Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 12:35 WIB | Rabu, 21 Januari 2015

Soal Hukuman Mati, Menkumham Tidak akan Mundur

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan Indonesia tidak akan mundur melaksanakan eksekusi hukuman mati, meskipun sejumlah negara telah melakukan lobi untuk menyelamatkan warga negaranya.

"Kita tidak akan mundur, jalan terus, Indonesia harus diselamatkan," kata Yasonna dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR, di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/1).

Dia menyebutkan, ada 133 terpidana mati yang belum dieksekusi. Mereka ditempatkan di beberapa lembaga pemasyarakatan di Indonesia.

"Kami mau menyampaikan saja untuk informasi, jumlah terpidana mati di lapas kita ada 133 terpidana," kata Yasonna.

Ia menjelaskan, dari 133 terpidana mati itu, sebanyak 57 orang terkait kasus narkotika, dua terpidana mati kasus terorisme, dan 74 terpidana mati kasus pidana umum.

Menkumham juga akan mendorong restoratif justice. Sebab, jumlah narapidana di sejumlah lembaa pemasyarakatan sudah enam kali lipat lebih banyak dari kapasitasnya. Di beberapa daerah, lebih dari 60 persen terpidana narkoba.

"Oleh karena itu dibutuhkan inovasi untuk penyelesaian. Ada anggaran di Badan Narkotika Nasional (BNN), sekitar Rp 1 triliun, untuk program rehabilitasi. Diharapkan nanti daripada di lapas ikut program rehabilitasi saja," ujar Yasonna.

Obral Remisi Koruptor

Menkumham Yasonna juga mengatakan mendapat kritikan soal obral remisi kepada koruptor sebagai hal yang dilematis. Kritikan terhadap obral remisi itu memang menjadi kritikan klasik yang kerap dialamatkan ke Kemenkumham.

"Soal cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, dan remisi, selama ini Kemenkum HAM selalu dikritik dengan alasan selalu obral remisi khususnya kepada koruptor. Ini dilematis," kata dia.

Menurut Yasonna, lembaga pemasyarakatan berparadigma pembinaan. Maka remisi bisa diberikan asalkan narapidana yang bersangkutan telah memenuhi syarat dan berhasil dibina.

"Kami ini membina, bukan membinasakan," kata dia.‎

Lagipula, remisi juga bisa mengurangi kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan. Kritik yang disorot Yasonna adalah permainan uang suap yang dilakukan pihak narapidana untuk mendapatkan remisi. Yasonna tak tutup mata terhadap realitas itu.

‎"Kami tak tutup mata. M‎aka kita akan buat pengaduan remisi pembebasan bersyarat dengan sistem online. Kita buat variabelnya, kita buat jangka waktu, dan transparan. Dengan begitu paling tidakk akan mengurangi petugas lembaga pemasyarakatan mendapat sesuatu (suap)," kata Yasonna.‎

Yasonna menyatakan bakal membuat seminar soal remisi untuk para jajarannya. Diharapkan, para jajaran di bawah Menkumham bisa mendapat pencerahan sehingga lebih memahami isu obral remisi.‎

"Kami perintahkan supaya membuat seminar soal perdebatan remisi tentang pembebasan bersyarat. Supaya isunya tidak berulang setiap waktu," kata Yasonna.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home