Loading...
INDONESIA
Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja 20:49 WIB | Jumat, 13 Desember 2013

Pengamat: Politik Menistakan Intelektual Generasi

Ketua Umum Partai Golkar Abu Rizal Bakrie atau ARB (tengah) memberi keterangan pers seputar isu politik terkini didampingi Sekjen Partai Golkar Idrus Marham (kanan) dan Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto di Kantor DPP Golkar, Kemanggisan, Jakbar, Jumat (13/12). (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pengamat masalah politik Yudi Latief mengatakan, kepentingan politik yang dimainkan oleh oknum, telah menistakan kemampuan intelektual generasi bangsa, karena yang terjadi hanya penghargaan terhadap modal dan uang, tanpa mementingkan prestasi.

"Politik selalu menistakan kemampuan para mahasiswa. Politik menganggu bagaimana pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) kita. Yang mengatur SDA kita kebanyakan asing, padahal banyak SDM kita yang berkualitas," kata Yudi di Jakarta, Jumat (13/12).

Yudi menyatakan hal tersebut pada kuliah "Pesan Konstitusi Tentang Demokrasi dan Kesejahteraan Rakyat" yang diselenggarakan organisasi masyarakat Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). 

Menurut Yudi, demokrasi yang hanya diisi oleh substansi kepentingan modal adalah demokrasi yang berisi paham oligarki dan hanya ditujukan untuk menguntungkan sekelompok tertentu bukan bangsa.

Demokrasi harus mengandalkan integrasi nasional. Kemudian, intergrasi nasional tersebut jika disambut para elit dengan pemikiran yang "sehat", sebaliknya akan mampu memlihara demokrasi dalam konteks kebebasan berpendapat tanpa memecah persatuan, ujar Yudi.

Begitu juga dengan kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya adalah salah satu tujuan dari demokrasi. Peraih PhD dari Australian National University ini memaparkan proses demokrasi harus berdampak pada perluasan partisipasi ekonomi di masyarakat.

"Demokrasi yang baik harus mengarah kepada keadilan sosial, dan keadilan sosial harus menguatkan demokrasi," ujarnya.

Kini, di tengah banyak pihak yang menciderai asas demokrasi, dan proses demokrasi sendiri yang masih "muda" dan terus belajar, Indonesia memiliki dua kelompok pemuda yang dikategorikan sebagai nasionalis defensif dan progresif.

"Nasionalisme defensif hanya hadir saat adanya musuh, seperti saat budaya Reog Ponorogo hendak diambil oleh Malaysia. Kita berhasil mempersatukan diri sebagai bangsa," ujarnya.

Sebaliknya nasionalisme progresif adalah kelompok yang berinisatif dan memelihara kedaulatan dalam bentuk apapun milik negara.

"Nasionalisme kita juga tidak cukup jika hanya muncul budaya Reog diambil. Pertanyaannya, kita pernah memelihara tidak ? Begitu juga saat ketika Amerika dan Australia `bermain` di Papua. Sebelumnya, apakah kita pernah menjaga kekayaan Papua," ujarnya.

Oleh karena itu, kata Yudi, untuk meningkatkan proses dan manfaat dari demokrasi, bangsa Indonesia perlu mengembangkan nasionalisme progresif. (Ant)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home