Loading...
DUNIA
Penulis: Bayu Probo 16:58 WIB | Sabtu, 23 Agustus 2014

Presiden Sederhana dan Rendah Hati dari Uruguay, José Mujica

• Pernah berada di titik nadir.
• Punya konsep radikal tentang kemiskinan.
• Kebijakan pelegalan ganja yang kontroversial.
Media sosial dihebohkan foto Jose Mujica yang sedang mengantre di sebuah klinik di rumah sakit umum bersama warga untuk mendapatkan pengobatan, Kamis (26/6). (Foto: brasilpost.com.br)

SATUHARAPAN.COM – Baru-baru ini di media sosial beredar foto Presiden Uruguay, José Alberto Mujica Cordano, duduk di deretan tempat duduk di klinik di sebuah rumah sakit. Ia mengantre untuk mendapat perawatan di sana. Hal yang tak lazim untuk seorang pemimpin negara yang pasti punya tim dokter kepresidenan.

Puluhan tahun lalu, ia akan pergi tidur untuk mendengarkan bisikan semut di telinganya. Kadang-kadang ia akan mengobrol dengan satu atau dua katak, juga berbagi sepotong roti dengan beberapa tikus. José Mujica, alias Pepe, adalah penyintas dari dunia yang menghapusnya dari peta.

Ia seorang mantan pemimpin kelompok beraliran Marxist, Tupamaros, gerilyawan utama negara itu. Mujica menghabiskan 13 tahun di penjara di bawah kediktatoran militer di Uruguay, yang memegang kekuasaan dari 1973 sampai 1985. Kemudian ia membalik lembaran baru dan mengabdikan usahanya untuk memulihkan demokrasi.

Pada November 2009 ia terpilih sebagai presiden, 53 persen suara. “Saya sekarang terkunci dan hampir menjadi gila,” kata dia. “Sekarang saya seorang tahanan dalam kebebasan saya sendiri untuk berpikir dan memutuskan seperti yang saya inginkan. Saya mengolah kebebasan itu dan berjuang untuk itu. Saya mungkin melakukan kesalahan, beberapa besar, tapi salah satu dari beberapa kebajikan saya adalah saya mengatakan apa yang saya pikirkan.”

Menggambarkan profilnya, pria kelahiran Montevideo, 20 Mei 1935 (79) duduk di kursi kayunya, dikelilingi oleh buku-buku dan keheningan, sepasang sandal di kakinya dan patung Che Guevara di depannya, Anda mungkin membayangkan seorang patriark Katolik pada zaman kuno, orang terakhir di bumi dan pemarah. Ia juga salah satu dari sedikit orang yang mengalami ketiadaan. Ia menghabiskan dua tahun penahanan di dasar sumur.

Dia menggambarkan dirinya sebagai “petani sederhana”, pada pertemuan dengan The Guardian, Mei lalu, di pertanian kecil di pedesaan, sekitar setengah jam perjalanan dari Montevideo. Dia berbicara tentang dirinya sendiri dan Uruguay: “Kami adalah suara republik bagi dunia.”

Berarti, ia mengartikan masa depan sebagai sebuah kemungkinan, suatu jalan sederhana, untuk mengambil kebaikan bersama dengan politik. Politik dengan basis etika dan kejujuran sebagai cahaya penuntun. “Saya membaca kembali Plato dalam mencari kunci untuk memahami apa yang sedang terjadi, untuk memahami apa saja yang  benar-benar baru,” ia menjelaskan. Sebuah cara yang sangat pribadi mengingat peringatan yang dikeluarkan untuk sidang umum PBB di September 2013: “Politik yang seharusnya mengatur hubungan manusia, telah menyerah pada ekonomi. Politik sekadar menjadi administrator atas sesuatu yang tidak dapat dikontrol  sistem keuangan.”

