Loading...
RELIGI
Penulis: Endang Saputra 10:19 WIB | Senin, 06 April 2015

“Islam yang Merobohkan Kakbah”

“Islam yang Merobohkan Kakbah”
Tokoh sufi KH. M. Luqman Hakim Ph.D dalam sebuah diskusi antar-iman di Flinders University Adelaide, Australia, Kamis (2/4) sore. (Foto-foto: Ketua PCI NU Adelaide Tufel Musyadad)
“Islam yang Merobohkan Kakbah”
Dalam diskusi yang digelar oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) cabang Flinders, PPIA cabang South Australia, dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU ANZ) serta menghadirkan narasumber pendeta Ellia Maggang (Kristen) dan Romo Amatus Budiharto (Katholik), kiai Luqman, pengasuh majalah Cahaya Sufi dan Sufinews.com.

AUSTRALIA, SATUHARAPAN.COM – Mencederai perbedaan sama artinya dengan merobohkan Kakbah. Demikian disampaikan tokoh sufi KH. M. Luqman Hakim Ph.D dalam sebuah diskusi antar-iman di Flinders University Adelaide, Australia, Kamis (2/4) sore. Menanggapi banyaknya problem kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terjadi di Indonesia yang kerap melibatkan kelompok yang mengatasnamakan Islam.

Dalam diskusi yang digelar oleh Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) cabang Flinders, PPIA cabang South Australia, dan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU ANZ) serta menghadirkan narasumber pendeta Ellia Maggang (Kristen) dan Romo Amatus Budiharto (Katholik), kiai Luqman, pengasuh majalah Cahaya Sufi dan Sufinews.com, menjelaskan.

“Umat Islam yang melakukan kekerasan karena menentang perbedaan bukan saja mengingkari piagam Madinah yang menjunjung tinggi perbedaan keyakinan, tetapi juga berarti merobohkan Kakbah,” kata luqman dalam kerangan pres yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Senin (6/4).

Kiai Luqman pun memaparkan alasannya, “Sebab, di depan kesucian Kakbah Nabi Muhammad berpidato kepada seluruh penduduk Mekah yang tidak hanya terdiri dari umat Islam menegaskan: kalian semua adalah keluarga Tuhan.”

Maka konsekuensi dari prinsip pidato Nabi adalah, kata kiai yang sekaligus seniman kaligrafi ini, apabila terjadi pengrusakan dan perobohan gereja yang dilakukan kelompok yang mengaku beragama Islam, maka wajib bagi umat Islam untuk kembali mendirikan gereja.

Mewakili Katolik Romo Budi mendorong agar iman menjadi praksis dalam interaksi sosial supaya tercipta damai dalam perbedaan.

Sementara pendeta Ellia Maggang yang tengah menempuh master bidang teologi di Flinders University sangat menyayangkan manifestasi dari semangat Bhinneka Tunggal Ika yang sekadar menekankan kesatuan.

“Filosofi dari semboyan bangsa Indonesia ini lebih diarahkan kepada penyeragaman. Akibatnya perbedaan yang menjadi fakta Indonesia banyak mendapat persoalan,” kata dia.

Untuk itu, pendeta dari Kupang ini membagi refleksi imannya: berteologi hendaknya mampu menenggang kehidupan yang majemuk. Sebab, prinsip Trinitas dalam kekristenan meniscayakan kesatuan sekaligus perbedaan. Ketiganya bersifat setara dan terhubung dengan kasih. Trinitas adalah perbedaan yang bersatu dalam relasi kasih.

Ketua PCI NU Adelaide Tufel Musyadad mewakili panitia diskusi antar-iman menuturkan bahwa kehadiran kiai Luqman Hakim di Adelaide merupakan rangkaian dari safari sufi sang kyai yang dilakukan dengan berbagai diskusi, mengaji, dan bedah buku, yang sebelumnya diadakan di Melbourne dan Canberra.

Ia juga menyampaikan tujuan dari kegiatan-kegiatan kyai Luqman ini sejalan dengan semangat PCI NU ANZ untuk membumikan Islam di Australia. “Tidak bermaksud memaksa orang Australia masuk Islam, tetapi lebih untuk menghidupkan Islam agar ramah terhadap perbedaan (bukan Islam yang merobohkan Kakbah),” katanya.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home