Loading...
BUDAYA
Penulis: Tjhia Yen Nie 07:15 WIB | Senin, 23 Desember 2019

I Go Where the Inspiration Leads Me

Nate Qi: Antara New York dan Jakarta
Foto: dok pribadi.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jumat, 20 Desember 2019, adalah hari yang bersejarah dalam perjalanan musik Jonathan Koe, yang dikenal dengan nama Nate Qi. Untuk pertama kalinya Nate Qi mengadakan konser musik yang bertajuk Nate Qi: Live in Jakarta, bertempat di Studio ICANSTUDIOLIVE.  Pemusik dan penggubah lagu yang memproduksi lagu-lagunya sendiri ini tampil dengan menggunakan piano akustik yang dimainkannya.

Aura haru mengharu biru ruangan konser, saat ayahnya, Henry Koenaifi, yang berkarir di bidang ekonomi, pada akhir acara mengungkapkan betapa dia bangga pada perjuangan anaknya dalam memilih jalan hidupnya. “Saat SMA dia mengatakan mau sekolah musik, saya menjawabnya dia harus mendapatkan nilai bagus dulu. Dia menunjukkannya, mendapatkan nilai tertinggi.  Demikian juga saat dia mengatakan memilih untuk berkarir di Amerika, saya mengatakan agar dia kuliah lagi di bidang ekonomi, dan dia pun lulus dari Columbia University. Namun, musik sudah menjadi nafas hidupnya. I’m proud of you, Jonathan!”

Berikut wawancara Redaksi Satuharapan dengan Nate Qi:

 

Red: Mengapa kamu memilih menjadi seorang penyanyi?

Nate Qi: Sejujurnya, saya tidak yakin bahwa saya pernah memilih jadi penyanyi. Dari sejak kecil, panggilan musik dan seni selalu mengalir kuat dalam diri saya. Saat sekolah, mata pelajaran favorit saya selalu berhubungan dengan seni—baik seni rupa, sastra, maupun musik. Saya ingat waktu di SD kelas 4, ada sebuah pentas drama Natal dan saya kepingin sekali untuk mendapat bagian menyanyi solo. Pada masa SMA, saya juga sempat memainkan peran Rolf dalam pementasan drama musikal Sound of Music.

Pada saat bersamaan, saya juga mendalami studi piano saya dengan serius. Saat itu, kebanyakan pujian yang saya dapat dari orang sekitar adalah untuk permainan piano saya, bukan suara saya. Hal itu mendorong saya untuk lebih mendalami jalan karier yang lebih masuk akal, yaitu sebagai pianis yang berkecimpung di dunia musik klasik. Pada umur 17, saya diterima studi piano klasik di Manhattan School of Music, tetapi pada akhir waktu studi, saya merasa terpanggil untuk menulis lagu. Sebagai artis, tugas saya adalah untuk menuruti panggilan inspirasi dan mencari jalan terbaik untuk mewujudkan visi artistik itu. I go where the inspiration leads me. Saat ini, panggilan itu adalah untuk mendalami dan mengekspresikan perasaan dan pengalaman saya melalui lagu yang saya tulis dan nyanyikan sendiri.

 

Red: Apa keistimewaan pada acara Live in Jakarta? Apakah di New York menggunakan format yang sama saat konser?

Nate Qi: Setelah merilis album Elementary Love di New York bulan Maret lalu, saya mendapat kesempatan memainkan material dalam album ini di berbagai venue di New York. Saya termasuk tipe musisi yang selalu haus bereksperimen. Melalui setiap konser, saya selalu mencari format dan bentuk yang menantang untuk membantu proses saya bertumbuh sebagai musisi. Melalui proses ini, saya belajar bahwa salah satu hal terpenting sebagai penggubah lagu dan performer adalah untuk menyajikan lagu dengan cara yang paling terasa authentic dan jujur. Saat musik dikemas dengan cara yang jujur dan apa adanya, pendengar bisa melupakan bahwa ada penggubah lagu dan performer. Yang mereka akan lihat adalah pengalaman mereka sendiri, terpantul melalui cermin musik kita.

