Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 10:27 WIB | Selasa, 16 April 2013

UN; Proyek Pendidikan Yang Gagal Meningkatkan Mutu

SATUHARAPAN.COM - Pelaksananaan Ujian Nasional (UN) untuk SMU, SMK dan Madrasah Aliyah yang seharusnya dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada Senin (15/4) gagal dilaksanakan sesuai rencana. Ada 11 provinsi yang tidak bisa melaksanakan serentak karena terlambatnya materi ujian dan lembar jawaban.

Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyebut masalahnya pada penyelesaian di percetakan dan pengiriman. Akibat kegagalan ini, siswa di 11 Provinsi baru bisa mulai mengikuti ujian nasional pada Kamis (18/4) mendatang. Kita pun menjadi cemas apakah hal serupa akan terjadi pada UN Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama.

Munculnya kasus ini menjadi indikasi kuat bahwa tujuan dilaksanakannya UN gagal dicapai dan dana yang dikeluarkan menjadi penghamburan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) secara sia-sia.

Kita masih ingat bahwa UN ini ditentang sejak awal diselenggarakan beberapa tahun lalu. Hasil UN dijadikan tolok ukur untuk menentukan kelulusan. Prestasi belajar siswa dihakimi dan ditentukan nasibnya hanya oleh nilai beberapa mata pelajaran, hanya diukur dalam aspek kognitif. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor, apalagi karakter tak diukur.

Lagipula UN menggunakan aparatus yang potensial dikerjakan secara spekulasi. Hal itu menimbulkan tekanan yang luar biasa pada siswa dan guru. Mereka diperlakukan secara tidak fair dalam dunia pendidikan yang semestinya merupakan model bagi kehidupan bangsa kita.

Hasil UN juga tidak menunjukkan hasil yang membawa peningkatan mutu secara signifikan, kecuali menelan biaya yang besar. Sebagai upaya untuk mengukur mutu, UN adalah cara-cara yang tidak fair dan karenanya diragukan validitasnya. Bagaimana mungkin sekolah dengan fasilitas dan proses yang begitu beragam dan gap yang mencolok antara sekolah di pelosok dan di kota harus diukur kualitasnya dengan ukuran yang sama.

Satu-satunya hal yang bisa dibuktikan dengan UN adalah bahwa pemerintah gagal memenuhi amanat konsti tusi untuk menyediakan pendidikan yang memadai bagi seluruh warga bangsa yang dalam usia sekolah. Kita masih menyaksikan anak-anak sekolah di gubug, di bawah bangunan yang nyaris ambruk, dan sekolah-sekolah dengan satu dua guru. Dalam situasi seperti ini mungkinkan amanat “mencerdaskan kehidupan bangsa” bisa diwujudkan?

Kali ini, penyelenggaraan UN berlangsung kacau balau karena tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Bukan sekadar mengecewakan ratusan ribu siswa yang telah menyiapkan diri, tetapi juga membuka peluang bocornya soal dan jawaban ujian. Pada UN tahun-tahun lalu bocornya soal merupakan peristiwa yang memalukan dalam pendidikan kita, karena dilakukan secara masal dan melalui kesepakatan. Kali ini, peluang kebocoran itu justru terjadi karena kecerobohan penyelenggaraan.

Apapun hasil dari UN untuk SMU, SMK dan Madrasah Aliyah tahun ini tidak layak untuk dijadikan bahan kajian dan ukuran dalam melihat mutu pendidikan kita pada tingkat tersebut. Hasil capaian siswa dari ujian tersebut pun sangat diragukan sebagai murni hasil kerja siswa yang bersangkutan. Tahun-tahun lalu pembocoran soal dan jawaban ujian juga diungkap oleh masyarakat. Sayangnya, lembaga pendidikan justru memberikan contoh perilaku yang menegasikan nilai-nilai pendidikan yang berkarakter. Tahun ini, kemungkinan besar kebocoran akibat pelaksanaan yang tidak serentak begitu mudah dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi yang makin canggih.

Oleh karena itu, UN harus ditinjau kembali. Pelaksanaan UN makin menampakkan adanya agenda-agenda tersembunyi yang justru membuat nilai-nilai yang harus hidup dalam dunia pendidikan menjadi lemah, dan amanat pendidikan makin sulit dicapai. Berkaitan dengan gagalnya materi dan lembar jawaban dikirim tepat waktu, patut diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Presiden semestinya memberikan perhatian pada kinerja kementerian ini. Dan DPR harus meninjau ulang UN dengan melihat masalah pendidikan secara serius.

Jika hal-hal di atas gagal dilakukan, maka elite dalam pemerintahan kita telah gagal menjadi pemimpin yang pendidik. Menejemen penyelenggaraan UN adalah pameran elite dunia pendidikan kita yang tidak bisa menjadi pendidik dan teladan yang bekerja dengan disiplin dan akuntabel.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home