Bukan Presiden Termiskin

Media internasional telah menggambarkan dia sebagai “politisi luar biasa” atau memang “pemimpin terbaik di dunia”. Dan, beberapa telah menyarankan ia harus memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian berikutnya. Dia juga diduga menjadi presiden termiskin di dunia, karena ia memberikan hampir 90 persen dari pendapatannya untuk organisasi perumahan untuk mereka yang berpenghasilan rendah. Dia tidak terlalu tertarik pada label tersebut. “Definisi saya tentang kemiskinan— kita berutang ke Seneca—Bukan orang yang memiliki terlalu sedikit, tetapi orang yang penuh keinginan. Itulah yang paling miskin.”

Bisa ditebak. Dia sekarang jadi objek Mujicamania—penggemar Mujica—yang cukup untuk membuat beberapa lawan-lawannya bahkan lupa bahwa ia pernah menjadi gerilyawan sebuah gerakan yang menculik orang dan merampok bank. Walaupun memang beberapa kawannya pun ada di antara pengkritik paling keras, terutama karena ia tidak mendukung pencabutan amnesti atas tindakan penyiksaan yang dilakukan di bawah kediktatoran.

Namun, majalah AS, Foreign Policy tetap memasukkan dia dalam barisan pemikir global terkemuka 2013. “Ketika Presiden Venezuela Hugo Chavez meninggal pada Maret, banyak berasumsi bahwa kebangkitan kaum kiri Amerika Latin akan mati terutama  Chavez yang terang-terangan anti-Amerika dan juga karena konservatisme sosial yang mendalam di Amerika Latin, Mujica sedang menunjuk ke arah yang mungkin ke depan bagi koleganya.”

Mujica unggul pada kampanye. Tanpa alasan, ia meninggalkan manifestonya. Tidak hanya sekali dia marah, membuat pemilihnya mengalihkan dukungan ke oposisi. Pendirian itu kemudian ia jelaskan kepada mingguan Brasil, Carta Capital. “Bahkan selama pertemuan puncak dengan para pemimpin dunia,” ia menjelaskan, “mereka bilang pemikiran saya benar. Tapi tidak ada yang terjadi. Itu sebabnya saya terus mengulangi hal itu. Anda harus bertahan dan berusaha meyakinkan orang.” Untuk itu dia menambahkan, sambil tersenyum, “Saya memiliki keberanian agresif untuk berbicara. Ini tidak dilakukan dalam dunia modern, sebab orang menyembunyikan dan menyamarkan perasaan mereka. Mungkin itu sebabnya saya mendapatkan perhatian orang.”

Kebijakan Mujica

Setelah dua tahun memerintah, Mujica melegalkan aborsi hingga bulan ketiga kehamilan. Bahkan meski dengan pembatasan substansial, hukum itu unik di Amerika Selatan. Kurang dari setahun, undang-undang pernikahan sesama jenis disahkan. Uruguay mengesahkan perceraian pada 1913.

“Ya, kami memiliki semangat pembaruan, berakar dalam sejarah kami,” ia menandaskan. “Kami adalah negara para pendatang, anarkis, dan orang-orang teraniaya dari seluruh dunia. Hasilnya adalah negara yang paling sekuler di Amerika Latin, dengan perbedaan yang jelas antara gereja dan negara. Bagi saya, saya presiden, tapi saya tidak percaya kepada Tuhan. Anda tidak akan pernah mendengar hal seperti itu di negara-negara tetangga." Tapi, pada Juni 2013 ia menerima sambutan hangat saat bertemu Paus Fransiskus.

Puncak karier presiden datang pada Juni 2012 ketika Menteri Pertahanan Eleuterio Fernández Huidobro mengumumkan bahwa negara akan mengambil alih produksi dan penjualan ganja, yang akan disahkan dan diatur. Dibandingkan dengan percobaan yang berlangsung di Amerika Serikat, di Colorado dan Washington, di Belanda dan Spanyol, sistem ini tampak begitu memukau sehingga para wartawan yang hadir dalam konferensi pers berpikir itu mungkin tipuan. Tapi RUU disahkan dan mulai berlaku April 2014.

