Loading...
INDONESIA
Penulis: Febriana Dyah Hardiyanti 23:23 WIB | Kamis, 02 Juni 2016

YLBHI Minta Putusan Ketua BNSP Dicabut

Gedung Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) (Foto: hukum online)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), meminta Keputusan Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Sumarna F Abdurrahman, tentang Lisensi kepada Lembaga Sertifikasi Profesi Pengacara Indonesia (LSPPI) dicabut karena banyak poin janggal, .

Koordinator Bantuan Hukum YLBHI, Julius Ibrani, mengatakan dalam siaran pers hari Kamis (2/6),  dunia hukum dan peradilan di Indonesia menjadi karut marut karena kejanggalan tersebut. Betapa tidak, para aktor di dalamnya justru yang menjadi penyebab adanya chaos tersebut.

Tercatat oleh YLBHI, sedikitnya terdapat 36 hakim, panitera, dan pegawai pengadilan/Mahkamah Agung (MA) yang terjerat kasus korupsi. Begitu juga jaksa dan polisi, belum lagi, pelanggaran hukum yang masih dianggap ‘sepele’.

“Salah satu aktor yang sering melakukan ‘akrobatik hukum’ dalam kerja-kerjanya adalah kebanyakan advokat komersil. Melihat hal itu, YLBHI merasa tidak heran mengetahui telah ada 10 advokat komersil yang sudah terjerat kasus korupsi," ujar Julius.

Namun, di sisi lain masih ada advokat dari Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang berdiri dengan syarat non-komersil. “Oleh karena itu, terjadi angka perbandingan yang terbalik dengan advokat komersil.”

Di sisi lain, terdapat juga persamaan, baik bagi advokat komersil atau advokat bantuan hukum. Keduanya menghadapi permasalahan yang sama, yakni jaminan kapasitas dan akuntabilitas kinerja, sebagai indikator yang menentukan jaminan kualitas layanan advokat.

Menurut Julius, gagasan akan adanya sebuah standar yang dapat menjamin kesemuanya itu tentu akan sangat baik untuk memulihkan legitimasi profesi advokat, begitu juga keadilan sebagai tolok ukur kinerja advokat.

Berikut ini beberapa poin janggal yang ditemukan oleh YLBHI dalam Keputusan Ketua BNSP tentang Lisensi kepada LSPPI yaitu: pertama, memberikan lisensi kepada LSPPI untuk melakukan sertifikasi kompetensi dengan ruang lingkup lisensi berupa empat skema sertifikasi yang meliputi skema sertifikasi advokat muda, skema sertifikasi advokat, skema sertifikasi advokat senior, dan skema sertifikasi advokat utama.

Kedua, lisensi diberikan kepada LSPPI dengan persyaratan LSPPI wajib melaksanakan sertifikasi profesi melalui uji kompetensi sesuai dengan Pedoman BNSP 201 dan Pedoman BNSP lain yang terkait.

Dua ketentuan di atas dinilai bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan lain, yakni dari segi istilah pengacara, sudah tidak digunakan lagi pasca disahkannya UU nomor 18 tahun 2003 tentang advokat. Pada pasal 32 ayat (1) dinyatakan bahwa “Advokat, penasihat hukum, pengacara praktik dan konsultan hukum yang telah diangkat pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.”

Kemudian dari segi formil, kelembagaan dan kewenangan BNSP dalam kaitannya dengan sertifikasi pengacara, jelas tidak relevan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, pertimbangannya. BNSP merupakan badan independen yang bertanggung jawab kepada presiden yang memiliki kewenangan sebagai otoritas sertifikasi personil dan bertugas melaksanakan sertifikasi kompetensi profesi bagi tenaga kerja yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2004 tentang BNSP dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 18 ayat (5) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Lalu mengenai sertifikasi kompetensi beserta uji kompetensi yang diatur oleh Keputusan Ketua BNSP tersebut, bertentangan dengan UU advokat yang memberikan kewenangan tersebut pada organisasi advokat (pasal 2 dan 3) yang mendelegasikan kewenangan tersebut pada organisasi advokat.

Sementara itu, dalam konteks bantuan hukum, sudah ada UU nomor 16 tahun 2011 tentang bantuan hukum yang juga berkaitan dengan advokat.

“Alih-alih untuk menjamin kapasitas dan akuntabilitas advokat demi menjamin kualitas layanan lewat Keputusan Ketua BNSP, hal ini justru bertentangan dengan hukum dan perundang-undangan yang berdampak pula terhadap proses pencarian keadilan bagi orang miskin dengan skema UU bantuan hukum,” ujar Julius.

YLBHI menuntut kepada Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi); dan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dakhiri, untuk segera melakukan evaluasi kelembagaan yang menyeluruh terhadap BNSP.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home