Dalam acara ini, saya mainkan lagu-lagu, baik yang ada di album Elementary Love maupun yang baru, hanya dengan iringan piano dan vokal saya sendiri. Tujuannya adalah untuk mengajak pendengar kembali ke momen di mana saya menulis lagu-lagu ini. Biasanya, saya menulis lagu di sebuah ruangan sendirian, hanya bersama piano dan iPhone yang saya gunakan untuk merekam lagu. Fokus utama saya saat menulis lagu adalah paduan antara lirik dan melodi. Kombinasi keduanya harus menggambarkan perasaan atau pengalaman yang ingin saya kemukakan. Tanpa bantuan instrumen lain, pendengar akan bisa menikmati lagu-lagu ini tanpa bumbu—langsung ke inti emosional lagu. Selain itu, saya juga berkesempatan untuk menyuguhkan dua lagu yang saya tulis bersama adik saya, Sharon Koe. Konser ini spesial karena Sharon hadir dan bisa menyanyikan kedua lagu ini bersama saya. Saya harap acara ini bisa menjadi pengalaman yang spesial untuk pendengar.

 

Red: Antara Jakarta dan New York, apa kesan yang mendalam di dua kota tersebut?

Nate Qi: Saya lahir dan dibesarkan di Jakarta untuk sekitar 17 tahun. Setelah itu, saya merantau ke New York dan selama 12 tahun terakhir, basis saya di New York. New York sudah menjadi second home untuk saya. New York adalah kota yang penuh kesibukan dan energi. Kebanyakan lagu yang ditulis untuk Elementary Love terinspirasi memori saya di berbagai tempat di New York. Contohnya, musim gugur di Central Park menjadi setting lagu Collide  atau subway di New York menjadi setting lagu First Love.

Sementara itu, Jakarta adalah ”kota halaman” di mana saya lahir dan dibesarkan. Seperti New York, Jakarta adalah kota yang pluralis dan ada banyak sisi dari kota ini. Sebagai manusia, menurut saya selalu ada banyak memori dan asosiasi, baik positif maupun negatif, mengenai tempat asal usul kita. Sering kali, asosiasi ini sangat intens untuk kampung halaman kita. Home is always bittersweet, because life is bittersweet. Salah satu lagu yang saya mainkan malam ini adalah lagu baru yang saya tulis baru-baru ini, berjudul Jakarta. Lagu ini adalah love letter saya untuk kota ini. Inspirasinya dimulai dari sajak sebuah puisi yang saya tulis saat mengalami pengalaman khas Jakarta yaitu menunggu macet di Jakarta. Dalam puisi itu, saya tulis “meet me where the skies are grey and the taxis blue” (=“Temui saya di kota di mana langit abu-abu dan taksi biru”). Dalam lagu ini, saya mencoba paparkan semua emosi yang saya rasakan saat mengingat Jakarta - nostalgia, cinta, harapan, kepahitan, dan melankoli. Salah satu pelajaran penting dalam hidup kita di dunia adalah bagaimana bisa menerima dan merasakan dualitas perasaan kita. Saya pernah dengar pepatah bahwa love is pain and pain is love. Inilah sentimen yang ingin saya gambarkan dalam lagu ini. 

 

Red: Apakah setiap lagu yang kamu buat selalu mengisahkan tentang pengalaman pribadi?

Nate Qi: Semua lagu yang saya pernah tulis mengisahkan emosi yang saya pernah alami. Dalam album Elementary Love memang semua lagu terinspirasi pengalaman pribadi, sementara beberapa lagu baru yang saya tulis, fokusnya lebih terhadap perasaan dan kadang detilnya imajiner. Tapi, perasaan yang dialami selalu perasaan yang pribadi.

Lagu-lagu yang saya tulis juga menjadi guru dalam hidup saya. Kadang, inspirasi saya menulis lagu bisa jadi sebuah kejadian dalam hidup saya. Tapi setelah saya tulis dan apalagi setelah mulai perform lagu tersebut, makna lagu mulai berubah. Salah satu contohnya adalah lagu Constant Force yang ada di album Elementary Love. Lagu ini saya tulis saat magang di Singapore. Saat itu, saya sedang nonton interview dengan Lykke Li di YouTube, lalu dia cerita bahwa saat menulis albumnya I Never Learn, dia terus mengingatkan dirinya untuk “write from where it hurts the most” (menulis dari rasa sedih yang terdalam). Perkataan itu sungguh menggugah saya dan saya mulai menulis lagu mengenai bagaimana cinta sejati adalah kemampuan mencintai dari rasa sakit dan sedih yang terdalam. Melalui perjalanan memainkan lagu ini bagi pendengar, saya sadar bahwa salah satu makna lagu ini bagi saya pribadi adalah cinta Oma saya untuk semua orang dalam hidupnya. Oma adalah salah satu orang yang paling penuh kasih yang pernah saya temui dalam hidup ini. Walaupun beliau sudah tiada selama 15 tahun, kami semua masih merasakan kasih sayangnya dalam hidup kami. Saat seseorang memberikan kasih yang begitu dalam, wujudnya akan selalu nyata dalam hidup kita karena cinta dapat mengubah cara kita melihat dunia dan orang sekitar. Dengan kata lain, kepribadian kita semua dibentuk oleh kasih sayang yang pernah kita terima. Oma mungkin tidak bersama kami lagi, tapi untuk konser Jumat lalu, saya dedikasikan lagu ini untuk Oma saya yang tidak sempat mendengar saya menggubah dan memainkan musik di dimensi ini. 

