Loading...
RELIGI
Penulis: Eben Ezer Siadari 05:10 WIB | Rabu, 22 Oktober 2014

Ketua STT Jakarta Gunduli Rambut Rayakan Pelantikan Jokowi

Joas Adiprasetya dengan kepalanya yang plontos merayakan pelantikan Jokowi. (Foto: akun facebook Joas Adiprasetya)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Joas Adiprasetya, menunaikan janjinya untuk menggunduli rambut merayakan dilantiknya Joko Widodo sebagai presiden ke-7 Indonesia. Kepalanya yang plontos terlihat menghiasi akun facebook-nya sejak Senin (20/10) dan ramai dikomentari oleh teman-temannya.

Ini merupakan kedua kalinya doktor teologi lulusan School of Theology, Boston University, Massachusetts, ini memotong ludes rambutnya dalam tiga bulan terakhir. Agustus lalu, ia juga melakukan hal serupa menyambut kemenangan Jokowi di Mahkamah Konstitusi.

“Ini spontan saja. Namun, sebenarnya sekaligus saya ingin menunjukkan bahwa kegembiraan dan rasa syukur tidak perlu ditutup-tutupi demi citra yang superfisial (istilah anak muda: jaim). Saya sebenarnya juga ingin mengirim pesan kepada para mahasiswa untuk berani mengekspresikan diri tanpa harus memperhitungkan secara berlebihan imej sosial,” kata Joas, ketika kepadanya ditanyakan apakah ada alasan filosofis dan alasan teologis dalam ‘kaul’nya untuk menggunduli rambut.

Joas mengakui sudah lama tidak menggunduli rambut. Kemenangan Jokowilah yang membuat dia memperoleh ide nekad ini “Saya pernah satu kali gundul, yaitu ketika naik dari tingkat 1 ke tingkat 2 di STT Jakarta. Tepatnya tahun 1989. Banyak teman setingkat yang juga gundul. Sejak itu tidak pernah lagi, sampai dengan ketika Jokowi menang namun terhalang hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK),” kata pendeta yang melayani di jemaat GKI Pondok Indah ini, dalam jawaban tertulisnya kepada satuharapan.com (21/10).

Menurut dia, saat  proses hukum sengketa Pilpres  di MK masih berlangsung, ia mengutarakan niatnya kepada istri bahwa apabila Jokowi menang di MK, ia akan menghabisi rambutnya. "Dan ternyata benar. Maka saya menggunduli kepala saya malam hari setelah pengumuman MK. Padahal hari itu bertepatan dengan STT Jakarta menjadi tuan rumah sebuah acara CCA (Christian Conference of Asia),” kisah ayah dari tiga orang putera ini.

“Saya sebenarnya memanfaatkan antusiasme istri yang sejak dulu tidak suka saya gundul. Namun, karena dia sangat mengidolakan Jokowi, kali ini dia tidak berkeberatan sama sekali. Lalu, setelah mengalami nyamannya gundul, saya berjanji akan gundul lagi pada hari Jokowi dilantik menjadi presiden ke-7 RI,” kata Joas.

Sejak dimulainya kampanye Pilpres, Joas secara terbuka menunjukkan dukungannya kepada Jokowi. Melalui akun facebooknya, ia beberapa kali menulis status yang terang-terangan bersimpati kepada mantan Walikota Solo itu.

Menurut dia, ada dua hal paling mendasari dukungannya. “Pertama, karena saya sangat khawatir jika Prabowo menjadi presiden. Banyak sekali gramatika berpolitik Prabowo yang bertentangan dengan idealisme politis saya, selain juga kemenangan Prabowo (seandainya menang) akan menjadi monumen pelupaan sejarah Indonesia,” kata dia.

Alasan ini hanya awal.  Sebab kemudian, ia juga menemukan alasan kedua yang memperkuat pilihannya kepada Jokowi, yaitu pengharapan. “Bangsa ini membutuhkan pengharapan yang menubuh dalam diri Jokowi. Sosok ini sama sekali tidak sempurna. Namun ia mampu menghadirkan pengharapan orang-orang kecil."

Ia menambahkan,  mungkin saja dalam lima tahun ke depan pengharapan tersebut ternyata juga tidak sebaik yang ada sekarang. "Namun itu tak jadi soal, setidaknya buat sekarang. Yang terpenting, hari ini rakyat Indonesia memiliki pengharapan yang datangnya bukan dari seberang sana, bukan dari sekelompok elit yang jauh dari mereka, namun dari antara mereka sendiri,” kata Joas.

Ketika ditanya apa harapannya dari pemerintahan Jokowi, khususnya dalam kehidupan beragama di Tanah Air, Joas berusaha bersikap realistis.  “Saya pribadi tidak memimpikan perubahan besar yang kasatmata dalam waktu dekat, sebab persoalan Indonesia sudah sangat struktural dan kronis. Yang saya harapkan lebih pada kejujuran yang konsisten dalam melawan korupsi serta penghargaan yang otentik pada perbedaan (agama, suku, dan sebagainya),” tutur dia.

“Bagi saya, jika dua hal ini membudaya, maka yang lainnya akan mengikuti belakangan. Singkatnya, perubahan kultural jauh lebih penting dan mendahului perubahan struktural. Dan mungkin inilah yang ingin dicapai oleh Jokowi melalui lema revolusi mental,” kata dia menutup perbincangan.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home