Loading...
RELIGI
Penulis: Sotyati 14:16 WIB | Sabtu, 26 September 2015

Penjelasan Menag Soal Lambatnya Data Jemaah Wafat

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendengar langsung keluhan jemaah haji Indonesia terkait lambatnya informasi soal data jemaah yang meninggal dunia pada peritiwa Mina, Kamis (24/9) pagi. (Foto: kemenag.go.id)

MINA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendengar langsung keluhan jemaah haji Indonesia terkait lambatnya informasi soal data jemaah yang meninggal dunia pada peritiwa Mina, Kamis (24/9) pagi.

Berkunjung ke Maktab 7 (Mina Jadid) yang menjadi tempat menginap jemaah asal Jawa Barat yang tergabung dalam kloter 61 Embarkasi Jakarta – Bekasi (JKS 61), Menag menerima keluhan tentang belum adanya kepastian nasib keluarga mereka yang belum kembali setelah peristiwa Mina.

“Untuk menyatakan seseorang itu wafat, harus berdasarkan kesaksian yang bisa dipertanggungjawabkan. Tentu pertanggungjawaban secara medis bahwa seseorang itu memang betul-betul wafat,” demikian penjelasan Menag kepada jemaah haji JKS 61 saat berkunjung ke tenda di Mina Jadid, Jumat (25/9) malam. Ikut mendampingi Menag,  Kepala Pusat Informasi dan Humas Rudi Subiyantoro.

Menurutnya, informasi terkait jemaah wafat  tidak cukup mengandalkan pengakuan pihak keluarga yang menyaksikan keluarganya  wafat di pangkuan atau di pelukan tanpa dibarengi informasi tentang indikasi yang bersangkutan wafat. “Selama tidak bisa dijelaskan indikasinya, sulit bagi kami mengatakan bahwa yang bersangkutan wafat,” dia menegaskan.

Secara yuridis, menurut Menag, pernyataan seseorang tentang jemaah wafat harus bisa dipertanggungjawabkan, apalagi terkait dengan peristiwa luar biasa dan terjadi di luar negeri. Untuk itu, data jemaah wafat menurut Menag  harus didasarkan pada hasil pemeriksaan pihak otoritatif dan itu adalah petugas kesehatan atau tim medis.

“Pemerintah harus menahan diri menunggu sampai adanya pihak yang memiliki otoritas menyatakan seseorang wafat atau tidak,” dia menjelaskan.

Menag menambahkan, kesulitan lain disebabkan terjadinya peristiwa  itu di negeri orang sehingga Pemerintah Indonesia tidak memiliki otoritas penuh untuk melakukan langkah-langkah yang dikehendaki. “Bagaimanapun Pemerintah Saudi Arabia mempunyai regulasi sendiri, punya tradisi, budaya, serta tata cara tersendiri dalam mengatasi hal-hal seperti ini. Inilah yang menyebabkan kami tidak cukup leluasa, misalnya untuk mengakses informasi di rumah sakit. Itu tidak bisa seperti kalau kita mengakses rumah sakit di Tanah Air.  Ada hal-hal yang menyebabkan prosesnya butuh waktu,” ujarnya.

“Kita tetap berupaya semaksimal dan seoptimal mungkin untuk melakukan penyisiran dan penelusuran terhadap sejumlah jemaah kita yang memang belum kembali ke kloter masing-masing,” tambahnya.

Pada Kamis (24/9) pagi, terjadi peristiwa Mina yang menelan ratusan korban jiwa jemaah haji dari berbagai negara. Akibat peristiwa berdesak-desakan di Jalan Arab 204 itu, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi merilis data sedikitnya ada 225 jemaah  yang dilaporkan belum kembali ke tendanya di Mina mulai saat kejadian sampai dengan Jumat (25/9)  pukul 07.00 waktu Arab Saudi. Dari jumlah tersebut, 192 jemaah di antaranya berasal dari JKS 61. (kemenag.go.id)

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home