Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 05:15 WIB | Rabu, 16 September 2015

Titip Rindu Buat Ayah

Tidak semua hal yang telah hilang harus dikenang dengan cara sendu.
Dalam dekapan (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Saya baru menyelesaikan novel berjudul Ayah karangan Andrea Hirata. Awalnya saya berprasangka, isi dari buku ini hanya akan membuat saya menangis mengingat sosok ayah kandung saya. Tetapi saya salah. Dalam novel tersebut tidak ada bab tentang mengenang sosok ayah yang membuat hati trenyuh. Novel tersebut khusus menyuguhkan cerita heroik sekaligus cerita panik tentang ayah. Ah, seharusnya saya tidak memasang prasangka. Don’t judge a book by its cover.

Kemudian saya larut pada ingatan tentang hero dalam hidup saya: ayah yang telah tiada. Ayah saya memang tidak mengawal saya ketika saya mendaftar kuliah, tidak juga menunggui saya pulang pada malam minggu, tidak akan pernah mengantar saya berjalan menuju altar untuk hari perkawinan saya, dan tidak akan mungkin mengajak cucunya pergi menonton pasar malam. Saya sedih, tetapi saya tidak perlu menangisinya.

Sejujurnya yang disebut ayah adalah mereka yang menyediakan diri untuk selalu ada dalam menuntun kepada hal-hal baik bagi seorang anak dengan kasih sayang. Tidak peduli akan status diri, juga hubungan darah. Kenyataannya, ada ayah yang lain—sosok ayah ”ketemu gede” yang juga sangat saya banggakan. Beliau adalah dosen pembimbing saya dalam mengerjakan skripsi pada 2011 lalu. Saya mengenal beliau sejak tahun pertama kuliah sampai detik ini.

Saya tak sungkan memanggil beliau Papi. Dan beliau sendiri mengakui saya sebagai putri sulungnya. Hubungan ayah-anak angkat ini lucu, ada kalanya serius seperti saat kuliah dan bimbingan skripsi. Ada kalanya ayah saya itu memberi nasihat spiritual. Ada kalanya kami saling becanda dengan santai. Ada kalanya pula saya dimarahi dan didiamkan beberapa bulan lamanya. Ada kalanya ayah saya itu kangen pada putrinya yang sangat bawel ini. Mungkin benar kata bijak: every girl may not be a queen to her husband, but she always be a princess to her father.

Tentu quote itu terlebih dahulu telah berlaku pada ayah kandung saya. Meski saya hanya bersama beliau sepanjang 15 tahun. Saya ingat pada masa kecil, ayah adalah perancang gaun-gaun yang saya kenakan. Ayah pun selalu menyisir rambut saya yang kusut masai. Ayah menyetir mobil dengan hati-hati sehingga saya yang sering mabuk kendaraan bisa menikmati perjalanan. Sekali lagi: every girl may not be a queen to her husband, but she always be a princess to her father.

Tembang ”Titip Rindu Buat Ayah” Ebiet G.Ade tak lagi membuat air mata merembes di pipi. Saya pun sangat yakin ayah saya pasti tak suka bila little princess-nya sedih. Ternyata, tidak semua hal yang telah hilang harus dikenang dengan cara sendu.

 

Editor: ymindrasmoro

Email: inspirasi@satuharapan.com


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home