Loading...
HAM
Penulis: Martahan Lumban Gaol 14:44 WIB | Senin, 27 Juli 2015

PDI Perjuangan Minta Kasus 27 Juli Kembali Diusut

Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Trimedya Pandjaitan. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan meminta kasus 27 Juli 1996 kembali diusut dan dituntaskan. Sebab, peristiwa tersebut merupakan tragedi demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang belum terungkap secara jelas hingga saat ini.

“PDI Perjuangan mendorong agar kasus 27 Juli 1996 kembali diusut dan dituntaskan karena ini merupakan tragedi demokrasi dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dan sampai saat ini belum terungkap secara jelas dan pelaku-pelaku yang bertanggung jawab belum dimintakan pertanggungjawaban hukum,” kata Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan, dalam keterangan pers yang diterima satuharapan.com, di Jakarta, Senin (27/7).

Menurut dia, PDI Perjuangan mendorong Jaksa Agung kembali memeriksa secara cermat kasus yang terjadi pada 27 Juli 1996 dengan menindaklanjuti hasil penyelidikan Komisi Nasional (Komnas) HAM dan melakukan penyidikan. Selanjutnya, PDI Perjuangan berharap dibentuk Pengadilan HAM Ad Hoc dengan prosedur sesuai ketentuan perundang-udangan yang berlaku.

“PDI Perjuangan melalui fraksinya di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) siap menggalang usulan pembentukan Pengadilan HAM ad hoc kasus 27 Juli 1996, setelah Kejaksaan Agung selesai melakukan penyidikan kasus 27 Juli 1996 dan menemukan dugaan telah terjadinya pelanggaran HAM berat,” ucap Trimedya.

Wakil Ketua Komisi III DPR RI itu juga menyampaikan, PDI Perjuangan mendukung dan mendorong Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla melakukan penghormatan HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, antara lain kasus 27 Juli.

“Hal ini sebagai wujud pelaksanaan dari butir keempat dari sembilan agenda prioritas Jokowi-JK, yang lebih dikenal dengan sebutan Nawa Cita. Dimana isinya antara lain menyatakan penghormatan HAM dan penyelesaian secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM pada masa lalu,” ujar Trimedya.

Kasus 27 Juli 1996, atau yang lebih dikenal dengan sebutan Peristiwa Kudatuli adalah peristiwa pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan) serta dibantu oleh aparat dari kepolisian dan TNI.

Peristiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat, hingga menyebabkan sejumlah kendaraan dan gedung terbakar.

Pemerintah saat itu menuduh aktivis Persatuan Rakyat Demokratik (PRD) sebagai penggerak kerusuhan. Pemerintah Orde Baru kemudian memburu dan menjebloskan para aktivis PRD ke penjara. Sebagai Ketua Umum PRD saat itu, Budiman Sudjatmiko mendapat hukuman terberat, yakni 13 tahun penjara.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home