 

Red: Mengapa lagu yang dibawakan terkesan lembut, apakah ini menjadi ciri khas?

Nate Qi: Mungkin juga. Saya tidak pernah terlalu banyak menganalisa style musik saya karena tujuan utama saya adalah menangkap dan menggambarkan perasaan terdalam saya. Mungkin terdengar slow dan lembut karena saya percaya bahwa pengalaman sedih dan buruk pun bisa menjadi guru yang mengajarkan kita untuk hidup dengan lebih penuh iman dan kasih sayang. Dari pengalaman saya, tanda bahwa saya sudah ‘lulus’ dari kesulitan yang saya alami bukanlah bahwa pengalaman tersebut sudah berlalu, tetapi bahwa pengalaman tersebut sudah menyembuhkan hati saya, mengembalikan kelembutan dalam hati saya sekaligus memberikan kekuatan untuk terus mencari dan menjalani panggilan saya. 

 

Red: Apa harapan kamu dengan lagu-lagu yang kamu nyanyikan?

Nate Qi: Harapan saya adalah bahwa musik ini bisa menjadi sahabat bagi para pendengar. Dibesarkan dalam tradisi iman Kristen, ada sebuah ayat yang menjadi paduan dalam perjalanan saya, “Live the life worthy of the calling you have received” (Eph. 4:1). Semua seniman punya panggilan unik mereka sendiri. Harapan saya melalui lagu yang saya tulis dapat menghapus stigma bahwa kesedihan adalah musuh kita. Kesedihan dan kekecewaan bisa menjadi guru yang paling efektif dalam pertumbuhan hidup dan iman kita, jika kita mau gunakan pengalaman ini untuk merefleksikan situasi yang ada dan belajar berserah dalam proses pertumbuhan yang kadang menyakitkan. Musik dan seni adalah medium yang sangat powerful untuk membantu kita memproses dan merefleksi pengalaman hidup kita. Saya harap melalui proses merefleksikan hidup saya dan membagikan hasilnya dengan para pendengar, mereka juga bisa terinspirasi untuk merefleksikan hidup mereka sendiri.

Perjalanan saya sendiri adalah work in progress. Saya yakin bahwa perubahan akan selalu terjadi sampai nafas terakhir kita. Dalam 30 tahun, mungkin saya masih menulis lagu, mungkin juga tidak, tapi saya yakin bahwa panggilan ini akan ikut berkembang bersama saya. Mungkin mediumnya akan berubah, tapi misinya akan selalu sama. 

 

Red: Bagaimana pembaca bisa mendapatkan lagu-lagu Nate Qi?

Nate Qi: Pembaca bisa dengar album saya melalui link ini di berbagai platform - Spotify, Apple Music, CD Baby, YouTube. Saat ini saya dalam proses menulis materi untuk album berikutnya, jadi ada beberapa lagu dalam konser Jumat lalu yang belum dirilis. Pembaca bisa berkomunikasi melalui DM Instagram saya @nate_qi atau melalui email nateqimusic@gmail.com. Saya mencoba gunakan akun Instagram juga untuk menulis refleksi saya mengenai hidup dan perjalanan pribadi saya, bukan hanya untuk share mengenai sarapan. Bagi yang ingin mengikuti proses saya bertumbuh sebagai musisi dan manusia, boleh follow saya juga di Instagram. Untuk mengikuti perjalanan musik yang saya rilis, bisa follow di Spotify juga. 

LINKS: 

Album: https://ffm.to/nate_qi_elementary_love

Collide: https://ffm.to/nate_qi_collide

First Love: https://ffm.to/nate_qi_first_love

Constant Force: https://ffm.to/nate_qi_constant_force

 

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home