Loading...
INDONESIA
Penulis: Kris Hidayat 15:03 WIB | Kamis, 26 Desember 2013

Puisi Inayah Wahid: Jaman Bolak Balik

Inayah Wahid bersama Anita Wahid (Foto: Kris Hidayat).

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Inayah Wahid, putri bungsu almarhum Abdurrachman Wahid, hadir menemani jemaat yang melakukan ibadah Natal di seberang Istana Merdeka, Rabu (25/12). Inayah hadir sebagai anggota Keluarga Besar Abdurrahman Wahid yang memberikan dukungan kepada jemaat GKI Yasmin Bogor dan HKBP Filadelfia Bekasi yang hingga kini belum bisa beribadah di tempat ibadah masing-masing.

Dalam kesempatan itu Inayah membacakan puisinya, “Ini puisi tentang perkara yang tidak main-main,” katanya sebelum membacakan puisinya dengan gayanya yang khas. 

Jaman Bolak Balik

Ini jaman wolak-walik, ini bolak balik jaman,
yang korupsi jadi prestasi, ngaku sana sini kalau dijolimi,
Jual beli proyek dianggap lumrah,
ini perang dengan kafir, katanya wajib dijarah,
gak peduli yang melakukan wakil rakyat, yang ngakunya amanah atau fatonah.
Yang belani rakyat, dikebiri, diracun dibunuhi,
Boro-boro pelakunya diadili, kalau perlu ditutup rapi.

Ini jaman bolak balik, balikin nih bolak jaman,
Adegan cinta, itu maksiat, merusak moral bangsa, gak bagus.
Adegan kekerasan, ohh gak papa-papa,
apalagi kalau sambil teriak Allahuakbar menunjukkan siapa yang berkuasa.
Kalau perlu ditambahi special efek, kibas-kibas pedang dan bendera segala,
supaya jamanya makin kuat dan nyata.
Orang berdoa, ya diganggu saja, terutama kalau Tuhannya gak sama dengan saya.

Ini jaman bolak balik, jaman ini balik bolak.
Yang rekaan dianggap pahlawan, yang nyata dilupakan
Yang dianggap jagoan, yang bisa terbang, kebal senjata, asli buatan Amerika,
munculnya di layar kaca, tapi dianggap selalu ada.
Itu katanya para penyelamat dunia.
Lha, kalau yang dipenjara, buat perjuangan, keadilan, persamaan hak asasi manusia,
jungkir balik belain manusia, ya goodbye aja,
ujung-ujungnya nanya, Nelson Mandela itu siapa ya?

Ini jaman bolak-balik, bolak balik jaman ini.
Sejarah tak perlu diingat apalagi diajarkan,
yang penting asal saya punya kekuasaan
Rakyat tak perlu tahu jatidirinya, itu bukan urusan saya,
Yang penting saya kepilih di pemilu berikutnya,
Sampai lupa mana pemimpin yang berjasa, mana yang cari kuasa
Ujung-ujungnya, “Piye kabarmu le, enak jamanku to?”, jadi moto bersama.

Ini jaman bolak balik, bolak balik jaman ini
Manusia cuma barang dagangan, kemanusiaan yang bagus cuma untuk iklan.
Persaudaraan ya tetap dibela, asalkan sampean mau pakai cara saya.
Lalu, gimana dengan keadilan, kemanusiaan, perdamaian, kesetaraan,
yang sudah dibangun sama pemimpin negeri ini,
Itu lho, orang-orang macam, Sukarno, Hata, Gus Dur, Wahid Hasyim, atau Syahrir.
Sssttt. Orangnya udah pada mati, gak usah diomongin lagi.
Foto diri berbetaran di pinggir jalan.  Inilah potret pemimpin masa depan,
aksi nyata dan visi, haahhh itu nomor sekian,
yang penting mukanya sedap dipandang, sokur-sokur jadi artis sudah pengalaman.

Ini jaman bolak-balik, ini bolak balik jaman,
makanya, saya tulis puisi ini, supaya jangan lupa lagi,
siapa-siapa yang berbuat untuk rakyat, itu yang perlu diingat.
Siapa yang jahat, itu yang dibabat!
Nilai luhur kemanusiaan, jangan hilang dari dalam diri.
Bhinneka Tunggal Ika, betul-betul jadi moto negeri ini.
Lha, kalau besok sudah lupa lagi, ya baca puisi ini lagi.
Gitu aja kok repot.

Editor : Sotyati


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home