Loading...
DUNIA
Penulis: Eben Ezer Siadari 13:03 WIB | Selasa, 03 Maret 2015

Jenderal Anti Islamis Diangkat Jadi Panglima Tentara Libya

Purnawirawan Mayor Jenderal Khalifa Haftar pada sebuah jumpa pers di kota Abyar, 70 km sebelah barat daya Bengahzi pada 17 Mei 2014 (Foto:dailymail.com)

TRIPOLI, SATUHARAPAN.COM – Seorang jenderal purnawirawan yang pernah memimpin serangan besar-besaran menghalau pejuang Islamis telah diangkat menjadi panglima tentara Libya yang loyal kepada parlemen negara itu yang diakui secara internasional.

"Saya telah memilih Mayjen Khalifa Belgacem Haftar untuk jabatan panglima tentara setelah mempromosikan dia menjadi letnan jenderal," kata Aguila Salah, ketua parlemen Libya yang diakui secara internasional, kepada AFP.

Libya telah banjir oleh senjata sejak pemberontakan yang menggulingkan diktator Moamer Kadhafi pada tahun 2011, dan milisi melakukan perlawanan untuk menguasai kota-kota dan kekayaan minyaknya.

Dailymail hari ini (3/3) melaporkan negara itu kini memiliki pemerintah dan parlemen yang saling bersaing. Pemerintahan yang diakui masyarakat internasional berkedudukan di sebelah ujung timur negara itu dan yang lainnya, yang memiliki kaitan dengan Islamis, berada di ibukota, Tripoli.

Sebuah babak baru dialog yang disponsori PBB untuk menyelesaikan krisis politik di negara itu direncanakan digelar Kamis ini (5/3) di Maroko, setelah parlemen sempat memutuskan menghentikan pembicaraan.

Penunjukan Haftar telah menimbulkan kekhawatiran gagalnya upaya utusan PBB ke Libya, Bernardino Leon, untuk memulai lagi dialog politik.

Kendati demikian, pada Senin malam, parlemen yang diakui secara internasional itu telah memutuskan untuk kembali ke perundingan yang ditengahi PBB itu, seminggu setelah mereka menangguhkan partisipasinya.

Legislatif yang didukung secara internasional telah menciptakan jabatan kepala militer di bawah undang-undang baru yang disahkan pekan lalu.

Seorang anggota parlemen mengatakan pada saat itu bahwa UU tersebut dibuat untuk "melegitimasi" Haftar, yang menyebut dirinya kepala Tentara Nasional Libya.

Juru bicara militer Kolonel Ahmed al-Mesmari mengatakan Haftar akan dilantik pada Selasa sebelum sidang parlemen.

Mei lalu, Haftar melancarkan serangan terhadap Islamis di timur negara itu, difokuskan pada kota kedua Benghazi, yang sempat membuat pemerintah menuduhnya mencoba melakukan kudeta.

Tapi setelah milisi Islam merebut Tripoli, menyusul sengketa pemilihan umum pada bulan Juni, pihak berwenang yang diakui secara internasional tersebut secara bertahap bersekutu dengan Haftar yang sebelumnya dipandang sebagai jenderal bandal yang haus kekuasaan.

Bulan lalu, mereka secara resmi meminta agar ia dan 129 perwira pensiunan lainnya kembali aktif.

Selain ketidak amanan sejak penggulingan Gaddafi, telah ada kekhawatiran di dalam dan luar Libya tentang upaya kelompok jihadis Islam, ISIS, untuk mendirikan markas di negara ini.

Pada hari Senin, dua warga sipil terbunuh di Benghazi dan 15 lainnya luka-luka dalam serangan roket pada  perumahan di tengah kota, kata seorang perwira militer.

Tugas Menakutkan

Masyarakat internasional menghadapi tugas yang menakutkan untuk menemukan solusi politik bagi krisis politik dan militer negara tanpa hukum itu.

Fajr Libya, sebuah koalisi milisi yang merebut Tripoli dan yang mendukung pemerintah saingan yang berbasis di ibukota, telah menolak setiap penyelesaian politik yang melibatkan Haftar.

Sebaliknya, Haftar menjuluki Fajr Libya, yang mencakup milisi moderat yang merupakan sayap militer dari Ikhwanul Muslimin Libya, sebagai kelompok teroris.

Tudingan Haftar itu tidak disepakati oleh banyak orang dan analis mengatakan bahwa Fajr Libya memiliki peran untuk perundingan yang diperantarai oleh PBB itu,

Negara-negara Barat juga tidak memiliki pandangan yang sama dengan Haftar dan percaya "ia menempatkan Islam moderat dan ekstremis yang di tas yang sama," kata seorang diplomat Barat.

Pada hari Senin Utusan PBB Leon melakukan pembicaraan bolak-balik dengan  dua parlemen yang saling bersaing untuk membujuk mereka melanjutkan pembicaraan mencari solusi atas krisis politik  yang terjadi.

Pekan lalu parlemen terpilih mengatakan tekanan Barat untuk memasukkan Islam dalam pemerintahan masa depan menjadi alasan bagi mereka untuk menangguhkan partisipasinya dalam pembicaraan yang ditengahi PBB.

Penangguhan itu terjadi beberapa hari setelah 40 orang terbunuh akibat bom mobil bunuh diri di kota timur Al-Qoba, yang diklaim dilakukan oleh NIIS.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home