Loading...
EKONOMI
Penulis: Eben Ezer Siadari 19:30 WIB | Selasa, 24 Maret 2015

ADB Minta Jokowi Hidupkan Manufaktur sebagai Primadona Ekspor

Deputy Director Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia, Edimon Ginting (tengah) (Foto: Eben Ezer Siadari/satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Asian Development Bank (ADB) meminta pemerintah Indonesia menghidupkan kembali sektor manufaktur sebagai primadona ekspor, setelah selama ini mengabaikannya dan berfokus pada ekspor komoditas sumber daya alam, yang 'kejayaannya' kini mulai memudar.

Indonesia kini dinilai memerlukan sumber pertumbuhan ekspor yang baru untuk dapat mencapai pertumbuhan ekonomi di atas enam persen. Saatnya sektor manufaktur jadi primadoma, selain karena booming komoditas sudah usai, sejumlah faktor kini mendukung upaya memajukan sektor manufaktur.

"Sektor manufaktur yang berorientasi ekspor akan lebih stabil dibanding ekspor komoditas yang bergejolak dan juga akan menghasilkan lapangan kerja yang lebih baik," kata Deputy Director Asian Development Bank (ADB) untuk Indonesia, Edimon Ginting, ketika berbicara pada diskusi Asian Development Bank Outlook 2015 di Jakarta, hari ini (24/3).

Peluang untuk memajukan sektor manufaktur, kata Edimon, saat ini cukup besar. Investasi asing yang akan menerjuni sektor ini ia perkirakan akan meningkat.

"Berinvestasi di Tiongkok semakin mahal. Tiongkok akan semakin menjadi konsumen," kata dia. Oleh karena itu, investasi manufaktur ke Indonesia diperkirakan akan meningkat.

"Tenaga kerja Jepang saat ini semakin banyak di usia pensiun. Mereka ingin berinvestasi ke luar Jepang, termasuk Indonesia," tambah dia.

Selain itu, kata dia, depresiasi nilai tukar rupiah turut membantu daya saing ekspor manufaktur Indonesia.

"Menghidupkan kembali sektor manufaktur adalah salah satu tantangan kebijakan terbesar bagi Indonesia setelah commodity boom memudar," kata Edimon.

"Meski demikian, sektor manufaktur masih terkendala oleh berbagai faktor, antara lain infrastruktur yang semakin tidak memadai, ketidakpastian aturan, dan biaya logistik yang tinggi," lanjut dia.

Oleh karena itu, Edimon mengharapkan rencana pemerintah untuk  berinvestasi besar-besaran pada infrastruktur pelabuhan dan transportasi, serta memperbaiki iklim investasi dengan layanan perizinan investasi satu atap, hendaknya memprirotaskan sektor manufaktur berorientasi ekspor.

"Invesasi asing langsung sangat penting untuk memacu inovasi melalui ketrampilan manajemen dan teknologi untuk menghubungkan Indonesia ke rantai produksi regional dan global," kata dia.

Sepanjang booming komoditas, sektor manufaktur harus bersaing dengan industri komoditas dalam menarik investasi, dan mengalami kerugian akibat apresiasi rupiah. Namun ke depan, menurut Edimon, sektor manufaktur akan menarik manfaat dari tingkat inflasi yang rendah sehingga biaya finansial akan kompetitif.

Tahun lalu, sektor manufaktur tercatat tumbuh 4,6 persen setelah mengalami perlambatan yang tajam pada tahun 2013. Namun pulihnya sektor manufaktur tersebut belum merata. Industri pengolahan makanan, permesinan, peralatan dan produk-produk kertas mengalami pertumbuhan  yang lebih baik, sedangkan industri tekstil, kimia dan baja mengalami perlambatan.

Tahun ini, ADB memprakirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh 5,5 persen dan tahun 2016 sebesar 6 persen


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home