Loading...
RELIGI
Penulis: Melki Pangaribuan 17:10 WIB | Kamis, 28 Mei 2015

GKI Jombang: Gereja Hadapi Gejala Heterofobia

Suasana diskusi teologia bertajuk “Menjadi Gereja Bagi Yang Liyan”, di GKI Jombang, Rabu (27/5). (Foto: Istimewa)

JOMBANG, SATUHARAPAN.COM - Pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jombang, Andreas Kristianto menilai bahwa problem yang sedang dihadapi gereja dewasa ini sebenarnya gejala heterofobia (takut akan yang lain/liyan), entah bersinggungan dengan sesuatu yang berbeda baik suku, agama, ras, dan golongan bahkan orientasi seksual.

“Takut akan ‘keluasan’ karena lebih senang berada dalam ‘dunia kita’ yang sempit, awalnya prasangka buruk, stigma negatif dan akhirnya membenci keberadaan mereka yang liyan tersebut,” kata Andreas Kristianto.

Hal itu dikatakan Andreas Kristianto pada perayaan ulang tahun GKI Jombang ke-58 dalam diskusi teologia (pemahaman Alkitab) bertajuk “Menjadi Gereja Bagi Yang Liyan”, di GKI Jombang Jawa Timur, Rabu (27/5). Diskusi ini dihadiri kurang lebih 50 jemaat GKI Jombang dan beberapa rekan lintas iman yang berada di Jombang.

“Kami menyadari bahwa gereja hadir bukan untuk dirinya sendiri, tetapi hadir bagi yang liyan (sesama),” kata Pendeta GKI Jombang itu.

Sementara itu, Aan Ansohori, direktur lembaga Interfaith and Cultures Studies (Infictus Jombang) mengatakan bahwa liyan difokuskan kepada kelompok yang kerap terstigma minor, yakni kumpulan individu dengan identitas gender dan orientasi seksual yang dianggap berbeda dari kebanyakan, secara khusus LGBT (lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).

“GKI Jombang berani untuk menyandingkan isu agama dan isu pembelaan LGBT, itu bukanlah pekerjaan yang mudah, jika tidak kuat, bisa ‘tumbang’ di tengah jalan,” kata Aan.

Bagi Aan, ini adalah sebuah terobosan bagaimana gereja terbuka dan hadir bagi yang liyan. “Tanpa disadari, ini menjadi momentum gereja untuk tidak terjangkiti virus homofobia dan transfobia,” kata dia.

“Ujungnya adalah apakah kita yang bukan korban masih punya keberanian untuk memperjuangkan hak-hak yang terdiskriminasi, termasuk LGBT,” tegas Aan.

Selanjutnya, Cecez Kamesha, pegiat LGBT mengatakan bahwa kami adalah makhluk ciptaan Tuhan, sama-sama manusia, kami juga butuh kasih sayang dari yang lain.

“Apabila semua manusia saling mengasihi, dunia ini menjadi indah, janganlah “mendegradasi” harkat dan martabat kami sebagai manusia,” kata Cecez.

Diskusi teologia ini diakhirinya dengan doa bersama supaya umat manusia mempunyai belas kasihan, yang membawa individu memiliki kerelaan, penerimaan, dan keterlibatan. Kerelaan terkait dengan hati yang tulus untuk berbagi dengan yang liyan, penerimaan sebagai tindakan menyediakan tempat bagi yang liyan, dan keterlibatan dengan mau mengambil bagian dalam kehidupan yang liyan.

GKI Jombang di tahun 2015 telah mencapai usia 58 tahun. Dalam perjalanannya yang tidak lagi muda, GKI Jombang terus mendewasakan diri dan memiliki misi untuk menyentuh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan isu sosial kemasyarakatan yaitu pendidikan (sekolah Petra), kemiskinan dan ketidakadilan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home