Loading...
EKONOMI
Penulis: Diah Anggraeni Retnaningrum 16:55 WIB | Kamis, 03 Desember 2015

Polemik Pengusaha TPT: Kenaikan Upah dan Tarif Listrik

Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi (kedua kiri), Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia Benny Sutrisno (paling kiri), Ketua Dewan Pembina Asosiasi Produsen Sepatu Indonesia Harijanto (paling kanan), Ketua BKPM Franky Sibarani (tengah) dan Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Azhar Lubis (kedua kanan) dalam konferensi pers di Kantor BKPM Jalan Gatot Subroto, hari Kamis (3/12). (Foto: Diah A.R)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan asosiasi sepatu yang tergabung dalam Desk Khusus Investasi Tekstil dan Sepatu (DKI-TS) mengungkapkan ada dua permasalahan utama yang masih dihadapi oleh para pelaku usaha, khususnya industri tekstil, produk tekstil (TPT), dan sepatu, yaitu masalah kenaikan upah (UMK) dan kenaikan tarif listrik.

“Dari 33 perusahaan yang kami (DKI-TS) tangani, mayoritas mempermasalahkan kenaikan UMK yang berbeda dengan formula yang ditetapkan oleh pemerintah dalam PP 78 Tahun 2015, yakni sebanyak 13 perusahaan, dan yang mengeluhkan kenaikan tarif listrik sebanyak tujuh perusahaan, sisanya mengalami masalah restitusi PPN, bahan baku impor, pembiayaan modal kerja, perizinan, perpajakan, pemasaran, impor ilegal, maupun kombinasi beberapa permasalahan tersebut,” kata Kepala BKPM Franky Sibarani dalam konferensi pers di Kantor BKPM Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan, hari Kamis (3/12).

Contohnya, lanjut Franky, seperti yang dikeluhkan industri pemintalan, pertenunan, pencelupan, penyempurnaan tekstil dan pakaian jadi yang berlokasi di Jawa Barat, dengan total tenaga kerja 616 orang, akan melakukan PHK apabila mereka tidak diberi solusi terkait tunggakan listrik mereka. Namun, setelah melakukan negosiasi dengan PLN, akhirnya perusahaan tersebut tidak jadi merumahkan karyawannya.

“Setelah difasilitasi pertemuan dengan PLN, akhirnya perusahaan tetap akan beroperasi tanpa melakukan PHK. Ini selesai per tanggal 20 November 2015,” kata dia,

Terkait pengupahan, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan yang telah ditetapkan pada PP 78 Tahun 2015 di mana dalam penghitungan pengupahan ada penggunaan variabel angka inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional sebagai variabel utama. Namun, ternyata di beberapa daerah belum menerapkan kebijakan tersebut, seperti yang terjadi di pabrik sepatu di Jombang, Jawa Timur.

“Di Jombang itu kebetulan naiknya (UMK) 12,5 persen sementara penghitungannya maksimal 11 persen. Kedua, mereka mengeluhkan dari 2014 ke 2015 naiknya (UMK) sangat tinggi, itu sampai Rp 600.000. Jadi ada permasalahan UMK pada proses sebelumnya,” kata dia.

Hingga saat ini, permasalahan mengenai upah tersebut masih dalam proses penyelesaian dengan pihak terkait.

“Dari keluhan yang mereka sampaikan, BKPM akan mengategorisasikan problem yang disampaikan untuk kemudian dikoordinasikan dengan instansi terkait lainnya untuk mengurai persoalan yang dihadapi oleh perusahaan,” kata Franky.

Selain itu, pihak industri sepatu juga mengusulkan Indonesia untuk segera bergabung dengan pakta-pakta perjanjian perdagangan bebas seperti Trans Pacific Partnership (TPP) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa agar industri TPT bisa bersaing dengan Vietnam, karena dalam perjanjian bebas tersebut negara anggota akan diberikan pembebasan bea masuk barang 0 (nol) persen.

Franky mengatakan 33 dari total 50 perusahaan yang mengadu ke BKPM terpaksa akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya karena dua masalah utama tersebut. ke-33 perusahaan tersebut terdiri atas sembilan industri sepatu, 18 industri tekstil, dan enam industri hulu tekstil dengan nilai realisasi investasi mencapai Rp 17,9 triliun dan memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 54.772 tenaga kerja. Dari total jumlah tenaga kerja, yang berpotensi PHK sebanyak 24.509 tenaga kerja.

Nilai ekspor industri tekstil pada tahun 2014 adalah USD 5,56 miliar, industri sepatu USD 2,99 miliar. Sedangkan pertumbuhan untuk industri tekstil pada semester I tahun 2015 meningkat secara signifikan sebesar 613 persen dibandingkan semester I tahun 2014 yang mencapai Rp 759 miliar. Sedangkan industri sepatu pada semester I tahun 2015 meningkat 58 persen dibandingkan semester yang sama tahun 2014 atau mencapai Rp 3,88 triliun.

Dari sisi investasi selama periode Januari-September 2015, sektor tekstil dan sepatu mencatatkan realisasi investasi sebesar Rp 11,55 triliun yang terdiri atas sektor tekstil sebesar Rp 9,8 triliun, meningkat 148 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya, dan sektor sepatu atau alas kaki dengan nilai mencapai Rp 1,6 triliun, atau turun 35 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor tekstil dan sepatu menyerap 106.103 tenaga kerja efektif atau 6,2 kali dari daya serap sektor lainnya setara dengan penyerapan 17.124 tenaga kerja Indonesia per Rp 1 triliun investasi yang dilakukan di sektor tersebut.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home