Loading...
RELIGI
Penulis: Francisca Christy Rosana 10:25 WIB | Minggu, 25 Januari 2015

Campur Sari Warnai Ibadah Natal IKG

Campur Sari Warnai Ibadah Natal IKG
Perayaan Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) Jakarta yang digelar Sabtu (24/1) di Gedung Graha Pemuda, Senayan, Jakarta diwarnai dengan pertunjukan campur sari dari kelompok Tombo Ati Tangerang Formasi Baru. (Foto-foto: Francisca Christy Rosana)
Campur Sari Warnai Ibadah Natal IKG
Penyanyi campur sari Tombo Ati Tangerang membawakan beberapa buah lagu, di antaranya Perahu Layar, Tresna, dan Thiwul Gunungkidul.
Campur Sari Warnai Ibadah Natal IKG
Seorang wiyaga memainkan alat musik saron.
Campur Sari Warnai Ibadah Natal IKG
Tak hanya bernyanyi, penyanyi campur sari juga menari dan sedikit berakting saat membawakan lagu.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ada yang unik dalam Perayaan Natal 2014 dan Tahun Baru 2015 Ikatan Keluarga Gunungkidul (IKG) Jakarta yang digelar Sabtu (24/1) di Gedung Graha Pemuda, Senayan, Jakarta.

Sejak pertama kali masuk gedung, jemaat disuguhi dengan instrumen klasik gamelan Jawa Tengah. Tampak beberapa perempuan lalu-lalang mengenakan pakaian adat Jawa Tengah lengkap dengan sanggul dan riasannya. Dalam Perayaan Natal IKG ini, panitia sengaja menghadirkan suasana jawa.

Sejak pukul 10.00 WIB, jemaat telah memenuhi setengah ruangan gedung. Ketua panitia Drs Eddy Sukirman memperkirakan kurang lebih 400 jemaat menghadiri perayaan Natal tersebut.

Setengah jam kemudian, ibadah Natal dimulai. Meski ibadah menggunakan pengantar bahasa Indonesia, namun protokol membukanya dengan bahasa Jawa krama inggil. Protokoler yang mengenakan pakaian beskap lengkap sempat menarik perhatian anak-anak yang datang dalam perayaan tersebut. Beberapa di antaranya bahkan mengabadikannya dalam gambar.

Ibadah berlangsung kurang lebih selama tiga jam, dipimpin oleh Pdt Irdian Sulistiantoro, S, Th asal Yogyakarta.

Seusai ibadah, jemaat disuguhi dengan hiburan khas Gunungkidul, yakni campur sari. Kelompok campur sari modern Tombo Ati Tangerang (Formasi Baru) dengan lima penyanyinya menghibur jemaat dengan lagu-lagu campur sari modern. Beberapa lagu yang dibawakan di antaranya bejudul Tresna, Thiwul Gunungkidul, dan Perahu Layar. Seolah diingatkan dengan kampung halaman, jemaat yang hadir pun turut menyanyi sambil bercengkrama satu dengan lainnya.

Para penyanyi yang berhias mengenakan pakaian adat sentuhan modern ini bernyanyi sambil beberapa kali menari dan mengajak jemaat bercanda.

Campur Sari

Campursari dalam dunia musik nasional Indonesia mengacu pada campuran (crossover) beberapa genre musik kontemporer Indonesia. Nama campursari seperti dikutip situs wikipedia diambil dari bahasa Jawa yang sebenarnya bersifat umum.

Musik campursari di wilayah Jawa bagian tengah hingga timur khususnya terkait dengan modifikasi alat-alat musik gamelan sehingga dapat dikombinasi dengan instrumen musik barat atau sebaliknya. Dalam kenyataannya, instrumen-instrumen ‘asing’ ini ‘tunduk’ pada pakem musik yang disukai masyarakat setempat, yakni langgam Jawa dan gending.

Campursari pertama kali dipopulerkan oleh musikus Manthous dengan memasukkan keyboard ke dalam orkestrasi gamelan sekitar akhir dekade 1980-an melalui kelompok gamelan “Maju Lancar”. Kemudian secara pesat masuk unsur-unsur baru seperti langgam Jawa (keroncong) serta akhirnya dangdut.

Pada dekade 2000-an telah dikenal bentuk-bentuk campursari yang merupakan campuran gamelan dan keroncong, campuran gamelan dan dangdut, serta campuran keroncong dan dangdut. Meskipun perkembangan campursari banyak dikritik oleh para pendukung kemurnian aliran-aliran musik, semua pihak sepakat bahwa campursari merevitalisasi musik-musik tradisional di wilayah tanah Jawa.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home