Loading...
SAINS
Penulis: Dewasasri M Wardani 08:46 WIB | Kamis, 14 Januari 2016

Polisi Pastikan Allya Alami Pendarahan Pada Leher

Ilustrasi. (Foto: naturahealthchiropractic.wordpress.com)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Polda Metro Jaya memastikan korban dugaan malpraktik Allya Siska Nadya (29) mengalami pendarahan pada leher hingga menyebabkan kematian.

Hal itu, berdasarkan hasil autopsi terhadap jasad Allya yang dilakukan tim Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor), dokter Rumah Sakit Polri Kramatjati, serta Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Metro Jaya.

"Hasil autopsi ditemukan resapan darah pada otot dan jaringan lunak pada leher bagian depan hingga bawah," kata Kepala Bidang Dokkes Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Musyafak di Jakarta Rabu (13/1), seperti diberitakan Antara

Musyafak menuturkan, tim dokter menemukan pendarahan pada leher atas bagian "cervical" satu dan dua hingga ke cekungan selangka dan arah kiri bahkan ke leher belakang setinggi dasar tengkorak.

Musyafak menambahkan, resapan darah berwarna hitam pada bagian tulang leher pertama dan kedua yang menjadi pusat pendarahan pada cervical pertam, dan kedua sebelah kiri sebagai pembuluh darah arteri vertevalis.

Petugas juga menemukan resapan darah pada otot dada sebelah kanan, mulai tulang selangka hingga tulang iga ketujuh bagian depan dan samping.

Musyafak menjelaskan, penyebab kematian Allya ada dua kemungkinan, yakni pertama adanya pendarahan merangsang baru reseptor pada titik syaraf pada leher bagian kiri dan kanan, yang berfungsi mengontrol tekanan darah.

"Diduga akibat terjadi tekanan, rangsangan menurunkan hipotensi yang relevan, karena sebelum korban meninggal sempat koma," kata Musyafak.

Kemungkinan kedua, pendarahan itu menekan batang otak hingga menyebabkan kematian yang diawali kondisi koma.

Sebelumnya, Allya mendadak sakit pada bagian leher kemudian menjalani perawatan di Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan pada 6 Agustus 2015.

Allya sempat menjalani terapi di Klinik Chiropratic First pada 6 Agustus 2015 malam. Namun Allya meninggal dunia pada 7 Agustus 2015 di RS Pondok Indah. Keluarga Allya melaporkan dugaan malpraktik yang dilakukan dokter terapi di Klinik Chiropratic First ke Polda Metro Jaya.

Apa Sebenarnya Terapi Chiropractic?

Chiropractic  adalah, suatu metode penyembuhan berbagai macam kondisi tubuh yang menggunakan tangan, dengan cara menghilangkan “subluxation” (perubahan posisi ruas-ruas tulang belakang), yang dapat mengakibatkan gangguan pada aliran sistem saraf tubuh.  Perawatan chiropractic yang paling sering digunakan adalah, untuk mengobati keluhan muskuloskeletal, termasuk sakit punggung, sakit leher, nyeri pada sendi lengan atau kaki, serta sakit kepala. demikian dikutip dari natural-chiropractic.com

Arti kata ‎chiropractic‎ adalah "dikerjakan dengan tangan".

Chiropractic ditemukan pada tahun 1895, oleh Daniel David Plamer, seorang imigran asal Kanada yang tinggal di Amerika Serikat.

Selanjutnya, chiropractic berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika, Australia, Selandia Baru, dan Kanada. Perkembangan Chiropractic di Indonesia terkesan lambat, karena selama ini hanya dapat diklasifikasikan sebagai terapi pendamping. Sekolah ‎chiropractic pertama ada di Iowa USA pada 1897.

Dokter yang khusus menangani chiropractic disebut chiropractor, umumnya praktik dengan pendekatan drug-free alias tanpa menggunakan obat-obatan. Sama seperti pengobatan penyakit lainnya, dalam mengatasi masalah tulang chiropractor bertugas melakukan perawatan kesehatan yang mencakup pemeriksaan pasien, diagnosis dan pengobatan.

Dalam memberikan diagnosis dan menentukan terapi pada pasien, Chiropractor tak boleh sembarangan. Beberapa pemeriksaan klinis perlu dilakukan, termasuk uji laboratorium, rontgen dan intervensi diagnostik lainnya. Jika memang dari hasil pemeriksaan ditemukan bahwa pasien tidak cocok diberikan pengobatan chiropractic, maka si dokter harus merujuk pasien ke dokter yang tepat. Misalnya untuk pasien mengalami dislokasi (geser), maka harus segera dirujuk ke dokter Ortopedi. Hal tersebut juga berlaku bagi kondisi fraktur serta malignansi (keganasan). Sebaliknya, bila chiropractor melihat ada kemungkinan perbaikan melalui terapi chiropractic, maka pasien akan segera ditangani.

Praktik ini dianggap resmi di Amerika Serikat, maka di Indonesia tidak. Menurut konsultan tulang belakang dari RS Fatmawati, dr Luthfi Gatam, SpOT(K), praktik ini hingga saat ini tidak dikenal dalam kedokteran.

"Yang saya tahu, chiropractic tidak masuk dalam nomenklatur atau tata nama di kedokteran, khususnya ortopedi. Masuk diagnostik pun tidak, apalagi tindakan," kata dr Luthfi, seperti dikutip dari detikhealth.com Kamis (7/1).

Karena tidak dikenal dalam ortopedi (bidang kedokteran dengan spesialisasi tulang dan persendian), maka terapi chiropractic tidak pernah menjadi rujukan para dokter untuk mengobati pasien. "Nggak pernah ada anjuran untuk merujuk pasien ke chiropractic," kata dr Luthfi.

Editor : Eben E. Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home