Loading...
RELIGI
Penulis: Ignatius Dwiana 16:47 WIB | Selasa, 31 Desember 2013

Arab Kristen Ikut Wajib Militer Israel Picu Pro Kontra

Tentara Israel dalam acara Forum Rekruitmen Kristen Israel di Nazaret. (Foto dari Fox News)

NAZARET ISRAEL, SATUHARAPAN.COM – Puluhan tentara Israel dengan penuh hormat bangkit dari kursi ketika lagu kebangsaan Israel mulai dimainkan. Rekaman nyaring Hatikva, sebuah syair kerinduan Yahudi untuk Tanah Israel dalam upacara yang diselenggarakan dalam bahasa Ibrani. Para pembicara dalam upacara itu  mengucapkan terima kasih kepada tentara dan membagikan penghargaan.

Tentara Israel itu bukanlah orang Yahudi dan Ibrani bukan bahasa asli mereka. Mereka adalah Arab Kristen, minoritas yang secara historis melihat dirinya sebagai bagian dari rakyat Palestina dan menganggap wajib militer itu tabu.

Acara itu bagian dari dorongan baru Pemerintah Israel dan seorang pastor Ortodoks Yunani untuk mengajak lebih banyak orang Kristen mendaftar wajib militer.

Kampanye ini telah memicu perdebatan emosional tentang jatidiri mereka di kalangan umat Kristen, minoritas kecil Israel dalam mayoritas Muslim minoritas Arab. Sejauh ini jumlah Arab Kristen yang mendaftar diabaikan. Tetapi nasib masyarakat mungkin dipertaruhkan. Emosi berkobar dan masing-masing pihak menuduh yang lain menggunakan taktik menakut-nakuti dan hasutan.

Bapa Gabriel Nadaf adalah pastor yang mempromosikan pendaftaran wajib militer. Dia mengatakan orang Kristen harus ikut wajib militer jika mereka ingin berintegrasi ke dalam masyarakat Israel dan memperoleh akses pekerjaan. "Saya percaya pada nasib bersama minoritas Kristen dan negara Yahudi," katanya kepada konferensi yang diadakan di sebuah hotel lokal.

Israel berbeda dari negara Timur Tengah lainya. Negara Timur Tengah lainya yang menjadi tempat berbahaya bagi orang Kristen.

"Mereka membakar gereja, mereka membantainya (orang Kristen), mereka memperkosa para perempuan, " kata Shadi Khalloul mengacu pada komunitas Kristen di Suriah, Irak, dan tempat lain yang menjdi sasaran militan Islam.

Sebagian besar Arab Kristen menentang wajib militer. Wajib militer dianggap bertujuan memecah dan melemahkan 1,7 juta orang Arab Israel yang terdiri dari Muslim, Kristen, dan Druze, sebuah sekte rahasia Islam.

"Ini persekongkolan lama Zionis," kata Basel Ghattas, seorang Arab Kristen yang menjadi anggota parlemen. "Orang Kristen adalah bagian tidak terpisahkan dari masyarakat Arab, dan mereka tidak akan membiarkan ini berlalu."

Arab Israel yang membentuk lebih dari seperlima dari 8 juta orang Israel merupakan bagian dari tambal sulam jatidiri Palestina yang diciptakan oleh konflik dan pengungsian.

Mereka adalah keturunan orang-orang yang tinggal selama perang atas pendirian negara Israel pada 1948, saat ratusan ribu warga Palestina melarikan diri atau diusir.

Sekitar setengah dari dunia dengan lebih dari 10 juta warga Palestina sekarang tinggal di diaspora. Sisanya tinggal di Israel dan di wilayah-wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967. Seperti Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem timur, tempat yang diinginkan orang Palestina menjadi sebuah negara.

Orang Arab Israel berjumlah sekitar 128 ribu. Kurang dari 10 persen adalah penganut Kristen.

Wajib militer merupakan kewajiban bagi orang Yahudi, meskipun tidak semua dipanggil. Para pemimpin Druze mendaftarkan komunitas mereka untuk wajib militer pada 1950-an, dan laki-laki Druze wajib militer sejak itu. Sementara Muslim dan Kristen tidak diharuskan mengikuti wajib militer.

Saat ini hampir 1.500 Arab non Druze ikut wajib militer dan 70 persen di antaranya orang Badui. Badui adalah komunitas terkucil dan miskin. Militer sering menjadi lowongan kerja terakhir.

