Loading...
RELIGI
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 23:15 WIB | Senin, 16 Desember 2013

Dua Ribu Intelektual Dunia Hadiri Konferensi Islam yang Digelar HTI

ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Ustadz Rochmat S. Labib. (Foto: dari hizbut-tahrir.or.id)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Lebih dari dua ribu intelektual dari berbagai negara di dunia menghadiri Konferensi Peradaban Islam yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia di Jakarta selama dua hari. "Beberapa ilmuan internasional yang hadir dalam acara ini adalah dari Aljazair, Malaysia, Libanon, Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Australia, selain dari Indonesia sendiri," kata juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Ismail Yusanto di Jakarta, Minggu (15/12). Dia mengatakan dalam konferensi bernama "Jakarta International Conference of Muslim Intellectuals" tersebut panitia telah menerima 140 makalah ilmiah yang dikelompokkan dalam tujuh topik utama.  Topik tersebut adalah perubahan politik global dan dampaknya pada negeri Muslim, tantangan tata kelola pemerintahan, tantangan ekonomi, kesehatan dan ketahanan pangan, manajemen energi dan sumber daya alam, perempuan dan keluarga, serta pendidikan dan iptek. Konferensi dengan tema "The end of capitalism and the prospect of Islamic civilization under Khilafah", atau "Akhir kapitalisme dan masa depan peradaban Islam di bahwa naungan Khilafah." "Pada diskusi hari pertama, kita sepakat bahwa persoalan pada semua bidang tersebut bukan soal teknis semata, tapi terkait satu sama lain dan berakar pada pemisahan agama dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi," kata Ismail. Menurut dia, para intelektual meyakini bahwa Islam dengan perangkat hukumnya yang dinamakan syariat, merupakan solusi terbaik bagi persoalan-persoalan tersebut.  "Dengan demikian harus ada integrasi penerapan syariat Islam dalam sistem Khilafah Islam," kata Ismail. Dia menegaskan Khilafah berikut syariat Islam adalah gagasan ilmiah dan rasional, bukan emosional dan bersifat historis semata seperti yang dianggap oleh sebagian masyarakat selama ini. "Selama ini syariah dan Khilafah tidak pernah digali dan dikaji secara ilmiah, termasuk di Indonesia sebagai negeri Muslim terbesar. Sistem Islam selalu diidentikkan dengan studi Timur Tengah, padahal tidak ada keterkaitan antara ke dua hal ini," ujar Ismail. Dia menambahkan konferensi ini mengelaborasi lebih lanjut persoalan dunia, terutama yang terjadi di negeri-negeri Muslim dengan memformulasikan solusi yang berasal dari pemikiran Islam sebagai sistem kehidupan yang global. Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rochmat S. Labib mengatakan kepada peserta konferensi bahwa Hizbut Tahrir adalah partai politik Islam yang berjuang untuk mendirikan Khalifah.  �Hizbut Tahrir adalah partai politik yang berideologi Islam, hanya saja Hizbut Tahrir berjuang di tengah-tengah ummat dan bersama dengan ummat untuk mendirikan Khilafah. Maka seluruh aktivitas Hizbut Tahrir adalah aktivitas politik, yakni aktivitas untuk menegakkan Khilafah. Dengan itu, Hizbut Tahrir tidak sendiri didalam perjuangannya ini, melainkan bersama-sama dengan ummat." "Umat Islam kehilangan institusi mereka, yang menyatukan mereka, dan yang membuat darah, harta dan diri mereka terjaga. Maka kita yang berada di dalam ruangan ini, adalah penyambung lidah ummat untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah,� kata Labib yang diakhiri dengan takbir oleh seluruh peserta, seperti dikutib dari hizbut-tahrir.or.id. Beberapa kegiatan lanjutan dari konferensi ini antara lain penerbitan kompilasi jurnal digital dan buku, serta "road show" ke perguruan-perguruan tinggi. (Ant/hizbut-tahrir.or.id)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home