Takfir, Kebebasan Beragama dan Deradikalisasi” di Aula PBNU lantai 8, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, hari Senin (22/2). (Foto: Endang Saputra)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti M.Ed, mengatakan, secara politik negara dalam konteks Pancasila, Indonesia tidak berazaskan agama tertentu.

“Pemerintah Indonesia itu adalah pemerintahan yang tidak atas dasar agama tertentu tetapi harus senantiasa menghormati semua agama yang ada,” kata Abdul Mu’ti dalam Seminar dengan tema “Gerakan Takfir, Kebebasan Beragama dan Deradikalisasi” di Aula PBNU lantai 8, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, hari Senin (22/2).

Namun, kata Abdul Mu’ti,  agama memiliki posisi penting dalam konteks ketatanegaraan di Indonesia maupun konteks  pemerintahan penyelenggaran negara, karena sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa menegaskan bahwa seluruh keputusan dan kebijakan di negeri ini tidak boleh bertentangan dengan agama yang ada di negeri ini.

“Saya kira itu prinsip penting dimana negara pada posisi netral atas agama, karena negara tidak didasarkan atas agama tertentu tetapi semua kebijakan negara tidak boleh bertentangan dengan agama mana pun yang ada di negeri ini,” kata dia.

Dalam hubungan dengan agama, kata Abdul Mu’ti, kalau membaginya secara sederhana agama itu memiliki tiga aspek yang terkait pertama aspek teologi atau aspek akidah kedua adalah aspek ibadah atau ritual dan ketiga aspek akhlak atau perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

“Dalam hubunganya dengan teologi dan juga dalam inti acara suatu agama, negara tidak bisa intervensi karena negara tidak bisa mendikte sesorang untuk harus beragama seperti apa, karena itu adalah wilayah pribadi dan merupakan wilayah pernyataan kebebasan untuk memeluk suatu agama dan untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya,” kata dia.

“Tetapi dalam hubungan ekspresi dari ibadah dan ekspresi keyakinan maka negara bisa mengatur karena ekspresi agama atau pengamalan agama itu memerlukan ruang lingkup wilayah kedaulatan negara. Misalnya ketika orang itu sedang melaksankan salat maka negara tidak bisa mengatur salat seperti apa yag benar menurut negara,” dia menambahkan.

Selain itu, kata Abdul Mu’ti  seperti orang yang akan mendirikan masjid sebagai tempat untuk melaksakan salat, itu harus diatur oleh negara karena itu berkaitan pengguna tanah itu wewenang negara.

 “Seperti berhubungan dengan regulasi-regulasi menyangkut penggunaan parkir yang berhubungan dan kegiatan beragama bahwa negara bisa mengatur misalnya bagaimana masyarakat sekitar tidak terganggu dengan suatu acara agama,” kata dia. 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home