Loading...
HAM
Penulis: Kartika Virgianti 15:42 WIB | Selasa, 26 November 2013

Operasi Militer, Dalih Melakukan Kesewenangan pada Warga Sipil

Operasi Militer, Dalih Melakukan Kesewenangan pada Warga Sipil
Pemberi kesaksian kasus kekerasan yang dilakukan aparat ABRI atau TNI di Aceh, terkait kasus GAM. (Foto-foto: Kartika V.)
Operasi Militer, Dalih Melakukan Kesewenangan pada Warga Sipil
Pemberi keaksian kekerasan aparat TNI dalam kasus Marabia di Timor Leste.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Atas nama stabilitas nasional, operasi militer kerap digunakan untuk meredam dan menyelesaikan konflik di berbagai wilayah Indonesia. Dengan alasan keamanan dan kedaulatan negara, operasi militer seolah merupakan dalih melakukan tindakan sewenang-wenang. 

Untuk menjawab berbagai pertanyaan korban yang mengalami kekerasan dalam operasi militer tersebut, Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) menyelenggarakan acara bertajuk "Bicara Kebenaran, Memutus Lingkar Kekerasan", di Perpusnas RI, Salemba, Jakarta Pusat, pada hari kedua yaitu Selasa (26/11). 

Pada kasus GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang berlangsung sejak 1976, seorang perempuan asal Lhokseumawe, Aceh, Tika Mariah memberi kesaksian suaminya yang dituduh oleh aparat tentara RI sebagai anggota GAM. Namun, dirinya pun turut mengalami penyiksaan fisik, mental, sampai teror. Menurut Tika Mariah, perbuatan tersebut sebenarnya dilakukan oleh GPK (Gerakan Pengacau Keamanan) di Aceh. 

Kesaksian lainnya dari Atay, kasus Marabia di Timor Leste. Dia mengaku mengalami penderitaan dari 1975 sejak dia umur 13 tahun sampai kemerdekaan Timor Leste. Awalnya dia melarikan diri ke hutan selama tiga tahun, bergabung dalam organisasi kepemudaan timor leste, membantu mengajar baca tulis bagi masyarakat di hutan itu. Tapi dia ditangkap TNI, dibawa ke Koramil dan dinterogasi, disiksa, dipukul, ditendang, diancam. Dia heran dari sekitar 300-an lebih orang dewasa di organisasi tersebut, mengapa dia yang ditangkap, dan dia pun berpikir alasannya mungkin karena kakaknya yang pernah menjabat sebagai komandan regional.

Setelah itu setiap Senin dia wajib lapor di Koramil, dan dihukum paksa wajib bersih-bersih seperti membersihkan WC, mengecat pagar dan lainnya di Koramil, tanpa dia sendiri tahu kesalahannya. Kemudian teror lainnya yaitu setiap malam selalu ada yang ditangkap bahkan dibunuh di Timor Leste oleh aparat TNI. Bahkan beberapa orang kakaknya hilang dan dirinya  ditangkap dan disiksa berulang-ulang. Sampai kini, telah tercapai cita-cita Atay, yakni Republik Demokrasi Timor Leste. 

Atay berharap peristiwa ini tidak terulang lagi, dan korban mau menunjukan diri untuk memberikan kesaksian. Dia juga berharap KKPK mau berkomitmen membantu korban dalam menuntaskan penyelesaian serta menjadi jembatan penghubung antara korban dengan pemerintah.  

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home