Loading...
RELIGI
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:32 WIB | Minggu, 15 November 2015

SETARA: Intoleransi Tangga Menuju Radikalisme dan Terorisme

Ilustrasi. Para suporter sepak bola berkumpul di lapangan saat mereka menunggu izin keamanan untuk meninggalkan stadion Stade de France di Saint-Denis, utara Paris, setelah pertandingan sepak bola persahabatan antara Prancis vs Jerman pada 13 November 2015 pascaserangan penembakan dan ledakan di dekat stadion dan di ibu kota Prancis. Sedikitnya 120 orang tewas dan beberapa orang lainnya terluka dalam serangkaian serangan bersenjata di Paris, serta ledakan di luar stadion nasional tersebut. (Foto: AFP)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua SETARA Institute, Bonar Tigor Naipospos, mengatakan intoleransi merupakan tangga pertama menuju radikalisme dan terorisme. Bila pemerintah tidak bisa menyelesaikan seluruh aksi intoleransi yang belakangan marak terjadi di Indonesia, maka radikalisme dan terorisme bisa tumbuh subur di negeri majemuk ini.

“Intoleransi adalah tangga pertama menuju radikalisme dan terorisme. Ini seperti bom waktu bila tidak ditangani dengan serius oleh pemerintah,” kata Bonar saat dihubungi satuharapan.com, hari Minggu (15/11).

Dia menjelaskan, aksi terorisme yang terjadi di Kota Paris, Prancis, hari Jumat (13/11) malam, bisa terjadi di Indonesia pada waktu mendatang. Sebab, Indonesia merupakan negara berkonflik laten yang bisa dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal dan teroris untuk mendapatkan dukungan atau pengikut lebih banyak. Menurut dia, momentum itu sebenarnya sedang dinantikan kembali terjadi di Indonesia.

“Ini seperti bom waktu saja, negara berkonflik laten seperti Indonesia bisa dimanfaatkan oleh kelompok radikal dan teroris untuk membuat berbagai macam provokasi dan konflik lebih terbuka. Seperti yang pernah terjadi di Kota Ambon dan Poso tahun 1999, kelompok jihad sangat suka lihat itu terjadi, mereka jadi bisa lebih mudah mendapatkan dukungan,” ucap Bonar.

“Saat ini mereka sedang menunggu, daerah mana yang akan berkonflik seperti Kota Ambon dan Poso itu,” dia menambahkan.

Tegaskan Komitmen

Oleh karena itu, Bonar berharap pemerintah tidak membiarkan berbagai aksi intoleransi di Indonesia berlarut-larut, tanpa penanganan serius. Pemerintah harus kembali menegaskan komitmennya melindungi hak setiap warga negara untuk beribadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing.

“Sikap pemerintah selama ini lebih memilih pendekatan kestabilan dan keamanan, sepanjang tidak ada bentrokan pemerintah merasa cukup. Tapi masalahnya, ketika bentrokan ada pemerintah tidak menelusuri dan mencari pemecahannya. Seharusnya pemerintah kembali menegaskan komitmennya lindungi hak umat beragama untuk beribadah,” kata Bonar.

Sebab, menurut Wakil Ketua SETARA Institute itu, dunia internasional menaruh harapannya kepada Indonesia, menjadi model yang bisa ditiru dari kehidupan bernegara dan keberagamaan. Islam di Indonesia diharapkan menjadi kelompok moderat dan mampu mengakomodir kearifan lokal di setiap penjuru Tanah Air.

“Kelompok pemeluk agama Islam di Indonesia itu berbeda dengan yang ada di Timur Tengah yang penuh kekerasan. Islam Indonesia, itu Islam nusantara. Jadi pemerintah harus melarang setiap tindak kebencian dan kekerasan atas nama agama terjadi,” ucap dia.

“Kalau pemerintah berani tegas, saya yakin masyarakat akan menurutinya,” tutur Bonar menambahkan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home