Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 10:37 WIB | Selasa, 30 Agustus 2016

BNBP: Curah Hujan Bantu Minimalisasi Titik Panas

Ilustrasi kabut asap mulai menyelimuti Kota Pekanbaru, Riau, Sabtu (27/8). (Foto: bbc.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM  - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan,  curah hujan pada musim kemarau atau kemarau basah membantu meminimalisasi titik panas yang ada di Indonesia.

BNPB menyebutkan tahun ini titik panas mengalami penurunan sebesar 61 persen, pada Agustus 2015 BNPB mencatat ada 32.734 titik api dan tahun ini berkurang menjadi 12.884 titik api.

"Salah satu faktornya adalah cuaca, apalagi pada September biasanya menjadi masa paling kritis musim kemarau, tetapi tahun ini September sudah musim hujan. Hujan akan membasahi wilayah selatan garis khatulistiwa," kata Kepala Pusat Data dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta, Senin (29/8), seperti dikutip dari Antara.

Namun, daerah sebelah utara garis khatulistiwa masih perlu mewaspadai terjadinya kebakaran hutan, terutama daerah Riau, Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Tengah.

Selain itu, kesiapan pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat dinilai juga semakin membaik dalam melakukan pencegahan kebakaran hutan.

Menurut dia meski titik api telah mengecil, tetapi kebakaran yang terjadi masih disebabkan oleh ulah manusia. Tahun ini kebakaran banyak terjadi di luar lahan konsesi yaitu di kebun, di lahan masyarakat dan di hutan lindung.

"Untuk membuat kebakaran itu menjadi nihil mungkin sulit, karena masyarakat Indonesia masih sering membakar hutan untuk membuka lahan. Yang bisa kita lakukan adalah meminimalkan pembakaran tersebut," kata dia.

Satgas kebakaran hutan pun, melakukan patroli udara dan darat untuk memantau dan mencegah terjadinya pembakaran yang dilakukan oleh masyarakat.

Dia mengatakan,  pada saat ini ada 135 titik api yang tersebar di Indonesia yang berpotensi menyebabkan kebakaran, dan 85 diantaranya berada di Riau.

Kebakaran di Riau saat ini banyak terjadi di Kabupaten Rokan Hilir, Sumatera Selatan, di mana di tempat tersebut terdapat 71 titik api dan menyebabkan asap terbawa hingga ke Singapura.

Namun BNPB mengatakan, asap tersebut dalam konsentrasi yang kecil dan tidak membahayakan kesehatan.

Menurut Sutopo Purwo Nugroho,pergerakan arah angin amat berpengaruh sehingga kabut asap bisa tampak di beberapa tempat.

“Arah angin di atmosfer Riau dominan bergerak dari barat dan barat laut ke arah timur dan tenggara, yang kemudian di sekitar barat Singapura mengarah ke timur laut. Ini adalah pola pergerakan angin pada musim kemarau di Riau yang selalu dikhawatirkan membawa asap dari Riau ke Singapura seperti saat kebakaran hutan dan lahan tahun 2013, 2014 dan 2015,” kata Sutopo.

Hingga saat ini pemerintah Singapura belum melayangkan nota keberatan atas asap kebakaran hutan tersebut.

Kabut asap Singapura

Sementara itu, Mianta, seorang warga Indonesia yang bermukim di negara tersebut, mengatakan sudah merasakan dampak asap sejak Jumat (26/8).

“Bau asap sudah sangat tercium, apalagi ketika angin kencang. Karena itu, jendela di apartemen, saya tutup rapat. Pemandangan dari gedung apartemen juga mulai samar-samar,” kata Yusfebri kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan, seperti dikutip dari bbc.com

Hal senada diungkapkan Anna Veralin, seorang ibu dengan dua anak yang menetap di Singapura. Menurutnya, karena dampak asap mulai terasa, dia sengaja membatasi aktivitas di luar rumah.

“Kegiatan luar ruangan terpaksa dikurangi. Kalau nggak perlu banget nggak usah keluar rumah. Kalaupun keluar rumah, masker selalu ada di dalam tas,” katanya.

Data Badan Lingkungan Nasional Singapura (NEA) menyebutkan Indeks Standar Polutan (PSI) yang mencakup pemantauan terhadap enam zat polutan mencapai 143 di bagian barat dan utara kota pada pukul 07.00 waktu setempat. Kemudian pada pukul 12.00, PSI mencapai 137.

PSI di bawah 200 masuk kategori ‘tidak sehat’, dan di atas 201 hingga 300 ‘sangat tidak sehat’. Adapun angka yang melampaui 300 dianggap ‘berbahaya’.

Langkah hukum

Yuyun Indradi, dari lembaga pelindung lingkungan Greenpeace, mengatakan sudah saatnya pemerintah menegakkan hukum agar kebakaran hutan dan lahan tahun-tahun sebelumnya tidak terulang.

Sepanjang 2016, kepolisian Indonesia telah menangkap 463 individu yang diduga pembakar hutan dan lahan. Jumlah itu meningkat drastis dari 2015, yaitu 196 orang.

Akan tetapi, peningkatan itu tidak berlaku bagi perusahaan. Sejauh ini, menurut Kepala Bareskrim Mabes Polri, Ari Dono, baru sembilan perusahaan yang diselidiki terkait kebakaran hutan dan lahan tahun ini.

Padahal, tahun lalu, sebanyak 25 perusahaan yang diselidiki. Itupun belum jelas perkembangan semua kasusnya. Hanya diketahui sekitar 11 perusahaan yang diduga terlibat melakukan pembakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau mendapat SP3 atau surat perintah penghentian penyidikan.

 

 

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home