Loading...
EDITORIAL
Penulis: Redaksi Editorial 08:41 WIB | Senin, 22 April 2013

Kartini dan Perjuangan Lintas Jender

RA Kartini (1808 -1904)

Hari Minggu (21/4) kemarin Indonesia, khususnya kaum perempuan memperingati jasa dan perjuangan Raden Ajeng Kartini. Dia seorang putri dan anak kelima dari bupati Jepara, Jawa Tengah, RM Adipati Ario Sosroningrat. Dia lahir pada 21 April 1808 di Mayong. Dia dikenal sebagai pejuang untuk membebasakan perempuan dari adat dan untuk mengembangkan diri seleluasa kaum pria.

Yang pantas disimak dari Kartini (1808 -1904) adalah keprihatinannya tentang kondisi perempuan di masa hidupnya. Arminj Pane, sebagai penyalin buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” mengungkapkan bahwa pada masa itu anak gadis tidak boleh menggunakan haknya jika hak laki-laki tersinggung. Kartini hanya boleh melakukan apa yang diizinkan oleh kakak laki-lakinya.

Kartini yang bersikap tegas akhirnya sering bertentangan dengan kakaknya. Namun demikian, pada umumnya kaum perempuan menerima kaeadaan tersebut. Itu sebabnya, dalam suratnya kepada Nyonya Zeehandelaar (23 Agustus 1900), Kartini mengatakan, “Mereka itu sudah biasa akan keadaan itu, sehingga tidak ada jahatnya lagi rasa hatinya.”

Kepahitan ini yang mendorong Kartini ingin memperjuangkan kaum perempuan dengan menyelenggarakan sekolah bagi perempuan. Dia juga mendapatkan beasiswa untuk belajar ke Berlanda untuk memperlengkapi usahanya di bidang pendidikan. Dua kali memperoleh persetujuan besasiswa, namun tidak terlaksana, karena dia harus menikah pada 8 November 1903.

Keprihatinannya ini yang dia tulis kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, terutama Ny. Abendanon yang dikenalnya ketika berkunjung ke Jepara pada 1900. Surat-surat itu yang mengungkap pergumulan Kartini dan pemikirannya. Buku yang memuat surat-surat tersebut, yaitu “Habis Gel;ap Terbitlah Terang” diterbitkan oleh Balai Pustakan pada 1922. Empat kali dicetak dan laku keras.

Kartini adalah sosok yang sangat maju pada masa itu. Armijn Pane, dalam pengantar buku tersebut, menulis bahwa pada tahun 1902 (semasa Kartini hidup-Red.) di seluruh Jawa dan Madura hanya ada empat bupati yang pandai menulis dan bercakap-cakap dalam bahasa Belanda. Mereka itu Bupati Serang, Bupati Ngawi, Bupati Demak dan Bupati Jepara. Dua yang terakhir adalah paman dan ayah Kartini.

Dalam situasi seperti itu, Kartini yang bisa menulis dan berkorespondensi dengan sahabat-sahabatnya di Belanda merupakan pertanda bahwa dia perempuan yang sangat maju pada zamannya. Armijn Pane pun memuji bahas Kartini yang indah yang membuat surat-suratnya itu enak dibaca, selain isinya yang sangat dalam.

Dalam perjuangannya, ada dua hal yang penting dicatat dari Kartini, yaitu pendidikan dan pemberdayaan. Kartini sangat gigih memperjuangkan kaum perempuan dalam masa perjuang yang relatif pendek. Pendidikan ini terutama justru dimaksudkan untuk memberikan wawasan yang luas bagi kaum perempuan agar mampu mengembangkan potensinya.

Dalam situasi kita sekarang, di mana pendidikan masih menghadapi masalah-masalah yang berat, pemikiran Kartini haruslah memperoleh perhatian. Kita sekarang dihadapkan pada situasi di mana nilai-nilai kehidupan yang harusnya mendasari penyelenggaraan pendidikan mulai rapuh. Pendidikan menjadi mahal, dan dan banyak menegasikan nilai-nilai seperti kesetaraan dan kejujuran.

Kartini melihat pendidikan adalah sarana yang ampuh untuk pengembangan setiap warga untuk memperoleh kesetaraan dan kemajuan. Upaya ini yang menjadi jalan emansipasi, khususnya perempuan pada masa itu, tetapi juga bagi semua.

Di sisi lain, pemberdayaan merupakan prinsip perjuangan Kartini. Dia bukan berpretensi untuk membebaskan perempuan, namun menjadi mitra untuk setiap perempuan membebaskan diri. Dia memperjuangkan pendidikan untuk pemberdayaan. Perempuan yang berdaya akan membebaskan dirinya.

Kutipan pada suratnya kepada Stella Zeenhandelaar berikut ini mencerminkan pemikirannya. “Pemerintah tidak akan sanggup menyediakan nasi di piring bagi semua orang Jawa... tetapi pemerintah dapat memberikan daya upaya supaya orang Jawa dapat mencapai tempat makanan itu ada. Daya upaya itu ialah pengajaran.

Pemikiran Kartini ini melampaui batasan jender dan waktu. Pada masa sekarang kita menyaksikan banyak hal yang justru melemahkan warga bangsa, seperti kaum petani dan nelayan serta masyarakat adat yang dilemahkan oleh keputusan pemerintah. Pemikiran Kartini ini haruslah menjadi teladan tentang semangat elite dalam memberdayakan masyarakat. Dalam hal ini perjuangannya tak terbatas pada kaum perempuan.

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home