Loading...
INDONESIA
Penulis: Reporter Satuharapan 09:22 WIB | Senin, 15 September 2014

Muhammad Yunus: Kaum Miskin Jadi Guru Saya

Profesor Muhammad Yunus peraih Penghargaan Nobel Perdamaian 2006 dan pendiri bank kaum miskin (Grameen Bank) di Bangladesh menghadiri International Conference on Young Social Entrepreneurship (ICYSE) pada Sabtu (13/9) di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur. (Foto: Francisca CR)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Profesor Muhammad Yunus peraih Nobel Perdamaian 2006 dan pendiri bank kaum miskin (Grameen Bank) di Bangladesh mengatakan bahwa kaum miskin adalah gurunya.

Muhammad Yunus diundang sebagai pembicara dalam International Conference on Young Social Entrepreneurship (ICYSE) ang digelar Yayasan Sinergi Indonesia pada Sabtu (13/9) di Bumi Perkemahan Cibubur, Jakarta Timur sebagai rangkaian International Youth Camp and Concert (12 – 14 September).

ICYSE menghadirkan pembicara-pembicara yang berkecimpung di bidang sosial entrepreneurship dan memiliki kisah-kisah inspiratif, seperti David Nelson, Helianti Hilman, Bambang Ismawan, Chris Rosado, Sean Tan, Prof. Tom Kosnik, Alia Noor, A. Prasetyoko, Dewi Meisari, Eri Trinurini, Benito Lapulalan, Benjamin Quinones, Dewi Hutabarat, Dewi Meisar, Eri Trinurini, Maria Aninditia, Masril Koto, Munawar Fuad, Romy Cahyadi, Alfatih Timur, Ari Susanti, dan Muhammad Yunus.

Muhammad Yunus dengan keberhasilan usahanya menciptakan pembaruan ekonomi di Bangladesh diakui panitia merupakan salah satu alasan dipilihnya dosen ekonomi ini sebagai pembicara utama. Kehadiran Yunus diharapkan dapat menjadi inspirasi baru bagi peserta yang sebagian besar masih remaja.

Belajar dari Krisis Bangladesh

Muhammad Yunus menceritakan bahwa pada 1974 masyarakat di Bangladesh mengalami masalah kemiskinan dan kelaparan. Ia menyaksikan warga miskin di desa-desa berjuang keras bertahan hidup dari kelaparan yang melanda. Krisis ini telah menimbulkan kematian ratusan ribu orang. 

Dari peristiwa ini, Yunus memiliki tekad untuk melakukan perubahan sosial dengan mengembangkan konsep pemberdayaan kaum miskin di daerahnya.

“Ketika banyak orang sekarat di jalan-jalan karena kelaparan, saya justru sedang mengajarkan teori-teori ekonomi yang elegan. Saya mulai membenci diri saya sendiri karena bersikap arogan dan menganggap diri saya bisa menjawab persoalan itu (kemiskinan). 

Kami profesor universitas semuanya pintar, tetapi kami sama sekali tidak tahu mengenai kemiskinan di sekitar kami. Sejak itu saya putuskan kaum miskin harus menjadi guru saya,” kata dia.

Grameen Bank dan Bisnis Sosial

Pada 1977 Yunus membangun Grameen project dengan bantuan Janata Bank kemudian pada 1983 lahirlah Grameen Bank. Bank ini merupakan bank formal dengan dengan aturan khusus. Nasabahnya dari kalangan tidak mampu dan sebagian ialah perempuan.

Modal bank ini 95 persen dimiliki nasabah dan sisanya dimiliki pemerintah. Untuk menjamin pembayaran, Grameen Bank menggunakan sistem grup solidaritas. Kelompok ini mengajukan pinjaman bersama-sama, kemudian terdapat anggota yang bertindak sebagai penjamin pembayaran. Cara ini terbukti lebih efektif.

Grameen Bank kemudian memperluas cakupan pemberian kredit dengan memberikan pinjaman rumah, proyek irigasi, pinjaman untuk usaha tekstil, dan usaha lainnya. Hingga ini, Grameen Bank telah menyalurkan pinjaman lebih dari tiga miliar dollar ke lebih dari 2 juta peminjam.

Dari Grameen ini, Yunus kemudian memiliki gagasan bisnis sosial. Bisnis sosial diakui merupakan dimensi baru kapitalisme dengan visi lebih maju dan mengedepankan kemanusiaan serta kesejahteraan bersama.

Bisnis sosial diwujudkan dalam dua versi, yakni bisnis yang fokus menyediakan manfaat sosial, yaitu bisnis dimiliki oleh investor yang tidak mengharapkan keuntungan berupa uang, tetapi berupa kepuasan psikologis, emosional, dan spiritual. Selanjutnya ialah bisnis yang mencari keuntungan maksimal, namun sahamnya diberikan kepada orang-orang miskin.

Impian Muhammad Yunus

Dari kegiatan sosial entrepreneurship yang  telah menghasilkan Nobel ini, Muhammad Yunus memiliki impian suatu hari anak-anak di Bangladesh akan pergi ke museum dan menyaksikan gambaran kemiskinan masa lalu.

Selain itu, Yunus juga beranggapan, “orang akan senang ketika memiliki banyak uang, tapi lebih menyenangkan jika membuat orang menjadi senang,” katanya.

Beramal adalah dunia yang indah,” kata dia. 

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home