Loading...
BUDAYA
Penulis: Moh. Jauhar al-Hakimi 13:47 WIB | Rabu, 03 April 2019

“Piturur” Malam Jumat Kliwon dari Lapangan Futsal

“Piturur” Malam Jumat Kliwon dari Lapangan Futsal
Ngakan Putu Agus Arta Wijaya (kaos hitam) dan Dani Heriyanto (kaos hijau) menjelaskan karya saat ditemui satuharapan.com di Kandang MJK, Sabtu (30/3). (Foto-foto: Moh. Jauhar al-Hakimi)
“Piturur” Malam Jumat Kliwon dari Lapangan Futsal
Karya berjudul “Deep Playground”/Andi Sules (kiri) dan “Run”/Tofan Muhammad Ali Siregar (kanan) dalam pemeran seni rupa “Pitutur” di Kandang MJK.

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Membicarakan Malam Jumat Kliwon (MJK) sebagai kelompok olah raga dan seni dan Kandang MJK sangat menarik. Kandang MJK dibangun bukan atas dasar kesamaan ideologis, kesamaman visual, dan juga berasal dari latar belakang institusi pendidikan, generasi dan etnis yang berbeda. Kemudian pertayaannya di mana posisi Kandang MJK dalam peta perkembangan ruang seni Jogja? Sebagai ruang hura-hura belaka atau sekedar latah membangun ruang seni? Sepenggal kalimat dari pemilik ruang seni Nalarupa Dedi Sufriadi menjadi salah satu pengantar dalam pameran “Pitutur” yang dihelat oleh komunitas seni rupa Malam Jumat Kliwon.

Pameran dibuka Kamis (28/2) malam diikuti oleh 31 seniman-perupa menjadi penanda peresmian ruang seni Kandang MJK sebagai ruang presentasi-apresiasi sekaligus ruang berproses para anggota komunitas MJK.

Komunitas MJK telah ada sejak sepuluh tahun lalu. Pertemuan yang tidak sengaja di lapangan futsal yang sedang menjadi trend permainan-olahraga kala itu diantara seniman-perupa menjadi pintu awal terbentuknya komunitas MJK. Pertemuan-pertemuan di lapangan futsal tersebut berlanjut masih dalam tataran bermain sepakbola yang terjadwal rutin pada Kamis malam.

Pemilik Syang galeri (Magelang), L. Ridwan Muljosudarmo memberikan catatan tentang MJK sebagai sebentuk saling senggol, saling berebut, adu cepat lari sambil berteriak memberi semangat. Dengan ambisi mencetak gol ke gawang lawan dan kepuasan bila bisa menjebol gawang lawan. Kerja sama saling membantu satu team untuk memperebutkan satu bola tentunya bagaimana memberi umpan kepada teman untuk satu kesuksesan. Begitulah gambaran kelompok MJK bila mereka sedang bermain bola. Sementara dalam realitas berseni rupa saling senggol dapat diartikan saling mengingat­kan, saling menyemangati dan saling berkompetisi. Begitulah kelompok seniman yang tergabung dalam MJK walau pun mereka ini satu profesi yaitu seniman namun mereka merasa satu saudara.

Dalam perbincangan ringan dengan satuharapan.com, Sabtu (30/3) di Kandang MJK bersama beberapa anggota MJK diantaranya Roby Fathoni, Dani “King” Heriyanto, Ngakan Putu Agus Arta Wijaya, menjelaskan bagaimana MJK menjalankan aktivitasnya dalam sepuluh tahun ini.

“Dari obrolan di lapangan futsal itulah perbincangan yang lain menyambung, Mulai dari hal-hal sepele hingga yang serius. Tapi intinya lapangan futsal menjadi arena berolahraga sekaligus olah rasa di tengah rutinitas berkarya. Setelah futsal, ya kembali ke aktivitas masing-masing.” jelas Roby Fathoni.

