Loading...
INDONESIA
Penulis: Bayu Probo 09:43 WIB | Senin, 09 September 2013

Peringatan 9 Tahun Bom Kuningan: Tantangan dan Harapan Korban

Yudi Latief. (Foto: Dedy Istanto)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – “Pemerintah harus bersikap tegas terhadap persoalan terorisme dengan menindak para pelakunya. Kompleksitas persoalan terorisme tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk membiarkan orang/pihak tertentu secara bebas membawa bom dan melukai orang-orang yang tidak bersalah,” kata Yudi Latief, Deputi Rektor Universitas Paramadina.

Pernyataan Ketua Pusat Studi Islam dan Kenegaraan-Indonesia ini diungkapkan pada peringatan 9 tahun Bom Kuningan. Pada 8 September 2013, Aliansi Indonesia Damai (AIDA) bekerja sama dengan komunitas korban bom kuningan (biasa dikenal dengan Forum Kuningan) mengadakan acara peringatan bom Kuningan. Acara ini dikemas dalam bentuk silaturahmi antara para korban dengan insan pers. Kurang lebih 20 korban dari tragedi bom Kuningan hadir dan menyampaikan refleksi dalam kegiatan yang diselenggarakan di Warung Bumbu Desa ini.

Pada 9 September 2004, sebuah bom mobil meledak di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Australia pada pukul 10.30 WIB di kawasan Kuningan, Jakarta. Jumlah korban tewas tidak begitu jelas. Ada yang mengatakan 9 orang tewas, namun pihak Australia menyebut angka 11. Di antara korban yang meninggal adalah satpam-satpam Kedubes, pemohon visa, staf Kedubes serta warga yang sekitar tempat bom meledak. Tidak ada warga Australia tewas dalam kejadian ini. Beberapa bangunan-bangunan di sekitar tempat kejadian juga mengalami kerusakan. Ini merupakan aksi terorisme besar ketiga yang ditujukan terhadap Australia yang terjadi di Indonesia setelah Bom Bali 2002 dan Bom JW Marriott 2003.

Hadir sebagai pembicara adalah, Yudi Latif (tokoh Nasional), Al Chaidar (pengamat terorisme), Mulyono Sutrisman (korban dan Ketua Forum Kuningan), dan Dwi Welasih (korban bom Marriott I dan Ketua Yayasan Penyintas). Acara ini dipandu oleh Hasibullah Satrawi, direktur AIDA sekaligus sebagai salah satu pemrakarsa acara ini.

Al-Chaidar, mengatakan, “Kelompok teroris telah melakukan penyimpangan terhadap sejumlah doktrin yang ada dalam Islam. Karena Islam bersikap tegas dan anti terhadap segala jenis aksi kekerasan.” “Para korban mempunyai potensi yang sangat besar untuk turut berperan dalam upaya pemberantasan terorisme. Karena dengan melihat para korban, hampir dipastikan kelompok teroris akan mempertimbangkan ulang pelbagai macam rencana aksi kekerasan yang ada,” kata Universitas Malikussaleh, Lhoksumawe, Aceh ini.

Dwi Welasih mengatakan, “Pertemuan dan konsolidasi antara para korban harus terus didorong oleh semua pihak. Hal ini tidaklah mudah. Mengingat para korban terpencar di banyak daerah dan disibukkan dengan kewajiban maupun agenda masing-masing.”

Mulyono Sutrisman, satpam Kedubes Australia, mengatakan, “Perjuangan para korban sangatlah berat. Mereka harus berjuang melawan rintangan demi rintangan untuk bisa bangkit dan turut berperan dalam upaya membangun Indonesia yang lebih damai. Peringatan seperti ini sangatlah penting. Memang acara seperti ini bisa membuka lagi pengalaman kelam di masa lalu. Tapi peringatan seperti ini sangat penting sebagai upaya agar tragedi serupa tidak kembali terjadi di masa-masa mendatang.”


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home