Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 22:36 WIB | Selasa, 16 Februari 2016

Wapres: Pemberian SP3 Justru Memperkuat KPK

Pimpinan KPK Agus Rahardjo (keempat kanan) dan Saut Situmorang (ketiga kiri) ikut serta memukul kentongan saat massa yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi di halaman Gedung KPK, Jakarta, hari Selasa (16/2). Massa menolak revisi Undang-undang KPK karena dapat melemahkan KPK dalam memberantas korupsi. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang salah satunya adalah pemberian wewenang mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) justru menambah kewenangan KPK sehingga memperkuat lembaga anti korupsi tersebut. 

SP3 menurut Wapres adalah hak KPK jadi semakin menambah kewenangan lembaga ad hoc tersebut.

"Kalau melemahkan berarti hak KPK kita tarik, padahal pemberian kewenangan untuk pemberian SP3 justru menambah kewenangan KPK," ujar Wapres di Jakarta, hari Selasa (16/2). 

Dia mengatakan, penggunaan SP3 tergantung oleh KPK, jika diperlukan KPK dapat memakai SP3.

Terkait dewan pengawas, menurut Wapres pengawasan bukan berarti mencampuri urusan ke dalam tetapi untuk memastikan kinerja KPK berjalan baik.

"Presiden dan Wapres saja diawasi DPR, itu kan wajar-wajar saja. Kalau KPK tidak mau diawasi pertanyaannya kenapa begitu," tambah Wapres. 

Dia mencontohkan ketua KPK saja bisa tersangkut masalah hukum dan ada kemungkinan berbuat salah, maka harus diawasi.

"Itu sangat penting dipahami juga, kan normal saja di dunia ini selalu ada yang mengawasi," katanya.

Dari 10 fraksi di DPR 7 fraksi menyetujui revisi UU KPK dan menjadi inisiatif DPR, sedangkan tiga fraksi yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Demokrat dan PKS menolak revisi UU tersebut.

Sikap tiga fraksi itu membuat beberapa fraksi lainnya berpikir ulang sehingga paripurna DPRD ditunda hingga 18 Februari 2016.

Draf revisi UU KPK terakhir yang beredar di wartawan pun mengalami perubahan, namun setidaknya masih ada sejumlah poin yang dinilai melemahkan KPK.

Pertama, soal pembatasan kewenangan penyadapan KPK yang tertera pada pasal 12A ayat (1) penyadapan dilaksanakan (a) setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan (b) izin tertulis dari Dewan Pengawas; (2) Pimpinan KPK meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan; (3) penyadapan paling lama tiga bulan terhitung izin tertulis diterima penyidik dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.

Kedua, kehadiran Dewan Pengawas yang diatur dalam pasal 37A-D. Dewan Pengawas adalah lembaga nonstruktural yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat mandiri. Anggota Dewan Pengawas berjumlah lima orang yang pemilihannya dilakukan Presiden untuk masa jabatan empat tahun.

Tugas Dewan Pengawas misalnya adalah melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK secara berkala satu kali dalam satu tahun dan membuat laporan pelaksanaan tugas secara berkala satu kali dalam satu tahun kepada Presiden dan DPR.

Ketiga, kewenangan KPK untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan Penuntutan (pasal 40). Tapi SP3 itu dapat dicabut oleh pimpinan KPK bila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan.

Keempat, kewenangan penyitaan oleh KPK pun hanya boleh dengan izin Dewan Pengawas seperti dalam pasal 47. (Ant)

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home