Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 06:19 WIB | Selasa, 18 Februari 2014

Masyarakat Belum Sepenuhnya Percaya Parpol

Diskusi bertema Dana Kampanye di Musim Pemilu digelar oleh Komunitas Jurnalis Peduli Pemilu dihadiri oleh sejumlah perwakilan partai politik, wakil ketua komisi II DPR RI dan pengamat pemilu di ruang media center KPU Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (11/2) (Foto: Dedy Istanto).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Hasil survei Indonesia Development Engineering Consultant (IDEC) Makassar melansir, masyarakat belum sepenuhnya percaya dengan Partai Politik dan Calon Legislatif pada Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014. 

"Mayoritas pemilih menyampaikan alasan partisipasi politik pada Pemilu Legislatif nanti bukan disebabkan ketertarikan pada parpol dan celegnya atau janji politik yang dilahirkan dalam sirkulasi politik itu," sebut Direktur riset IDEC Makassar Rahmad M Arsyad dalam diskusi politik di Makassar, Senin (17/2). 

Ia menuturkan, hasil riset selama 25 Januari-10 Februari 2014 dengan sampel 640 pemilih margin of error kurang lebih empat persen dengan sebaran proporsional lima daerah kecamatan di Kota Makassar mayoritas pemilih yakni 54,55 persen menyatakan alasan partisipasi politik hanya disebabkan faktor rasa tanggungjawab sebagai warga negara. 

"Faktor kedua yang menjadi alasan mengapa pemilih tertarik berpartisipasi disebabkan oleh keinginan untuk mendapatkan pemberian hadiah dari caleg dan parpol sebesar 18,69 persen," kata dia. 

Sedangkan untuk kedekatan pemilih secara psikologis dengan parpol dan caleg mayoritas pemilih 40,15 persen menyampikan diri tidak memiliki kedekatan dengan parpol dan caleg. Sementara hanya 15,40 persen pemilih yang menyampaikan kedekatan dengan parpol bersama calegnya. Sedang kurang dekat sekitar 17,68 persen. 

"Dari penelitian atas dimensi logis dan persoalan ini dijelaskan, bahwa parpol dan para caleg belum mampu menarik hati pemilih secara efektif. Lemahnya kemampuan untuk melakukan pendekatan yang baik kepada pemilih belum tersosialisasi pada isu kebijakan publik yang ditawarkan," ujar dia. 

Rahmad mengemukakan, para wakil rakyat yang duduk pada periode 2009-2014 dari jejak rekam presepsi publik saat itu mampu mendudukkan 50,00 persen keterwakilan rakyat dari masyarakat. Namun sayangnya hanya 26,52 persen menyampaikan belum pernah bertemu langsung dengan legislator yang dipilihnya. 

Sedangkan 9,34 persen mengaku lupa pernah bertemu atau tidak dengan para legislator dari incumben. Kondisi inilah yang membuat pemilih menyampikan bahwa setelah memberikan suara para angota dewan terpilih, maka pemilih akan ditinggalkan. "Dan baru masa menjelang pemilu seperti saat ini kembali mendekati konsituen," beber dia. 

Pengamat politik UIN Alauddin Firdaus Muhammad menyatakan, memang harus banyak yang dibenahi, sebab tidak hanya penyelenggara, parpol dan calegnya meningkatkan partisipasi pemilih, tetapi semua pihak termasuk akademisi harus menberikan pemahanan kepada masyarakat. 

"Kita punya rasa tanggungjawab sebagai akademisi, untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Produk parpol adalah caleg, kurangnya pemilih memilih parpol disebabkan ekspektasi masyarakat cenderung kurang percaya kepada mereka, merujuk pada pemilu 2004 dan 2009 lalu," katanya. 

Sementara pengamat politik lainnya dari Unhas, Nahwi Rasul, membeberkan tidak jarang modus transaski jual beli suara dilakukan, baik itu antara porpol dan penyelenggara untuk duduk menjadi dewan. Sehingga masyarakat sudah mulai tidak percaya dengan parpol serta KPU sebagai penyelenggara. 

Modusnya pertama, diduga secara sadar saling menjual suara antara parpol dan KPU, kedua caleg yang gagal mendapat suara menjual suaranya ke caleg yang mendekati batas perolehan suara kursi. Kemudian ketiga, adanya dugaan pencurian suara antara parpol dan penyelenggara terkesan tutup mata," ucapnya. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home