Loading...
RELIGI
Penulis: Wim Goissler 10:13 WIB | Selasa, 23 Januari 2018

Umat Yahudi Papua Berjuang Rampungkan Pembangunan Sinagoge

Sinagoge yang belum selesai sudah kerap dipergunakan oleh umat Yahudi di Papua untuk perayaan agama Yahudi (Foto: Rabi David Kunin)

TIMIKA, SATUHARAPAN.COM - Sebuah perkiraan mengatakan komunitas Yahudi di Indonesia mencapai 5.000 orang. Namun, yang memeluk agama Yahudi hanya sekitar 500 orang. Sisanya sebagian besar menjadi penganut Yahudi sekuler. Dan ada yang menganut agama Kristen.

Keseluruhan mereka ini adalah orang-orang Indonesia yang memiliki 'darah Yahudi' lewat nenek-moyang mereka, baik dari jalur ayah maupun ibu. Kesadaran mereka mulai bangkit untuk mempelajari tradisi maupun agama leluhur mereka. 

Rabi David Kunin disambut dengan pemberian gelar kebangsawanan di Sentani (Foto: Rabi David Kunin)

Orang-orang Yahudi masuk ke Indonesia antara lain lewat misi dagang Belanda yang menjelma dalam badan usaha Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Namun jauh sebelum itu, orang-orang Yahudi juga sudah datang ke Tanah Air. Mereka antara lain adalah pedagang-pedagang yang berasal dari Yaman, Maroko dan Irak. Selanjutnya, orang-orang Yahudi dari Spanyol juga tiba di Indonesia dalam rombongan kapal penjelajah asal Portugis Vasco Da Gama.

Menurut Rabi Benjamin Verbrugge dalam wawancara dengan tirto.id, ada tiga kelompok komunitas Yahudi di Indonesia. Mereka berada di Jakarta, Surabaya dan Manado. Salah satu komunitas Yahudi yang terkenal tergabung dalam The United Indonesian Jewish Community (UIJC) yang dipimpin oleh Rabi Benjamin Verbrugge sendiri.

Yang menarik, selain di Jakarta, Surabaya dan Manado, ternyata di Papua, tepatnya di Timika, juga terdapat komunitas Yahudi. Tiga tahun lalu, satuharapan.com telah mengangkat keberadaan komunitas Yahudi di Papua ini, menggunakan referensi jewishpress.com. Menurut salah seorang anggota komunitas Yahudi Indonesia, Elisheva Wiraatmadja, kala itu,  paling tidak ada 168 orang Papua berdarah Yahudi, termasuk pemimpin mereka, yang memutuskan meninggalkan gereja mereka dan kembali memeluk agama Yahudi. 

Sementara pembangunan sinagoge permanen belum rampung, ibadah dilakukan di rumah salah seorang tokoh komunitas Yahudi di Papua. (Foto: Rabi David Kunin)

Keberadaan komunitas Yahudi di Papua semakin terungkap lewat tulisan-tulisan Rabi David Kunin. Dia adalah seorang rabi yang berbasis di Tokyo, tetapi banyak membantu komunitas Yahudi di Papua. Dari tulisan-tulisan Rabi David Kunin di blognya, terungkap berbagai aktivitas komunitas Yahudi di Papua.

Di antaranya, awal tahun ini komunitas itu menerima kedatangan  Taurat, yang merupakan donasi dari sinagoge di Kanada dan Amerika Serikat. Inilah untuk pertama kalinya komunitas itu memiliki Taurat yang asli, seperti lazimnya kitab-kitab Taurat yang dipergunakan di sinagoge pada umumnya. Sebelumnya, Taurat yang mereka pakai selalu dibawa berpindah-pindah dari satu tempat ibadah ke tempat ibadah lainnya.

Dari tulisan-tulisan Rabi David Kunin terungkap pula bahwa komunitas Yahudi di Papua kini tengah membangun sebuah sinagoge yang permanen. Selama ini, mereka beribadah di salah satu rumah tokoh komunitas itu, yang salah satu bagiannya secara khusus dijadikan sebagai tempat ibadah.

