Loading...
RELIGI
Penulis: Prasasta Widiadi 10:19 WIB | Minggu, 07 Februari 2016

Semua Agama Mengajarkan Kebaikan dan Keharmonisan

Sekretaris Dewan Kerohanian Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo (kiri) saat menjadi pemateri dalam Forum Jumatan Gusdurian Jakarta, Gus Dur dan Imlek, di Wahid Institute, Jl. Taman Amir Hamzah, Jakarta, hari Jumat (5/2). (Foto: Prasasta WIdiadi).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Agama dan kepercayaan di seluruh bumi mengajarkan kebaikan, kebajikan dan hidup harmonis, sehingga bila di bumi terjadi  radikalisme itu terjadi karena ada kebodohan dan kemiskinan bukan kebencian agama lain.

“Konghucu intinya adalah ajaran yang menciptakan keharmonisan itu yang seharusnya kita hidupkan, di dalamnya ada pendidikan yang  mengajarkan tak ada perbedaan, karena sebenarnya kalau kita semua terdidik maka tidak ada diskriminasi, kita terdiskriminasi karena kita tidak tahu,” kata  Sekretaris Dewan Kerohanian Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) Budi Santoso Tanuwibowo dalam Forum Jumatan Gusdurian Jakarta, Gus Dur dan Imlek, di Wahid Institute, Jl. Taman Amir Hamzah, Jakarta, hari Jumat (5/2).

Budi mengemukakan saat ini seluruh umat beragama harus memerangi banyak hal  antara lain kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan.

“Kalau semua sejahtera semua pintar semua sehat, pasti tidak akan ada yang mau ikut bom bunuh diri,” kata dia.

Budi menjelaskan bila ingin membuat Indonesia sejahtera yakni dengan berkontribusi positif bagi Indonesia, artinya dalam pandangan dia bila seluruh warga Indonesia bekerja maka kedamaian dan surga akan hadir di bumi.

“Surga akan hadir tanpa perlu menuggu kita mati dengan cara bom bunuh diri, itu yang harus diperjuangkan setiap agama, bukannya kita mengharap surga hadir setelah kita mati. Surga harus hadir saat ini,  musuh bangsa Indonesia saat ini bukan etnis atau agama  lain, kok, tapi musuh kita adalah  kebodohan, kemiskinan ini yang harus kita lawan, dan Gus Dur (mantan presiden keempat Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, red)  sadar akan itu,” kata dia. 

Budi menyebut untuk mewujudkan pluralisme, kebangsaan, dan kebhinekaan dari Gus Dur maka seluruh pengikut Gus Dur (Gusdurian)  tidak cukup hanya diskusi.

“Kita harus banyak bergaul dan bekerja, dan kemudian kita berjuang mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin baru ajaran Gus Dur menyemai, makanya Konghucu ketika ditanya salah satu muridnya bagaimana membuat dunia damai, kedamaian di dunia tidak harus diisi dengan agama, karena kalau  orang ingin hidup damai  cukupkan dulu perut (kebutuhan jasmani, red), kalau perut sudah kenyang baru pikiran diisi (kebutuhan rohani, red),” Budi menambahkan.      

Budi menjelaskan bahwa sikap membeda-bedakan rekan sepergaulan berdasar suku, agama, etnis dan antar golongan merupakan cara-cara yang sudah kuno, karena Indonesia  membutuhkan perbedaan.

“Kalau kita mengatakan lu cina lu jawa kalau nggak ada gunanya buat indonesia pergi aja,” kata Budi disambut tepuk-tangan puluhan Gusdurian yang memadati Kantor Wahid Institute malam hari itu.

Budi menjelaskan bahwa bukan sikap primordial yang harus dikedepankan dewasa ini namun cinta tanah air, dia memberi contoh Jepang yang memiliki sumber daya alam minim namun bisa maju, salah satu faktornya, menurut Budi, yakni ada cinta tanah air.

“Kita semua harus mengajarkan ke orang di luar ruangan ini agar mencintai negeri ini lebih dari apapun, kalau itu tidak dilakukan maka tidak akan kelakon biarpun kereta api cepat ada dimana mana, tapi tidak akan maju kalau kita tidak mendukung negeri ini,” kata laki-laki asal Tegal, Jawa Tengah tersebut.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home