Loading...
BUDAYA
Penulis: Ignatius Dwiana 14:07 WIB | Senin, 02 Desember 2013

Tarling Multimedia Pentaskan Sedulur Papat Lima Pancer

Pertunjukan Tarling Multimedia. (Foto: Ignatius Dwiana)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Tarling Multimedia berakar dari kesenian rakyat tarling yang sudah lama populer dan dikenal di wilayah pantai utara Jawa Barat. Bentuk utamanya pembacaan puisi.

Bentuk baru tarling yang belum pernah ada dan belum dikenal sebelum ini merupakan perpaduan pelbagai media sebagai kekuatan pendukung penampilan tarling. Penggunaan pelbagai media ini yang membuat tarling ini memperoleh imbuhan nama multimedia. Media lain yang digunakan dalam Tarling Multimedia ini antara lain wayang kulit, wayang golek, wayang suket, wayang tutus, wayang kertas, wayang padi, wayang ikan asin, topeng, dan dihiasi pula dengan pelbagai jenis tari klasik, tari kontemporer, seni lukis, dan properti visual lainnya, serta menggunakan gaya tutur teater rakyat ‘Drama Tarling’.

Alat musik yang digunakan untuk mengiringi penampilan tarling pun berubah. Kalau dalam tarling klasik menggunakan gamelan, dalam Tarling Multimedia menggunakan gitar dan suling. Ciri khas Tarling Multimedia memadukan pelbagai karya sastra, baik berupa puisi Jawa atau gurit, suluk, tembang, kidung, jawokan, dan puisi bahasa Indonesia.     

Medium Sastra dan Budaya Indonesia merupakan lembaga seni budaya yang mementaskan Tarling Multimedia dalam pertunjukan di pergelaran "Cipta Budaya".

Lembaga ini berdiri pada 1994 di Indramayu, Jawa Barat. Lembaga ini sejak pertama berdiri intens melakukan kegiatan pelatihan, penulisan dan pembacaan karya sastra, pementasan teater, serta penelitian seni budaya.

Lembaga ini sejak awal menggunakan kata Indonesia sebagai bentuk keyakinan bahwa apa pun yang digagas dapat menjadi suatu kekuatan baru dalam tatanan seni budaya Indonesia. Karena itu lembaga ini berkiprah untuk tidak mau meniru, dan terus berinovasi mencari bentuk-bentuk baru untuk Indonesia.

Sederet kegiatan pertunjukan ditampilkan lembaga ini. Di antaranya, Perompak Indrajaya, Aja Mbulya, Perang Potret, Waduk Bojong, Mak Njaluk Mangan, Gurit ’44, Blarak Sengkle, Goong Garing Keterjang Angin, Bahtera Nuh, dan Pring Petuk Ngundang Sriti. Semuanya digelar di bantaran Kali Cimanuk, Indramayu. Mulai tahun 2010 hingga 2013 lembaga ini banyak diundang pentas di sejumlah kota di luar Indramayu.

Selain memenuhi panggilan pentas besar dan kecil sesuai dengan kemajuan zaman, Medium Sastra dan Budaya Indonesia pun menyajikan bentuk pergelaran pembacaan puisi dengan tetap beriramakan tarling, meski kadang diiringi gamelan, orkes keroncong, dangdut, organ tunggal, bahkan pelbagai musik modern lainnya.

Dalam pertunjukan di pergelaran "Cipta Budaya" di Plaza Planetarium Taman Ismail Marzuki Jakarta pada Kamis (28/11), Medium Sastra dan Budaya Indonesia membawakan lakon berjudul Sedulur Papat Lima Pancer.

Sedulur Papat Lima Pancer dalam mitologi Jawa diyakini sebagai pegangan hidup manusia Jawa yang selalu berpedoman pada yang "lima". Lima ini ada karena ada sedulur papat dan pancernya adalah diri pribadi.

Sedulur papat itu adalah teman, sahabat, sekaligus kekasih yang menemani kita sejak lahir. Ia adalah cahaya cinta kasih dari Yang Maha Kuasa. Jika mendalaminya, akan ditemukanlah kesempurnaan hidup. Kisah kehidupan manusia Jawa itu kemudian menjadi kekuatan jati diri untuk menjalani hidup dan kehidupan sehingga kelak mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home