Sebelum akhir tahun ini, saat tanaman baru akan tumbuh dan pasar diatur, konsumen Uruguay dewasa—terdaftar dengan syarat dari pemerintah— akan dapat membeli hingga 40 g ganja tiap bulan di apotek, dengan membayar US$ 1 (Rp 11.500) per gram. Ini akan diproduksi dan dipasarkan di bawah kendali pemerintah. Konsumen juga diizinkan akan menanam sendiri di lingkungan koperasi atau di rumah, dibatasi tidak lebih dari enam tanaman per rumah tangga.

Ini khas Mujica, yang mengaku dia tidak pernah merokok ganja dan tahu betul bahwa 62 persen dari pemilih menentang legalisasi. Ia tidak ragu meluncurkan negara pertama di dunia yang mengusahakan tanaman ganja. Dia menanggapi pertanyaan atas keamanan publik dengan bertekad untuk memisahkan konsumen dari pengedar, dan ganja dari jenis narkotika lainnya.

Perdagangan narkoba telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di Amerika Latin tetapi tidak terjadi di Uruguay. Pengguna narkoba di Uruguay relatif rendah. “Ada pepatah di kalangan pertanian orang di sini,” jelas Mujica. “Bila Anda melihat jenggot tetangga Anda terbakar, Anda membasahi jenggot Anda sendiri.” Ia menambahkan sambil tersenyum, “Hukum ini adalah percobaan. Tidak berarti kami punya jawaban final. Tapi, tetangga kami harus melihat pada negara kecil kami yang mungkin benar-benar menjadi lokasi yang sempurna untuk percobaan ini.” Ia menekankan ke belakang. “Satu-satunya hal yang saya yakin adalah bahwa kebijakan memerangi obat yang telah diberlakukan selama puluhan tahun adalah kegagalan. Saya senang dapat mengatasi ini.”

Anggota lingkaran dalamnya mengakui bahwa Mujica baru saja menjadi tertarik pada masalah ini. Tapi mereka cepat-cepat menambahkan ia teliti dan banyak membaca pada topik, sering sendiri, sebelum mengambil keputusan, dalam perjanjian dengan hanya beberapa anggota pemerintah. “Hanya orang seperti dia yang berani berkomitmen untuk keputusan yang tidak populer seperti itu,” kata anggota parlemen muda Sebastian Sabini, yang membantu menyusun undang-undang.

“Mujica sudah menjadi tokoh bersejarah dan tidak takut, seperti François Mitterrand ketika ia menghapuskan hukuman mati,” kata ilmuwan politik Adolfo Garce, menunjukkan bahwa Tupamaros selalu sedikit transgresif, “agak terobsesi dengan ide mengejutkan kelas menengah.” Mungkin itu sebabnya ia menyetujui permintaan Barack Obama agar ia mengambil lima tahanan dari Guantanamo.

Anarkis

Mujica melihat dirinya sebagai seorang anarkis, “tetapi kita semua memiliki konflik batin,” kata dia. Kemudian dalam ledakan tiba-tiba ia menambahkan, “Saya pikir pengakuan pernikahan gay, aborsi dan undang-undang tentang marijuana merupakan kemajuan Tapi, undang-undang itu benar-benar akan mencapai tujuan ketika kesenjangan antara fakir miskin dan sangat kaya berkurang.”

Melihat Mujica mengingatkan komentar pengkritik Mujica, Graziano Pascale. Dia mengatakan Mujica menyerupai “paman tua seperti yang Anda temukan di setiap keluarga”. Dia memang mungkin sedikit gila, tapi dia juga menawan dan cukup unik di antara para pemimpin dunia. (theguardian.com)

Artikel terkait kebijakan Jose Mujica, dapat Anda baca di:


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home