Loading...
INDONESIA
Penulis: Melki Pangaribuan 18:33 WIB | Senin, 13 Februari 2017

Presiden Akui Banyak Tafsir Status Gubernur Basuki

Plt Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono (kedua kanan) menyerahkan laporan nota singkat kepada Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota Jakarta, Sabtu (11/2). Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali aktif menjadi Gubernur DKI Jakarta usai cuti selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. (Foto: Antara)

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengatakan Presiden Joko Widodo mengakui ada banyak tafsir hukum mengenai status aktif atau nonaktif Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai terdakwa dugaan penistaan agama.

Nashir mengatakan, Presiden Jokowi telah menginstruksikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk mendapatkan pandangan dari Mahkamah Agung Republik Indonesia terhadap status Ahok tersebut.

“Ini kan banyak tafsir. Bahkan Pak Presiden sendiri betul-betul memahami, menyadari ada banyak tafsir itu. Bahkan beliau (Joko Widodo) meminta Mendagri untuk minta pandangan resmi dari MA. Kalau sudah ada pandangan resmi dari MA, maka laksanakan apa yang menjadi pandangan resmi itu,” kata Haedar Nashir bersama pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, hari Senin (13/2).

Baca juga: PP Muhammadiyah Minta Fatwa MA Bukan MUI Soal Status Ahok

Sementara itu, Nashir mengatakan sikap PP Muhammadiyah juga meminta MA segera memutuskan status aktif atau nonaktif Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bukan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

“Jadi saya pikir itu merupakan langkah yang cukup elegan ya. Jadi di tengah banyak tafsir tentang aktif, nonaktif ini, maka jalan terbaik adalah meminta fatwa MA. Bukan Fatwa MUI,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, di Istana Merdeka, Jakarta, hari Senin (13/2).

Nashir mengatakan, Muhammadiyah menginginkan agar ditegakkannya prinsip hukum yang sifatnya syar'i atau tegas. Jadi kalau memang prisip hukum dan dasar undang-undangnya harus nonaktif, ya nonaktif, katanya.

“Jadi saya yakin ini prinsip yang kita pegang semuanya kan. Indonesia negara hukum, jadi pakai prinsip hukum,” katanya.

Menurut dia, masalahnya kalau ada perbedaan tafsir harus ada otoritas yang memastikan itu. Jadi Muhammadiyah prinsipnya untuk semua kasus bukan hanya di DKI Jakarta, tapi di Gorontalo dan sebagainya meminta ditegakkannya hukum sesuai dengan konstitusi yang berlaku.

“Tentu kita harapkan MA juga jangan berlama-lama membikin fatwa. Agar kita semua ada dalam kepastian hukum dan tidak terus ribet dan gaduh seperti ini,” dia menegaskan.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya menyatakan pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan menunggu tuntutan jaksa penuntut umum yang mendakwa Basuki dalam dugaan penistaan agama.

"Saya tunggu tuntutan jaksa resmi dulu. Jaksa menuntut kan tidak alternatif A dan B, sudah pasti satu," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di lingkungan Istana Presiden Jakarta, hari Jumat (10/2).

Berdasarkan pasal 83 UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.

 


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home