Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 13:45 WIB | Jumat, 13 Februari 2015

Waketum Kadin: Petani Perlu Kredit untuk Tingkatkan Produktivitas

Pameran hasil pangan Indonesia di Jakarta Food Security Summit - 3 di JCC Senayan, Jakarta Pusat. (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Agribisnis dan Pangan Franky O. Widjaja menyatakan bahwa  saat ini kesejahteraan petani dan petambak masih minim yang menyebabkan daya produktifitas rendah dan tingginya impor pangan. Dia beranggapan bahwa jika petani sejahtera  Indonesia tidak perlu lagi impor pangan dari negara lain. Untuk itu, petani memerlukan kredit dengan bunga wajar agar mereka dapat meningkatkan produktivitas.

“Kami berharap para petani dapat menikmati bunga kredit dan premi asuransi yang wajar serta dapat disubsidi oleh pemerintah agar dapat meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan petani Indonesia. Terobosan ini akan melepaskan Indonesia dari ketergantungan pada impor pangan dari negara lain yang cenderung meningkat setiap tahunnya,” kata Franky dalam acara Jakarta Food Security Summit – 3 di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (13/2).

Dia menilai rendahnya produktivitas dan tingginya impor pangan membuat para petani susah mendapatkan akses finansial. Menurutnya perlu adanya penyusunan kebijakan khusus terkait inovasi pembiayaan usaha agribisnis untuk komoditas strategis seperti padi dan sapi potong di mana Indonesia masih sangat bergantung dari negara lain.

“Saat ini, Kadin tengah mengupayakan  kemungkinan  petani mendapatkan akses finansial melalui pengelompokan luasan dan populasi tertentu agar layak diberikan fasilitas kredit dan asuransi oleh lembaga keuangan bank dan non-bank.”

Franky berpendapat bahwa dengan cara tersebut petani Indonesia bisa maju dan sejajar dengan petani di negara maju.

“Dengan demikian, tingkat pengangguran, urbanisasi dan kemiskinan dapat diturunkan. Oleh karena itu pemberian kredit dan asuransi dengan bunga yang wajar kiranya dapat digulirkan untuk komoditas lainnya ke seluruh daerah di Indonesia demi mewujudkan ketahanan pangan nasional.”

Menurutnya salah satu hasil komoditas yang sudah berhasil yaitu industri kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit telah berkembang pesat sejak tahun 1980-an setelah Bank Dunia memberikan kredit bantuan yang dikenal dengan istilah Perkebunan Inti Rakyat. Sejak tahun 1990-an pemerintah juga memberikan peluang dan iklim usaha kelapa sawit yang semakin baik kepada pihak swasta dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Sejak saat itu banyak perusahaan tumbuh dan berkembang pesat dengan tetap mempertahankan pola kemitraan Inti-Plasma. Hal inilah yang menjadikan Indonesia menjadi produsen utama sawit sejak tahun 2006.

Franky berharap bahwa sistem pemberian kredit sawit tersebut  dapat diterapkan juga pada sektor pertanian dan peternakan.

Dia menilai bahwa dengan pemberian kredit, asuransi dan biaya hidup dengan bunga wajar maka penyusunan alternatif model-model pembiayaan usaha agribisnis ini dapat diarahkan pada beberapa sektor yaitu model pembiayaan yang dapat memberikan insentif bagi pelaku usaha agribisnis skala kecil-menengah untuk mendorong pengembangan usaha. Kedua, prosedur pembiayaan harus mudah, proses cepat, administrasi sederhana dengan biaya transaksi yang wajar. Dalam hal ini peran stakeholder terkait seperti BUMN, lembaga pembiayaan, penjamin, pemerintah, swasta dan koperasi juga harus dilibatkan.

Ketiga, model pembiayaan harus mempertimbangkan dan mengakomodir karakteristik proses produksi dan produk usaha agribisnis.

Keempat, model pembiayaan harus dapat menjamin risiko produksi dan risiko harga sebagai implikasi dari karakteristik proses produksi usaha agribisnis yang bersifat musiman dan tergantung kepada kondisi alam.

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home