WRI: Kesetaraan Gender Kunci Kesejahteraan Perempuan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebuah lembaga penelitian berbasis analisis feminis, Women Research Institute (WRI), merilis sebuah laporan singkat mengenai kebijakan publik di Indonesia. Hasil laporan yang disampaikan pada seminar publik di Grand Kemang Hotel, Kamis (16/1) ini memaparkan indikator rendahnya kesejahteraan perempuan.
Dua indikator rendahnya kesejahteraan perempuan yang WRI soroti adalah masih tingginya angka kematian ibu (AKI) dan rendahnya jumlah perempuan yang berada di parlemen.
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan AKI di Indonesia saat ini berada di angka 228/100.000. Sedangkan persentase representasi perempuan dalam politik (di parlemen) belum mencapai 30 persen.
Persentase jumlah perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebesar 18 persen, di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) sebesar 27 persen, dan di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Provinsi Republik Indonesia (DPRD RI) sebesar 13 persen.
WRI mengungkapkan bahwa sebenarnya telah ada kebijakan yang mendorong kesetaraan gender, misalnya UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum, yaitu menyediakan kuota 30 persen. Namun Komnas Perempuan melaporkan peningkatan kekerasan terhadap perempuan sebesar 13,32 persen, yaitu naik dari 105.103 menjadi 119.107 kasus.
Komnas Perempuan juga mengungkapkan bahwa tren kekerasan di komunitas menjadi salah satu indikasi lemahnya representasi perempuan di kehidupan publik dan politik. Hal ini juga disebabkan oleh representasi perempuan yang mencapai kuota 30 persen.
Oleh karena itu, WRI mengapresiasi sekaligus mendukung penuh penetapan Rancangan Undang-undang Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) sebagai salah satu RUU prioritas DPR RI pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Seiring dengan berkembangnya pembicaraan mengenai RUU KKG ini, reaksi pro dan kontra dari DPR RI turut bermunculan.
Sebagian anggota memberikan dukungan penuh. Namun ada pula yang memberikan dukungan dengan beberapa persyaratan seperti tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tidak menimbulkan kontroversi, dan harus tetap melibatkan laki-laki dalam proses mengadvokasi.
Sementara itu, respons kontra datang dari anggota DPR RI yang meragukan efektivitas dan efisiensi sumber daya manusia, tenaga dan uang selama proses legislasi, dan kemungkinan implementasi di lapangan.
Namun WRI menyayangkan masih adanya anggota perempuan DPR RI yang memiliki pandangan bahwa RUU KKG belum perlu diprioritaskan dibandingkan dengan RUU lainnya.
Oleh karena itu, WRI meminta DPR RI untuk membahas RUU KKG secara terbuka dan menampilkan jadwal pelaksanaan sidang atau rapat di situs DPR RI. Dengan demikian, masyarakat sipil dan kekuatan ekstra parlemen lainnya dapat mendukung sekaligus mengawasi proses legislasi RUU KKG.
Menurut WRI, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan kunci penting mengatasi kemiskinan dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Editor : Bayu Probo
Para Pemimpin Dunia Beri Selamat kepada Donald Trump
LONDON, SATUHARAPAN.COM-Putusan para pemilih Amerika Serikat lebih menentukan daripada yang dipredik...