Mayor Shadi Rahal mengatakan 208 Muslim Arab dan 137 Kristen Arab mengikuti wajib militer. Jumlah relawan Kristen untuk militer tetap relatif stabil, berdetak naik sedikit saja.

Salah satu relawan adalah Kapten Arin Shaabi, seorang Kristen berusia 28 tahun dari Nazaret, kota masa kanak-kanak Yesus dan jantung Arab Kristen di Israel. Dia mendaftar pada tahun 2010, setelah menyelesaikan kuliah hukum. Sejak 2011, dia menjadi jaksa di pengadilan militer di Tepi Barat, di tengah-tengah konflik Israel – Palestina.

Shaabi menyebut diri sebagai seorang Kristen dan seorang Israel, dan memiliki tato salib bertinta di tangan kirinya. Dia mengatakan dia membantu membela Tanah Suci dan tidak terganggu dengan mengadili orang Palestina atas tuduhan keamanan yang sering dikaitkan dengan nasionalisme Palestina.

"Aku memperjuangkan apa yang saya lakukan, 100 persen," kata Shaabi. "Saya tidak punya dilema . "

Dia membayar dengan harga dirinya, termasuk pelecehan di Nazaret. Nazaret sebuah kota berpenduduk 80 ribu orang dengan 70 persen penduduknya Muslim.

Penyerang pernah melemparkan batu ke mobilnya. Ketika itu dia meninggalkan rumah ayahnya menuju pangkalan militer, dia mengenakan pakaian sipil untuk menutupi seragamnya guna menghindari serangan. Dia mengatakan takut reaksi masyarakat menurunkan jumlah peserta wajib militer.

Beberapa bulan setelah mendaftar, dia bergabung dengan ibunya, Dina, di Nazaret Atas. Nazaret Atas adalah sebuah kota yang didominasi Yahudi. Sekitar 50 ribu bangunan berdiri di atas sebuah bukit yang menghadap Nazaret. Dina, salah satu dari beberapa ribu orang Arab di Nazaret Atas. Dia mengatakan bangga dengan wajib militer puterinya.

Pada musim gugur, Bapa Nadaf dan beberapa veteran tentara Kristen mendirikan Forum untuk Rekruitmen Kristen. Forum ini bertujuan menggandakan jumlah peserta yang direkrut. Forum menerima dukungan dari Im Tirtzu, sebuah kelompok neo Zionis.

Khalloul, seorang letnan dalam cadangan terjun payung, mengatakan kepada sebuah komite parlemen bahwa Israel seharusnya tidak melihat kemungkinan pengerahan orang Kristen Israel sebagai bagian dari minoritas Arab. “Kami adalah sandera dari masyarakat itu,” katanya.

Pembicaraan tersebut telah mengesalkan para pemimpin masyarakat Arab. Dukungan rekruitmen atas orang Arab dituding tokoh-tokoh masyarakat Arab sebagai hasutan untuk melawan orang Arab lainnya.

“Hal ini dimulai dengan kain berlumuran darah yang ditempatkan di pintu masuk rumahku berlanjut dengan klip YouTube yang menggambarkanku sebagai agen Zionis, pengkhianat,” kata Nadaf dalam konferensi hari Minggu di sebuah hotel di Nazaret Atas.

Nadaf dan gerakan komunis setempat saling tuding. Masing-masing pihak mengatakan yang lain memulai perkelahian sehingga anak pastor yang berusia 17 tahun dan anggota dari kelompok lawannya terluka. Polisi masih menyelidiki peristiwa ini.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengirim pesan dukungan kepada Nadaf dan para pendukungnya. Dia menjanjikan untuk “membawa keadilan kepada siapa pun yang mencoba mencegahmu mendaftar wajib militer.”

Azmi Hakim, pemimpin dewan Ortodoks Yunani di Nazaret, seorang yang menentang pendaftaran wajib militer. Dia membantah pihak anti rekruitmen menggunakan bahasa menghasut. Dia mengatakan polisi Israel mencoba untuk mengancamnya dengan memanggilnya untuk diperiksa tiga kali.

Hakim mengatakan sebagian besar orang Kristen menentang wajib militer, tetapi dia khawatir kampanye perekrutan akan berdaya cengkeraman kuat atas dukungan Pemerintah.

Hakim menolak harapan pembicaraan integrasi ke dalam masyarakat Israel. Dia beralasan bahwa Druze terus menderita diskriminasi secara resmi seperti orang Arab Israel lainnya. “Sebagai Muslim, sebagai orang Kristen, sebagai orang Druze, kami sebagai orang yang menderita karena Pemerintah,” katanya.

(Associated Press)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home