Loading...
HAM
Penulis: Wim Goissler 07:01 WIB | Jumat, 07 April 2017

LP3BH: Intimidasi Kantor Fransiskan di Papua Langgar HAM

Foto yang merupakan dokumen SKPKC Jayapura, yang ditampilkan oleh Tabloid Jubi, dengan keterangan bahwa orang-orang berpakain preman yang diduga intel tampak memotret di pelataran Kantor SKPKC Fransiskan, Jayapura, saat Dubes Belanda berkunjung dan menemui aktivis Papua (Foto: Dok SKPKC)

JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM - Tindakan sejumlah aparat yang diduga intelijen dari institusi keamanan negara dengan cara "mendatangi" dan "memasuki" tanpa ijin halaman bahkan ruangan kantor Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransiskan di Jayapura merupakan tindakan intimidasi yang jelas-jelas melanggar amanat Deklarasi Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) tanggal 9 Desember 1998.

Tindakan itu merupakan elanggaran paling serius terhadap pasal 1 dari deklarasi tersebut tentang hak Pembela HAM untuk mewujudkan perlindungan dan realisasi HAM, baik pada level nasional maupun internasional.

Hal ini dikatakan oleh Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy dalam siaran pers yang diterima satuharapan.com.

Hal itu juga, lanjut dia, melanggar ketentuan pasal 2 dari deklarasi Pembela HAM, yaitu hak Pembela HAM untuk melakukan kerja-kerja HAM baik secara individu maupun dalam organisasi dengan individu lain.

Tabloid Jubi sebelumnya melaporkan  keluhan Direktur SKPKC Fransiskan, Yuliana Langowuyo, tentang kinerja aparat keamanan yang menurutnya sangat mengganggu pertemuan antara aktivis HAM Papua dengan Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Indonesia di Kantor SKPKC Fransiscan, Sentani-Kabupaten Jayapura, Selasa (4/4/2017) lalu.

Menurut Yuliana, Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Rob Swartbol, saat berkunjung ke kantor SKPKC Fransiskan Papua, tidak hanya dikawal oleh polisi dengan pakaian resmi (sesuai prosedur) tetapi juga orang-orang berpakaian preman yang masuk ke area Kantor SKPKC dan melakukan "gerakan-gerakan" yang tidak perlu.

"Banyak orang berpakaian preman, yang kami duga itu intel, datang. Kami merasa tidak nyaman, karena itu pertemuan tertutup. Mereka ada di belakang dan samping sekretariat, juga duduk di aula kami," kata Yuliana.

Menurut Yuliana, orang-orang yang diduga intel ini jalan berkeliling area kantor, berusaha masuk dari pintu yang sudah ditutup, memotret dan mendatangi kantor lagi pada waktu malam.

"Saat mereka datang malam hari, mereka tanya-tanya kepada yang jaga kantor. Mereka tanya pertemuan tadi soal apa, tanya alamat email dan nomor kontak aktivis yang bertemu dengan duta besar juga," jelas Yuliana.

Yan Christian mengatakan Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ikut terikat pada Deklarasi pembela HAM tersebut karena sudah diadopsi oleh Majelis Umum PBB (UN General Assembly) pada tanggal 9 Desember 1998 dengan resolusi nomor 53/144.

Di dalam deklarasi tersebut, kata dia, ditegaskan bahwa adalah hak dan tanggung jawab setiap orang, baik sendiri-sendiri maupun dalam suatu kelompok, untuk memajukan dan berjuang melindungi dan mewujudkan HAM dan menyelamatkan demokrasi, baik pada level nasional maupun internasional.

Orang-orang yang yang melaksanakan hak dan tanggung jawab dalam deklarasi inilah yang disebut Human Rights Defenders (Pembela HAM).

Adapun pada konteks nasional di Indonesia juga sudah diakui dan diakomodir hak-hak tersebut pada pasal 27, pasal 28, dan pasal 28 A hingga pasal 28 I Undang Undang Dasar 1945 serta ditegaskan kembali pula di dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yaitu pada pasal 30 yang berbunyi : ..."setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

Berkenaan dengan itu, LP3BH  mengutuk tindakan tidak terpuji dan melawan hukum tersebut seraya meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah tegas melalui Panglima TNI dan Kapolri serta pimpinan badan-badan intelijen negara, untuk menindak perilaku tidak profesional dari aparat intelijennya yang sudah menimbulkan ketidaknyamanan dan mengganggu kerja-kerja Pembela HAM di SKPKC Fransiscan Papua tersebut.

Tindakan semacam ini, kata dia, sudah berulang kali dilakukan oleh aparat intelijen terhadap segenap Pembela HAM  baik di Papua maupun Papua Barat.

LP3BH turut mendesak agar Dewan HAM PBB yang berkedudukan di Jenewa-Swiss dapat segera meminta Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo untuk dapat mengundang kehadiran Pelapor Khusus tentang Pembela HAM untuk masuk dan melakukan investigasi di Tanah Papua dalam tahun 2017 ini

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home