Loading...
INDONESIA
Penulis: Francisca Christy Rosana 11:08 WIB | Sabtu, 28 Februari 2015

Tak Terekam, Perempuan Poso Redamkan Konflik Islam-Kristen

Dari kiri, Lian Gogali (Penggerak Perdamaian di daerah konflik Poso) Alissa Wahid (Psikolog Keluarga, Koordinator Pusat GUSDUR) Dewi A. Suryaningtyas (Fasilitator Program Art of Living Foundation) saat konferensi pers Indonesia Women's Conference di India House, Jakarta Pusat, Jumat (27/2). (Foto: Francisca Christy Rosana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Konflik Poso seolah-olah identik dengan konflik agama Islam dan Kristen yang lekat di pikiran masyarakat sejak awal 2000. Konflik ini tampaknya mendarah-daging dan membudaya di pikiran masyarakat Nusantara.

Lian Gogali, penggerak perdamaian di daerah konflik Poso menegaskan Poso bukan daerah konflik. Menurutnya, Poso adalah tanah harapan bagi semua orang  yang ingin hidup damai.

Kepada awak media, Lian menjelaskan peran perempuan sebenarnya sangat besar bagi bersatunya dua kelompok agama yang berbeda itu di Poso.

Perempuan-perempuan biasa yang bekerja sebagai petani, nelayan, ibu rumah tangga telah berhasil meredam konflik agama di daerah itu. Perempuan-perempuan yang tak terdengar gaungnya ini dianggap telah berhasil menjaga kehidupan.

Lian mencontohkan seorang nelayan yang kerjaannya memikul ikan sejauh lebih dari 20 kilometer dari satu desa ke desa lain berhasil menyatukan perempuan-perempuan di desa Muslim dan Kristen di pesisir saat konflik agama berlangsung.

Ibu itu berpikir bahwa mereka tidak akan bertahan hidup kalau ikan-ikan itu tidak laku. Karena itu dia memutuskan berjalan berkeliling dari satu desa ke desa lain meski dia ditentang keluarganya karena konflik saat itu masih memanas. Ketika ibu yang Muslim itu berjualan ikan dan masuk di Kampung Kristen, ia langsung dihampiri segerombolan ibu rumah tangga di kampung itu.

“Terima kasih telah datang. Kita harus menunjukkan bahwa Kristen dan Muslim baik-baik saja,” ujar sekumpulan ibu rumah tangga di Kampung Kristen itu.

Selanjutnya komunitas Muslim dan Kristen membangun kepercayaan kuat bahwa mereka tak pernah berkonflik.

 Kelompok perempuan dari dua agama yang berbeda ini pun saling beinteraksi di pasar dan saling menguatkan terhadap konflik yang sedang terjadi di daerahnya.

“Selama ini certa ini tidak pernah diperdengarkan, padahal cerita tentang perempuan ini lah yang mampu mempersatukan dua kelompok yang berbeda. Elite silakan bertengkar, tapi kami (perempuan, Red) ingin hidup damai saja,” ujar Lian di India House, Jalan Taman Suropati, Jakarta Pusat, Jumat (27/2) sore saat menghadiri Indonesia Women’s Conference.  

Sayangnya, kata Lian, media mainstream setiap kali membicarakan Poso selalu mengatakan Islam – Kristen. Padahal, menurutnya masalahnya bukan pada Islam dan Kristen.

“Masyarakatnya sebenarnya sudah tidak bermasalah. Akibat media mainstream dan juga kebijakan-kebijakan politik pemerintah seringkali memengaruhi cara pandang masyarakat. Perlu menjadi pertimbangan besar bahwa perempuan juga berjuang dalam perdamaian konflik agama di Poso,” ujar Lian.

“Karena itu bagi saya dan ibu-ibu yang ada di kampung, kami percaya bahwa perempuan itu punya kekuatan justru dari bagaimana mereka menjalani kehidupannya. Dari hal yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Dari hal yang mereka kelola salah satunya, untuk menjaga perdamaian,” kata Lian. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home