Loading...
INDONESIA
Penulis: Dewasasri M Wardani 09:09 WIB | Kamis, 10 September 2015

Walhi: Perlambatan Ekonomi Momentum Tepat Kurangi Batubara

Ilustrasi: rel stasiun pengangkutan batubara. (Foto: walhi.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menyatakan kondisi perlambatan ekonomi yang dirasakan secara nasional pada saat ini, sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk mengurangi penggunaan batubara dalam program kelistrikan di Tanah Air.

"Ekonomi melambat, saat tepat bagi Pemerintah kurangi batubara dalam rencana listrik 35.000 MW," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Abetnego Tarigan, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (9/9).

Dia berpendapat karena itu pelambatan ekonomi menjadi momen tepat untuk melakukan konservasi sumber daya alam, bukan justru mengeksploitasinya secara besar-besaran.

Hal tersebut, menurutnya, dapat dilakukan dengan mengembangkan energi terbarukan semakin tepat, karena biaya lingkungan dan sosial dari energi fosil seperti batubara, dinilai justru akan makin memperlambat ekonomi itu sendiri.

Apalagi, ia mengemukakan perlambatan ekonomi yang sedang terjadi pada saat ini juga telah tercermin dalam konsumsi batubara PLN, yang diperkirakan pada tahun 2015 ini hanya 61 juta ton dari target 91 juta ton.

Sementara itu, peneliti Unit Kajian Walhi Pius Ginting menyatakan, saat ini adalah waktu yang tepat bagi pemerintah guna melakukan perubahan atas program listrik 35.000 MW, "Program tersebut didominasi pembangkit listrik menggunakan batubara di Pulau Jawa, yakni sebanyak 12.400 MW."

Sementara itu, di luar Pulau Jawa banyak mengalami krisis. "Sumatera Utara dan Aceh kekurangan listrik 9 persen," kata Pius. Ia mengingatkan, tingkat permintaan pertumbuhan listrik selalu lebih tinggi di luar Pulau Jawa dibandingkan dengan di Pulau Jawa. Apalagi, lanjutnya, saat ini listrik Pulau Jawa telah memiliki cadangan sebesar 31 persen, sehingga tidak terdapat alasan melakukan pemaksaan pembangunan listrik batubara di Pulau Jawa, seperti yang terjadi di Batang, Jawa Tengah. Demikian juga proyek listrik lain yang menggusur warga, seperti proyek Jati Gede.

Sementara itu, kata dia, di sekitar daerah pembangkit yang menggunakan batubara di Jawa, masyarakat dinilai menderita dampak negatif dari kegiatan batubara, di antaranya penurunan produktivitas pertanian, hilangnya tangkapan nelayan, dan penurunan kualitas kesehatan.

Terkait dengan listrik, sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menginginkan adanya penertiban dalam pemberian konsesi listrik lantaran banyak proyek pembangkit listrik yang mangkrak bertahun-tahun.

"Cukup banyak di masa lalu, orang-orang yang diberi konsesi listrik, tapi tidak punya uang, jaringan, dan pengalaman sehingga mereka hanya berdagang konsesinya saja," katanya dalam jumpa pers seusai rapat koordinasi tentang listrik di Kantor Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (7/9).

Rizal menuturkan, pemberian konsesi yang berujung pada mangkraknya proyek-proyek listrik juga terjadi seperti pada kasus proyek jalan tol.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan program pembangkit listrik 35.000 megawatt (MW), merupakan putusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tidak bisa diubah secara tiba-tiba.

"Kalau putusan presiden siapa yang bisa mengubahnya?" kata JK ditemui di Kantor Wapres Jakarta pada Senin (7/9), terkait rapat yang dilakukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli yang memangkas program listrik 35.000 MW menjadi 16.000MW. (Ant)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home