Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 00:49 WIB | Rabu, 30 Desember 2015

Krakatau Steel Dukung Kebijakan SNI Pemerintah

Ilustrasi. Menteri Perdagangan RI Thomas Lembong (kiri) dalam konferensi pers di Auditorium Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, hari Selasa (22/12). (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – PT Krakatau Steel Tbk (Persero) menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah untuk memperketat pemberlakukan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib dan menetapkan harga tarif minimum impor produk baja.

"Langkah ini akan berdampak positif bagi produsen baja nasional untuk meningkatkan utilisasi pabrik sehingga mengurangi kerugian yang sangat besar," kata Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk (Persero), Dadang Danusiri di Jakarta, Selasa (29/12).

Dadang mengatakan pengelolaan impor baja penting dilakukan mengingat kelebihan pasok (oversupply) baja dunia yang sangat besar.

Tahun ini, World Steel Dynamics memperkirakan kelebihan pasokan baja dunia akan mencapai 400 juta ton tahun 2015 dan Tiongkok berkontribusi 178 juta ton.

Permintaan baja Tiongkok turun sebesar 7,5 persen di bulan Juli 2015, merupakan penurunan terbesar sejak krisis finansial 2008, sedangkan untuk tahun ini diperkirakan turun sebesar 3,4 persen (YoY).

Akibatnya, produsen baja di negara itu mengalihkan fokus ke pasar internasional, yang ditunjukkan oleh kenaikan ekspor baja Tiongkok sebesar 32,1 persen (YoY) di September 2015 dan menyebabkan berlanjutnya kondisi oversupply di pasar global, sehingga berdampak pada turunnya harga pasar.

"Pasar baja dunia saat ini berlomba-lomba membuat barrier untuk menghambat impor yang akan menghancurkan industri baja domestik mereka. Oversupply menyebabkan jatuhnya harga baja dunia, dan peningkatan ekspor yang luar biasa menyebabkan produsen baja lokal di seluruh dunia mengalami kerugian dan meminta perlindungan kepada masing-masing Pemerintahnya," katanya.

Sebagai contoh, lanjut dia, produsen baja di Amerika Serikat, Uni Eropa, Korea, Australia, Malaysia, Thailand, dan India telah mendapatkan perlindungan dari pemerintahnya dengan berbagai instrumen perlindungan perdagangan.

Dadang melanjutkan jika kondisi oversupply terus terjadi, industri baja domestik akan semakin merugi. Output ekonomi nasional akan mengecil dengan digantikannya produk domestik oleh produk impor dan akan menyebabkan pemutusan hubungan kerja puluhan bahkan ratusan ribu orang baik tenaga kerja secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Dadang impor baja tidak hanya datang dari negeri Tiongkok, melainkan juga datang dari Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam. Baja dari Jepang dan Korea Selatan banyak masuk ke pasar domestik untuk flat product baik itu Hot Rolled Coil (HRC) maupun Cold Rolled Coil (CRC), dan baja impor Tiongkok masuk dalam bentuk long product, sementara produk baja hilir dari Tiongkok dan Vietnam, ungkap Dadang.

Sebelumnya, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronik Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, saat ini banyak ditemukan pelanggaran SNI yang sudah melampaui batas sehingga perlu tindakan tegas.

"Tidak terpeliharanya keseimbangan supply-demand dan produk baja impor yang semakin murah dan saat ini produk domestik hanya mendapatkan pangsa sebesar 40 persen dari pasar domestik, padahal produsen lokal dapat memasok 70 persen pasar domestik," tambah Putu.

Putu menambahkan, selain memperketat pelaksanaan SNI, pemerintah tengah melakukan kajian untuk opsi tambahan mengamankan harga baja dalam negeri, yaitu dengan penetapan batas minimum harga baja impor yang masuk ke Indonesia seperti yang sudah dilakukan di India.

"Jika peraturan ini diberlakukan, baja dengan harga di bawah batas tidak dapat masuk ke Indonesia. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk menjaga iklim industri baja tetap kondusif, karena menjaga daya saing industri menjadi prioritas kami," tambah Putu. (Ant)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home