Loading...
SAINS
Penulis: Dedy Istanto 13:00 WIB | Jumat, 21 Agustus 2015

Sidang Perdagangan Daging Trenggiling Digelar di Medan

Seekor trenggiling (Manis javanica) yang masih hidup dari 89 lainnya saat ditemukan dalam operasi penggerebekan yang dilakukan Polisi Daerah Sumatera Utara dengan Markas Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) pada tanggal 23 April 2015. Polisi juga mengamankan lima ton daging trenggiling beku di Komplek Pergudangan Niaga Malindo, Medan Sumatera Utara. (Foto: Istimewa).

MEDAN, SATUHARAPAN.COM – Sidang lanjutan perdagangan daging trenggiling digelar di Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Kamis (20/8) dengan terdakwa Soemiarto Budiman alias Abeng (61). Abeng sempat berkilah tak pernah melakukan pengiriman namun setelah hakim menunjukkan bukti buku catatan pengiriman trenggiling, akhirnya dia mengakuinya.

Menurut sumber satuharapan.com melalui email yang diterima Kamis malam, terdakwa Abeng menjelaskan bahwa dirinya baru enam bulan bekerja di gudang penyimpanan trenggiling karena diminta oleh warga negara Malaysia bernama Halim. 

Abeng menjelaskan, dirinya sebenarnya berdomisili di Jakarta namun ia bersedia kalau ditawari bekerja di Medan. Saat datang di lokasi tersebut, bisnis sudah berlangsung. Peralatan-peralatan di dalam gudang, seperti kipas, timbangan, blower, mobil, gas dan kompornya adalah milik Halim.

"Saat saya datang di situ sudah ada semua, saya melanjutkan saja, ujarnya”. Usaha atau gudang ini millik Halim, orang Malaysia. Saya hanya bekerja, digaji Rp 3 juta, dan ada komisi kalau ada yang sudah terjual," katanya di depan majelis hakim yang diketuai Marsudin Nainggolan.

Abeng juga menyatakan bahwa selama bekerja di situ tidak pernah ada pengiriman trenggiling. Menurutnya, jika ada pengiriman pun, dirinya juga tak tahu tujuan pengiriman. "Saya tak tahu dikirim ke mana, saya juga tak pernah ada mengirimkan keluar," ungkapnya.

"Dalam pemberitaan kan banyak soal besarnya kasus trenggiling, di Malaysia, Vietnam dan lain-lain, di Kalimantan juga ada kasus besar, apakah Saudara ada kaitannya dengan itu? Saudara kan punya hubungan dengan orang yang mempekerjakan Saudara," kata Hakim.

Abeng membantah dan mengaku tidak tahu menahu tentang itu. Hakim menyebutkan bahwa di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tertulis pada tanggal 20 April 2015 terjadi pengiriman sebanyak sekitar 400 kilogram kepada Halim, kemudian pada 22 April 2015 kembali ada pengiriman sebanyak 500 kilogram. Kemudian Hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menunjukkan buku catatan tersebut kepada Hakim serta terdakwa dan penasehat hukumnya.

Setelah ditunjukkan, terdakwa duduk di kursinya lalu mengakuinya. Abeng juga mengaku bahwa setelah ada pengiriman tersebut, Halim menjumpainya untuk menyerahkan sejumlah uang kepadanya dalam bentuk tunai. "Nah, kenapa Saudara tidak mengaku dari tadi? Kenapa setelah ditunjukkan bukti baru mengakuinya? Sebaiknya Saudara jujur saja, kalau tidak, ini akan memperberat Saudara sendiri. Di sini cuma Saudara sendiri yang bisa membantu Saudara," katanya.

Mendengar hal tersebut, Abeng yang tampak rikuh hanya bisa menganggukkan kepala. Abeng kemudian menjelaskan bahwa bukan dirinya yang mempekerjakan empat orang pekerja, yakni Sudirman dan kawan-kawan. Dia membantah keterangan empat orang pekerja yang dibacakan jaksa pada sidang sebelumnya yang menyatakan bahwa mereka dipekerjakan dan digaji oleh Abeng.

Dia menambahkan, terhadap ribuan ekor trenggiling di gudang tersebut, baik yang masih hidup maupun yang sudah beku, dirinya sudah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah. "Sudah ratusan juta rupiah," jawabnya kepada Hakim.

Dalam sidang tersebut, jaksa juga menghadirkan saksi ahli dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara, Markus Sianturi. Saksi ahli yang sudah memiliki sertifikat ahli menyebutkan bahwa berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, Trenggiling (Manis javanica) merupakan  salah satu jenis satwa yang dilindungi.

Markus juga menambahkan, sebelumnya, ada dua lembaga yang berusaha menangkarkan trenggiling, yaitu PT Heksa Putri Bahari di daerah Pantai Cermin, dan UD Multi Jaya Abadi di daerah Binjai, namun izinnya sudah mati sejak tahun 2012.

Sebagaimana diketahui, dalam amar dakwaan yang dibacakan jaksa Yarma Sari, terdakwa Soemiarto Budiman ditangkap oleh tim Mabes Polri pada 23 April 2015 di Kompleks Pergudangan Niaga Malindo KIM I di Jalan Pulau Bangka, No 5, Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli karena menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi yakni trenggiling.

Di lokasi tersebut terdakwa diminta untuk menangani pembelian trenggiling oleh Alim (belum tertangkap) di Medan. Dalam kegiatan operasionalnya, ada empat orang yang dipekerjakan dan salah satunya merupakan seorang supir yang bertugas untuk mengambil dan menggunakan mobil di suatu tempat yang disepakati. "Trenggiling tersebut dibeli dengan harga Rp 120.000 perkilogramnya," kata Yarma Sari.

Dalam operasi penggrebekan tersebut setidaknya ditemukan lima ton daging trenggiling beku, serta 95 ekor trenggiling hidup, dan 77 kilogram sisik trenggiling. Disampaikan juga dalam dakwaan, bahwa barang bukti lima ton daging trenggiling dan 77 kilogram sisik trenggiling sudah dimusnahkan pada Rabu (29/4/2015) di di KIM IV, Medan, Sumatera Utara.

Sementara untuk 95 ekor trenggiling yang masih hidup pada saat penggrebekan berkurang enam ekor, menjadi 89 ekor. Keseluruhan 89 ekor trenggiling tersebut sudah dilepas liarkan di Taman Wisata Alam Sibolangit pada hari itu juga.

Atas perbuatannya, terdakwa Soemiarto Budiman dapat dijerat dengan pasal akumulatif, yakni pertama dengan sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperdagangkan satwa dilindungi trenggiling dalam keadaan hidup, mati dan juga bagian tubuh trenggiling dengan pasal 40 ayat 2 junto pasal 21 ayat 2 huruf A dan pasal 40 ayat 2 junto pasal 21 ayat 2 dan pasal 40 ayat 2 junto pasal 21 ayat 2 huruf D Undang Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) dengan ancaman hukuman selam lima tahun penjara.

Majelis Hakim menunda sidang hingga sepekan mendatang dengan agenda pembacaan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home