Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 09:30 WIB | Senin, 24 Februari 2014

Tunda Pembahasan KUHP dan KUHAP

SATUHARAPAN.COM – Kementerian Hukum dan HAM (Menkumham) menyerahkan kepada DPR draft revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pekan ini. Dengan penyerahan ini menandai pembahasan perubahan kedua undang-undang akan dimulai antara pemerintah dan DPR.

Perubahan ini, kalau dilakukan adalah yang pertama sejak 49 tahun terakhir. Tujuan perubahan untuk menyesuaikan dengan kovenen internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak asasi manusia (HAM). Namun perubahan baru itu cukup banyak, termasuk prinsip restorative justice, dan justice collaborator, dan pada KUHP akan menyakut wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun demikian, komentar negatif segera muncul, bahkan meminta agar pembahasan ini dihentikan. Sebab draft revisi yang diajukan masih banyak yang justru masih sama dengan yang lama, khususnya terkait dengan HAM. Dan di bidang kejahatan korupsi justru melemahkan upaya hukum pemberantasan korupsi.

Ada beberapa alasan yang pantas dipertimbangkan untuk menunda pembahasan perubahan KUHP dan KUHAP ini. Tiga hal yang bisa  dikemukakan adalah banyaknya perubahan sementara waktu yang tersedia sedikit, draft revisi yang justru kontroversi, dan kondisi kredibilitas lembaga yang akan membas.

Sisa Waktu Singkat

Pemerintah periode ini akan berakhir pada Oktober mendatang, sehingga hanya memiliki waktu delapan bulan untuk membahas. Hal itu pun masih harus dipotong oleh waktu yang akan digunakan untuk pemilihan parlemen pada April mendatang dan pemilihan presiden Juli mendatang. Bisa jadi waktu efektif yang dimiliki pemerintah tak lebih dari enam bulan.

Sementara anggota parlemen yang akan membahas memiliki waktu yang lebih pendek, karena aka nada pemilihan parlemen, dan segera terjadi pergantian dengan anggota yang baru. Parlemen memiliki waktu kurang dari empat bulan untuk membahasnya.

Sementara materi yang akan dibahas cukup banyak dan komplek, sehingga dipastikan tidak akan bisa diselesaikan dengan tuntas. Bahkan jika dipaksakan pun akan menjadi ajang menyia-nyiakan waktu.

Kontroversi

Draft revisi yang diajukan oleh pemerintah sendiri pagi-pagi sudah terpojok oleh tuduhan banyaknya hal yang aneh dan kontroversi. Pasal-pasal penting tampaknya akan menjadi perdebatan panjang, karena ada pihak penting yang tidak dilibatkan dan menyusunan draft, bahkan ada menolak beberapa perubahan.

Dalam perubahan KUHAP, misalnya, KPK meminta dihentikan pembahasan, karena ada pasal-pasal yang justru akan melemahkan pemberantasan korupsi, dan memangkas wewenang KPK.

Draft revisi KUHAP misalnya menghapuskan ketentuan penyelidikan oleh KPK, adanya penghentian penuntutan perkara, hilangnya wewenang memperpanjang masa tahanan, penahanan pada tersangka lebih singkat,dan  hakim bisa menangguhkan penahaman.

Hal lain yang aneh adalah penyitaan harus seizin hakim, penyadapan harus seizin hakim, putusan bebas tidak bisa diajukan kasasi, putusan MA tak boleh lebih tinggi dari putusan banding, dan tidak ada aturan pembuktian terbalik.

Singkatnya, revisi ini untuk memberi peluang lebih luas bagi koruptor untuk mengelak dari jerat hukum, dengan mempersulit KPK untuk menyelidiki dan  mendapatkan bukti. Pembuktian terbalik yang dituntut rakyat justru tidak digubris. Jadi, revisi dalam bagian ini lebih sebagai hadiah besar bagi koruptor daripada untuk memberantas korupsi, atau setidaknya menjadi ajang perlawanan bagi koruptor. Hal ini adalah bahaya besar dan pertempuran serius yang menentukan kemenangan atau kekalahan melawan korupsi.

Revisi pada KUHP, misalnya, juga diprotes, karena tidak ubahnya dengan yang lama, khususnya pasal yang membatasi hak-hak asasi manusia. Misalnya, tentang pasal penghindaan yang lebih untuk melindungi kepala negara ketimbang melindungi hak asasi warga.

Perubahan yang disebutkan untuk menyesuaikan dengan kovenan internasional bisa jadi hanya omong kosong atau hanya ada perubahan kata-kata, sementara substansinya sama atau bahkan lebih menekan. Banyak hal yang masih bermasalah dalam hukum ini, dan membutuhkan pembahasan yang serius.

Kredibilitas

Pemerintah dan DPR tampaknya tidak memadai untuk membahas perubahan ini. Jelas yang pertama soal tidak ada waktu yang cukup pada kedua lembaga tinggi negara ini. Namun juga karena tidak cukup kredibel.

Banyak perubahan terkait pasal tentang HAM, dan kriminal serius seperti korupsi. Tetapi pemerintah tidak cukup pantas untuk menjadi lembaga yang berada di depan untuk memberantas korupsi, apalagi untuk membuat UU yang justru akan mengikat secara nasional dan dalam jangka panjang.

Pemerintah gagal membuktikan pemberantasan korupsi. Kasus-kasus yang sekarang ditangani  KPK justru menunjukkan begitu masifnya korupsi di pemerintahan. Draft perubahan KUHAP yang pro koruptor dan menyulitkan penyelidikan dan penyidikan korupsi sudah menegaskan hal itu.

DPR periode ini setali tiga uang dengan pemerintah, bahkan sebenarnya juga pada lembaga yudikatif. Setiap ada kasus korupsi, selalu saja ada nama anggota Dewan yang disebut. Bahkan kemungkinan besar mereka yang masih bebas di Dewan menunggu waktu untuk menjadi pesakitan.

Pembahasan KUHP dan KUHAP yang cukup penting ini sepantasnya diserahkan kepada lembaga dengan individu yang kredibel dan fokus pada kepentingan bangsa yang sejati. Ini adalah pesan penting bagi rakyat untuk memilih anggota legislatif yang berkualitas dan bersih, dan pemerintah yang kuat serta bertanggung jawab dalam pemilihan umum yang segera dilaksanakan.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home