Loading...
INSPIRASI
Penulis: Priskila Prima Hevina 05:49 WIB | Senin, 31 Oktober 2016

Membela Diri di Hadapan Pencemooh, Perlukah?

Dua tangan kita tak bisa dipakai untuk membungkam mulut kumpulan pencemooh, namun cukup untuk menutup telinga kita dari ocehan para pencemooh.
Para demonstran (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Dikisahkan, Euis—anak sulung Abah—datang terlambat ke grand final lomba acting di Kabupaten Tasik. Sudah terlambat, Euis sangat kacau penampilannya. Dialognya banyak terlupa, membuat Euis banyak melongo di atas pentas. Jadi, Euis jelas-jelas kalah. Begitu cerita yang ditulis Arswendo Atmowiloto dalam novel serial Keluarga Cemara.

Keluarga Cemara begitu bersahaja dan memegang teguh prinsip kejujuran sepanjang hayat. Sebenarnya, kalau mau jujur dan kalau mau cari kambing hitam, Euis kalah bukan tanpa sebab. Euis menolong Ceuk Salmah—Si Tukang Kredit kampungnya yang mendadak kena stroke di jalan depan pasar. Euis bahkan sudah tak kepikiran ikut lomba acting. Tetapi, Ceuk Salmah memaksa Euis pergi. Jadilah Euis datang lomba dengan kepayahan. Badannya hadir lomba, namun pikirannya ketinggalan di Ceuk Salmah.

Hebatnya Euis diam saja ketika orang-orang memperolok dia yang kalah lomba. Orang-orang menyayangkan Euis yang tampil mengecewakan. Orang-orang menganggap Euis bodoh, menyia-nyiakan kesempatan emas untuk bisa jadi artis. Euis tidak membela diri sama sekali. Euis diam saja kala dicemooh.

Kumpulan pencemooh ada di mana-mana. Tak hanya dalam novel dan dalam sinetron. Kumpulan pencemooh ada juga di kompleks perumahan, di kantor, di pasar, di komunitas dunia maya pun. Kumpulan pencemooh ini pandai, bisa saja menemukan hal baru tentang orang untuk dipergunjingkan. Kalau asing dengan istilah kumpulan pencemooh, bahasa gaulnya biang gosip.

Meladeni kumpulan pencemooh ini sia-sia. Hanya menambah beban pikiran, juga makan hati. Rasa-rasanya kita perlu berkoar-koar menyampaikan klarifikasi dan segala pembelaan diri. Euis tadi, sebenarnya bisa saja menyampaikan alasan logis mengapa dia kalah lomba. Dia menolong orang dan itu lebih mulia dari pada ajang lomba. Namun, sekali lagi, Euis tidak bilang apa-apa.

Pembelaan diri tak mesti disampaikan, kecuali diminta. Biar saja anjing menggonggong, kafilah tetap jalan terus. Biar saja kaum pencemooh sibuk dengan urusannya, kita juga tetap melanjutkan urusan kita. Juru mazmur berkata, kita justru berbahagia bila tidak ikut join dengan kumpulan pencemooh tadi. Ya bahagia, karena hidup kita bukan diatur berdasarkan kata orang.

Mungkin memang gatal kalau tidak membela diri. Tetapi, kaum pencemooh ini hanya punya lidah dan tak punya kuping. Jadi hematlah energi. Kalem, Tuhan sendiri yang bakal mengungkap fakta. Kita diberi dua tangan, tak bisa dipakai untuk membungkam mulut kumpulan pencemooh. Namun, dua tangan itu cukup  untuk menutup dua kuping kita dari ocehan para pencemooh.

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home