Menurut Rabi David Kunin, pembangunan sinagoge permanen  selama ini sudah berjalan dan hasilnya sudah tampak. Bangunan itu bahkan sudah dipakai oleh umat untuk beberapa kali perayaan hari raya Yahudi.

Sayangnya, oleh keterbatasan dana, pembangunan sinagoge  belum selesai hingga kini. Oleh karena itu, ibadah rutin mereka masih seperti sebelumnya, dilaksanakan di rumah salah seorang tokoh komunitas tersebut.

"Masih ada satu aspek yang belum selesai dari komunitas (Yahudi) Timika," tulis Rabi David Kunin. 

"Kitab Taurat terletak di sebuah tabut sinagoge di rumah John, namun di luarnya, sebuah gedung besar sinagoge tetap belum selesai karena kekurangan dana," lanjut dia. John yang dia maksud adalah tokoh Yahudi Papua yang rumahnya dijadikan tempat beribadah. 

Anak-anak komunitas Yahudi di Papua (Foto: Ravi David Kunin)

"Bangunan yang belum selesai ini sudah digunakan untuk fungsi yang lebih besar (seperti perayaan Paska), namun temboknya masih belum selesai, dengan jendela berteralis dan lantai yang masih kasar. Ini adalah sinagoge potensial. Aspek-aspeknya yang unik, yang sudah digunakan, adalah tempat pembasuh kaki  (mikvaot) kembar di pintunya. Yang satu ditujukan untuk pria, dan satunya lagi untuk wanita. Dengan hanya sedikit imajinasi, seseorang dapat melihat sinagoge yang indah, dengan dinding yang ditutupi motif Papua, dan keseluruhan bangunan bergema dengan suara lagu dan doa yang indah. Rabi Shoshana dan saya telah mengambil alih untuk membantu penggalangan dana untuk menyelesaikan sinagoge Timika. Setelah selesai, ini akan menjadi rumah yang benar-benar layak bagi Taurat Beth Tzeddek," tulis dia.

Ini adalah kunjungan kali kedua David Kunin ke Papua.  Pada tahun 2016, ia sudah mengunjungi beberapa tempat di Papua, termasuk ke Sentani. Di sini, ia disambut oleh tokoh komunitas Yahudi di sana, Hinieni Malo, Ben Hur dan istrinya, Jehudit.

David Kunin bahkan disemati regalia Kerajaan Sentani dan dinobatkan menjadi anggota keluarga kerajaan.

Menari di bangunan sinagoge yang belum rampung di Timika, Papua. (Foto: Rabi David Kunin)

 "Status kebangsawanan saya hampir segera dikonfirmasi saat kami tiba di desa tepi danau Sentani yang sebagian besar tradisional. Saat kami berjalan ke pintu rumah bertingkat dua milik Bapak Ben Hur yang bergaya arsitektur Jehudit  ala Barat (itu adalah satu-satunya rumah bergaya Barat di desa ini, dan tidak diragukan lagi merupakan cerminan kemakmuran dan status relatif) kami bertemu dengan Bapak Ben Hur, istrinya Ibu Jehudit dan Bapak Hinieni Malo, pemimpin komunitas Yahudi Sentani. Dengan membawa regalia kerajaan kesukuan dan membawa tombak dan busur, Bapak Ben Hur menyambut kami ke tanah tradisional Sentani, dan saya diberi nilai lebih tinggi, yaitu hiasan kepala berbulu, pahatan berukir batu hijau yang indah, gelang kaki, dan kayu yang dilukis dengan rumit.Saya diberitahu bahwa itu dilukis dengan motif kerajaan tradisional klan Wally (Wally dalam bahasa Sentani berarti kehidupan). Ada sepuluh klan di  Sentani, masing-masing dengan rajanya sendiri, dan ada juga raja (rajah) seluruh bangsa."

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home