Loading...
INSPIRASI
Penulis: Martin Lukito Sinaga 20:09 WIB | Selasa, 09 Mei 2017

Ketika Luka Kita Tergores

”... sungguh seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tanganKu…” (Yer. 18:6b)
Foto: bbcnews

SATUHARAPAN.COM – Yeremia adalah nabi dengan cinta dan solidaritas yang amat mendalam kepada bangsanya. Dan dengan hati sedemikianlah ia menginginkan keadilan dan kesetiaan terjadi di tengah-tengah bangsanya. Tetapi, rasa cinta yang sedemikian mendalam itu, membuatnya tertekan, saat bangsanya gontai pada 587 sM.

Di pihak lain, Yeremia tak bisa berpaling dari bangsanya itu, walau orang-orang di sekitarnya skeptis pada anjurannya: pentingnya mengupayakan kesetiaan dan keadilan sebagai cara untuk menyelamatkan bangsa. Malah, karena caranya itu, ia dianggap sebagai batu sandungan bagi bangsanya.

 

Bak Periuk

Namun demikian, Yeremia tetap tegar. Sapaan Tuhan kepadanya—”... sungguh seperti tanah liat di tangan tukang periuk, demikianlah kamu di tanganKu…” (Yer. 18:6b)—menjadi kenikmatan dan kegirangan yang luar biasa. Inilah yang menguatkannya. Walaupun karena kebenaran-Nya itu, Yeremia sering jadi bahan cercaan, olok-olokan dan orang-orang ingin menyingkirkannya.

Bagaimanapun juga, bagi Yeremia, lika-liku dan semua benturan itu, seperti sedang mendapat larik-larik dari jemari Sang Panjunan, agar tertempalah periuk yang tahan api.

Sebagaimana Yeremia, kita warga negara beriman yang tinggal di Jakarta—kita yang mendukung cara kerja berkeadilan Basuki ”Ahok” Tjahaja Purnama—kiranya juga bisa menerima benturan karena periuk sedang dibentuk. Tuhan sesungguhnya mirip Sang Panjunan, menggoreskan larik-larik di tengah hidup kita yang seperti tanah liat ini.

 

Mendalami Luka

Oleh karena itu—ketika luka kita tergores—perlulah kita lebih mendalami goresan atau larikan yang terjadi pada hidup kita; juga dalam diri sebagian umat atau bangsa kita yang secara gamblang terlihat pada kekalahan lalu Ahok pasca-Pilkada April 2017 dan kini vonis majelis hakim pada 9 Mei 2017.

Filsuf Paul Ricoeur banyak memikirkan kejatuhan dan kepedihan bahkan derita seseorang akibat niat jahat pihak lain. Ricoeur menuturkannya secara simbolik dan subtil. Dari kisah Alkitab tentang kejatuhan Adam misalnya, memang banyak hal bisa diasalkan pada manusia yang telah bertindak sendiri. Adam pada akhirnya melakukan semuanya itu atas kehendaknya, dan kepadanya terjadilah benturan dan pengusiran.

Tetapi, terkait kejatuhan manusia dan akibat yang harus ditanggungnya, Alkitab juga memiliki reaksi lain, yaitu ratapan. Di sini memang, demikian Ricoeur, terasa ada yang tak bisa kita jelaskan dengan tuntas tentang kejatuhan kita sendiri. Ratapan memperlihatkan dengan jelas bahwa seseorang sepertinya tidak memiliki cukup penjelasan atas semua yang terjadi atasnya, bahwa yang menimpa dirinya tidak bisa lagi semata-mata diasalkan sebagai sebab-akibat saja.

 

Siap Melangkah

Dan ketika bertanya—atas derita dan kejahatan yang menimpa dengan seruan—”Why Ahok, me or someone else? serasa buntu pikiran kita. Jika demikian, jawaban atas pertanyaan itu perlulah, selanjutnya juga, berdimensi praktis. Dengan kata lain: sekalipun benturan dan derita itu besar, kesegeraan kita menemukan cara mengatasinya menjadi jalan terbaik.

Usaha untuk meminta penjelasan atau keadilan ilahi atas derita dan benturan yang menimpa ini tentu bertujuan memuaskan rasionalitas kita semata. Namun, kita tahu bahwa tak ada penjelasan yang memadai dan total tentang derita dan luka yang menimpa kita.

Dan karena itu, tampaknya sikap praktis sajalah yang paling mungkin. Sikap melangkah terus berjalan, dan menemukan larik-larik baru yang tengah ditorehkan oleh kehidupan dan Sang Panjunan kepada periuk—juga kita—agar tahan api.

Kita pun—juga sebagian warga Jakarta yang sulit memahami vonis majelis hakim atas Ahok—agaknya perlu mengambil waktu untuk meratap, dan sekarang mungkin kita masih meratap. Tetapi, sebagai orang beriman kiranya hati dan pikiran kita tetap terbuka, dan tidak jatuh dalam melankoli. Janganlah menutup semua kemungkinan baru dari-Nya! Sebab kita adalah tanah liat di tangan Sang Pembuat Periuk! (Diolah ulang dari tulisan pada Manna Harian GKPI, edisi Mei 2017)

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

 

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home