Loading...
LAYANAN PUBLIK
Penulis: Kartika Virgianti 21:40 WIB | Rabu, 12 Maret 2014

Wagub DKI: Pengadaan Bus Banyak Kecurangan, Sumbang Bus Malah Dimintai Pajak

Ilustrasi bus Transjakarta. (Foto: dok.satuharapan)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan sudah enam bulan dirinya dibuat kesal dengan urusan pengadaan bus. Mengadakan bus sendiri terjadi kecurangan, sedangkan perusahaan yang hendak menyumbangkan bus justru dipersulit melalui proses birokrasi dan urusan pajak dari Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD).

Sebelumnya, sudah ada perusahaan yang ingin menyumbang bus sebanyak 30 unit bus single, tetapi mereka mengeluhkan karena membeli satu bus saja sudah seharga tiga miliar rupiah lebih, perusahaan yang menyumbang bus itu masih dikenakan pajak juga. Sehingga bus-bus yang saat ini berada di Bogor, Jawa Barat tersebut sudah selama enam bulan itu pula mangkrak.

“Sekarang logikanya begini saya juga tidak mengerti aturan di DKI, makanya saya kan bilang sudah enam bulan itu bus-nya mangkrak di Bogor,” cetus Basuki saat ditemui di Kantor Balai Kota, Rabu (12/3).

Proses birokrasi yang seperti itu tidak logis menurut pemikiran Basuki. Dia membandingkan kasus ini dengan jembatan penyeberangan orang (JPO) yang dibangun oleh salah satu perusahaan swasta, namun bukan perusahaan itu sendiri yang memasang iklan, melainkan menjual hak beriklan itu kepada pihak lain, dan keuntungannya untuk perusahaan itu sendiri tanpa dikenakan pajak.

“Hak pasang iklan bukan atas perusahaan yang bangun, tapi perusahaan yang menjualkan. Jadi perusahaan yang membangun JPO ini menawarkan iklan kepada perusahaan-perusahaan yang lain, ini kan sudah cari untung namanya.  Ya pasti untung,” ujarnya.

“Misal bus wisata 3,3 miliar, iklan di bus satu tahun cuma 30 juta. Kalau iklan bus 30 juta, 100 tahun baru balik modal. Itu juga belum balik modal, bagaimana jika harus dimintai pajak,” tuturnya heran.

Hal itu yang membuat bingung mantan anggota Komisi II DPR RI ini, peusahaan swasta yang bangun jembatan boleh mengambil untung besar dari penjualan hak beriklan. Sedangkan dalam kasus ini ada pihak yang mau menyumbang bus, mereka bahkan merogoh koceh sendiri, masih diharuskan membayar pajak. Menurut Basuki ini sangat tidak berdasar.

“Kalau beriklan ya harus bayar pajak, kalau tidak kita rugi dong. Rugi dari mana? saya tanya, ini kan mobil sudah plat merah tidak bayar pajak,” tutur Basuki menirukan ucapan para pejabat yang dia anggap mempersulit itu.

Proses Birokrasi Bus Hibah Bisa Selesai

Sudah enam bulan hibah bus Transjakarta dikatakan Basuki seperti dipermainkan. Begitu Basuki marah dan meminta keterangan dari mana aturan pajak yang dipegang oleh pengusaha dan pejabat itu, hibah tersebut bisa selesai.

“Sudah enam bulan, pingpong sini pingpong sana, suratnya lempar sini lempar sana. Begitu saya marah, mana dasar pajaknya yang dipegang pengusaha sama dipegang mereka (para pejabat) berubah lagi, yang punya mereka tidak ada, ya sudah saya marah,” dia menambahkan.

Basuki juga mengeluhkan, padahal kebijakan Pemprov DKI untuk mendorong masyarakat menggunakan moda transportasi publik harus didukung penambahan jumlah armada bus, tetapi ketika ada pihak yang ingin membantu malah dipersulit.

“Orang bilang saya marah, saya sebenarnya sudah lebih jinak lho. Di satu sisi teriak Transjakarta kurang, di sisi lain ada yang bilang Transjakarta banyak yang sudah tidak layak berdasarkan hasil uji kir. Yang tidak layak masih dipakai untuk mengangkut penumpang saja masih kurang, apalagi distop? Tetapi ada pihak yang mau kasih bus baru, merek Hino lagi,  sudah terbukti bisa digunakan sampai 30 tahun di Indonesia,” tandas Basuki.

 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home