Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 08:11 WIB | Kamis, 30 Juni 2016

Dipeluk dalam Doa

Kasih ibu melintasi jarak dan waktu.
Dalam pelukan ibu (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Awal Mei Yayasan Tittari tempat saya mengabdi, punya hajat: perayaan World Lupus Day 2016. Saya dipercaya mempersiapkan bahan isian acara berupa puisi. Tidak masalah karena saya memang hobi berceloteh dalam dimensi lisan mau pun tulisan. Masalahnya, saya sendiri tak punya ide bagus untuk dituliskan.

Tema yang diusung kali ini adalah Caring, Curing, Coping. Yang hendak menjadi titik tekan dalam puisi adalah keberadaan para pendamping pasien Lupus yang sangat setia bersiaga menjaga. Saya menemui kesulitan untuk menggambarkan karena saya merasa saya tak punya pendamping di dekat jangkauan saya.

Di tengah persiapan saya dilarikan ke IGD karena mendadak pingsan di kantor. Memang beberapa hari sebelumnya, kondisi saya tidak fit. Tidak ada pendamping yang standby dan bersiaga untuk saya. Sahabat-sahabat saya di kantor tak bisa 100% saya harapkan. Keluarga saya ada di luar kota, 100 kilometer jaraknya dari tempat saya berpijak. Dokter saya pun tidak ada di kota domisili saya. Sahabat dari Yayasan Tittari hanya bisa menjangkau via telepon. Intinya, saya ngenes tak punya pendamping. Jadi bagaimana saya mencipta karya tentang rasa syukur memiliki pendamping yang siaga 24 jam kalau saya sendiri tak mencecap nikmatnya?

Dalam kondisi sakit, saya tidak bisa hanya tidur-tiduran. Saya membaca. Beberapa jenis genre buku tersebar begitu saja di kamar kos untuk menemani kegalauan saya sepulang dari IGD. Salah satunya berhasil mendobrak kebuntuan saya memikirkan betapa saya hanya sendirian mengalami sakit. The Secret Life of Bees, novel best seller versi The New York Times, mengajak saya untuk menguatkan diri sendiri:   ”Kamu harus menemukan seorang ibu di dalam dirimu. Bahkan, kita semua sebaiknya melakukan hal itu. Sekali pun kita memiliki seorang ibu, kita tetap harus menemukan bagian ini di dalam diri kita sendiri.”

Ya, saya perempuan. Meski saya belum menjadi ibu, tetapi bakat merawat ala ibu ada di dalam diri saya. Saat saya tak punya siapa pun yang secara fisik mendampingi saya, saya bisa mengandalkan diri saya sendiri untuk bangkit. Saya tersenyum saat menyadarinya. Kepedulian dan kesiagaan ibu tak melulu ditandai dengan kehadiran fisik. Kasih ibu melintasi jarak dan waktu. Ibu saya setiap saat menghubungi saya, beliau memeluk saya dalam kata doanya. Sedang teman-teman kantor pun berbaik hati membiarkan saya meninggalkan pekerjaan untuk rehat. Kurang apa sebenarnya?  Kurang syukur!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home