Roby menambahkan masing-masing anggota MJK mempunyai kesibukan dan pemikiran yang berbeda-beda. Perlu kedewasaan dan kebijaksanaan dalam menggagas setiap kegiatan. Karena MJK adalah perpaduan antara futsal (sistem atau aturan) dan seni (rasa), keduanya sebisa mungkin seimbang. Menurut Roby ada saatnya untuk kembali “bermain” seperti dulu lagi, menjalani segala sesuatu dengan lebih santai. Karena awal dari MJK adalah tentang bermain-main.

Salah satu penyiasatannya adalah membawa semangat sepakbola dalam mengelola komunitas dengan berbagi posisi-peran, istilah-istilah kapten tim, gol, laga kandang untuk pameran di Kandang MJK ataupun laga tandang untuk pameran di ruang seni lainnya. Setidaknya MJK telah melakukan sebelas laga tandang di berbagai tempat-kota. Bukan perkara mudah menjaga energi kebersamaan dengan latar belakang yang beragam: disiplin seni, budaya, adat, tempat asal, termasuk keyakinan. Namun di titik ini dinamika dalam komunitas MJK menjadi lebih berwarna.

“Beberapa istilah sepakbola digunakan dalam aktivitas MJK. Ambil contoh saat menyelenggarakan pameran, ketua panitia yang ditunjuk dikasih istilah kapten tim. Laga tandang untuk pameran di luar Kandang MJK. Tidak ada penunjukan yang kaku pada peran masing-masing. Pendiri awal MJK baik yang masih aktif (di MJK) maupun di luar, didudukkan sebagai dewan syura MJK. Keanggotaan terbuka dari berbagai disiplin ilmu. Tidak hanya dari seni. Anggota lama yang jarang hadir tetap diwadahi sebagai veteran.”

“Ini untuk sekedar mengingatkan bahwa MJK sebagai komunitas yang cair dibangun dari semangat kebersamaan. Setiap anggota punya kontribusi-tanggung jawab yang sama dalam membesarkan komunitas. Ego dan sikap individual dalam permainan sepakbola diperlukan pada saat yang tepat semisal untuk mencetak gol. Dalam permainan, seluruh peran melebur dalam semangat satu tim. Filosofi ini yang coba dipertahankan di MJK hingga hari ini.” ujar ketua MJK saat ini Dani “King”.

Pameran “Pitutur” sendiri selain sebagai peluncuran ruang seni Kandang MJK sekaligus sebagai upaya bagaimana anggota memahami MJK sebagai ruang (space) dan tempat (place) mereka beraktivitas kreatif. Dalam karya yang dipamerkan itulah mereka bertutut tentang MJK dalam perspektifnya masing-masing.

Ngakan Putu Agus Arta Wijaya misalnya dalam karya berjudul “Payung Teduh” dengan obyek karya binatang dalam bentuk asli, miniatur, atapun deformasinya menjadi pembacaan bahwa MJK adalah ruang bersama yang saling mengingatkan, saling menjaga, serta saling membelajari.

Karya yang ditampilkan pun beragam medium-gaya, dan tidak melulu karya dua-tiiga matra. IG Alnadhy Jiyesta membuat karya dengan based video art berjudul Jiwa Sejati. I Dewa Made Mustika dengan gaya khas sapuan kuas (brush stroke) dalam karya berjudul Jelajah Merah. Riki Anthoni dengan figur-figur boneka deformasi binatang/anak-anak pada karya Beautiful Moment, ataupun Sabar Jambul dengan karya Life is Study menjadi cara seniman-perupa MJK bertutur dalam beragam warna atas proses yang dijalaninya di MJK.

Ketika tanpa homebase MJK bisa eksis hingga sepuluh tahun, bagaimana dengan saat mereka memiliki Kandang MJK sebagai ruang presentasi-apresiasi? Waktu yang akan menjawab perjalanan anggota komunitas MJK menjaga semangat meraih the winning team.

Pameran seni rupa bertajuk “Pitutur” sekaligus peluncuran ruang seni Kandang MJK berlangsung di Kandang MJK Gedongan, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 28 Februari – 28 Maret 2019.


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home