Loading...
INDONESIA
Penulis: Martahan Lumban Gaol 08:02 WIB | Selasa, 03 Maret 2015

Penggunaan Empat Pilar Tidak Dapat Diganggu Lagi

Ketua Badan Sosialisasi MPR Ahmad Basarah. (Foto: Dok. satuharapan.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Makamah Konstritusi (MK) sepakat penggunaan istilah Empat Pilar yang sebelumnya digugat ke MK dan diubah menjadi istilah Empat Konsensus Berbangsa dan Bernegara. Artinya, penggunaan istilah tersebut tidak dapat diganggu dugat lagi oleh pihak lain.

“Jadi, dengan keputusan MK itu, kedepan tidak boleh lagi ada yang menggugat istilah sosialiasi Empat Pilar MPR RI. Kecuali, mereka yang berusaha mencari-cari kesalahan,” kata Ketua Badan Sosialisasi MPR Ahmad Basarah di Perpustakaan MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/3).

Menurut dia, MK telah setuju dengan penggunaan kembali istilah tersebut setelah pemimpin Badan Soasialisasi MPR melakukan konsultasi dengan MK, yang dipimpin Wakil Ketua MPR Oesman Sapta dan diterima langsung oleh Ketua MK Arief Hidayat dan Wakil Ketua MK Anwas Usman.

“Kita telah konsultasikan, sehingga ada persamaan persepsi, nah persepsi kita ingin usulkan, telah terjadi ungkapan dan penerimaan masyarakat tentang empat pilar itu,” ujar Arief.

Konsultasi itu, kata dia, lantaran MK telah mengeluarkan putusan  dengan fraksa ‘Empat Pilar Bebangsa dan Bernegara’ tidak dapat digunakan untuk menyebut pancasila. Oleh karena itu, polemik seputar makna empat pilar berujung uji materi Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU No. 2/2011 tentang Parpol. Dalam pasal tersebut, istilah ‘Empat Pilar’ dimaknai seolah sejajar dengan lainnya. Padahal, Pancasila merupakan dasar negara. MPR dalam menggunakan kata empat pilar itu sebelumnya meminta pendapat dari lembaga pusat bahas Indonesia.

Basarah berpandangan , lembaga tersebut berwenang menafsirkan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, menurut lembaga ahli bahasa, istilah empat pilar bukan seperti hal tiang pancang sejajar. Tetapi, makna empat pilar Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara.  Meski, putusan MK memang telah membatalkan frasa ‘Empat Pilar’.

Namun, putusan itu merujuk pada permohonan uji materi UU 2/2011 tentang Partai Politik. Sementara, MPR menjalankan sosialisasi merujuk pada UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). “Pada saat kami melaksanakan program ini, kami berfikir kalau bicara legal formal tidak bertentangan dengan putusan MK. Karena yang di uji materi itu UU Parpol, kami menggunakan UU MD3,” kata dia.

Meski begitu, MPR pun tidak dapat mengabaikan warisan baik yakni penggunaan ‘empat pilar’ sudah cukup menjadi merk dalam rangka sosialisasi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. “Nama program kita sosialisasi empat pilar MPR RI. Pertama, tentang pancasila sebagai ddasar dan ideologi negara, UUD 1945 sebagai konsultasi negara, ketetapan MPR sebagai bentuk negara, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan negara,” ujar dia.

Di tempat yang sama, Ketua MK Arief Hidayat membenarkan telah terjadi pertemuan antara pimpinan MPR dengan MK. Sosialisasi empat pilar yang telah dilakukan MPR sama halnya dengan yang dilakukan MK. Di mana, MK juga memiliki program yang serupa dengan MPR.

Dalam kaitannya dengan putuasn MK No. 100/PUU-XI/2013 menyebutkan frasa empat pilar kebangsaan dan bernegara dalam Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol bertentangan dengan UU 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan kata lain, penggunaan empat pilar masih dapat digunakan. Oleh sebab itu, MK berkesimpulan penggunaan frasa empat pilar dalam program MPR tidak bertentangan dengan putusan MK.

“Tetapi apa yang  dilakukan itu tidak bertentangan dengan kegiatan itu, dan harus diapresiasi,” ujar dia.

Editor : Bayu Probo


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home