Loading...
RELIGI
Penulis: Francisca Christy Rosana 18:10 WIB | Sabtu, 27 Juni 2015

Ramadan di Norwegia, Matahari Nyaris Tak Tenggelam

Ilustrasi sebuah kota di Norwegia saat matahari hampir tengelam. (Foto: ncl.com)

OSLO, SATUHARAPAN.COM – Suasana Ramadan terasa begitu berbeda di Norwegia. Di negara yang berbatasan dengan Swedia, Finlandia, dan Rusia ini, selama Ramadan yang bertepatan dengan musim panas, matahari nyaris tak pernah tenggelam. Di sejumlah tempat di Norwegia, terutama di bagian utara, termasuk kota Tromso, pada periode musim panas bulan Juni dan Juli adalah waktu terjadinya Midnight Sun (Matahari Tengah Malam).

Duta Besar Indonesia untuk Norwegia, Yuwono Putranto, bercerita tentang pengalaman Ramadan di negara dengan periode ekstrem saat hari nyaris tak pernah gelap. Waktu imsak pada 23 dan 24 Juni 2015 di ibu kota Norwegia, Oslo, adalah pukul 02.18 dan waktu buka puasa pukul 22.47 waktu setempat.

Dengan periode ekstrem seperti ini, masyarakat Indonesia berbuka pada waktu yang berlainan, diserahkan kepada keputusan masing-masing

"Ada yang berbuka pukul 19.00, 20.00, ada yang mengikuti waktu buka setempat pukul 22.47, ada yang mengikuti waktu Mekah atau negara Islam terdekat, biasanya Turki," kata Yuwono.

Sementara itu, kondisi cuaca sekitar 17 derajat celsius membantu umat Muslim dalam berpuasa dengan waktu yang panjang ini.

Abdillah Suyuthi, warga Indonesia yang menjadi anggota kantor imam Muslim Society in Trondheim (MST), melakukan penelitian tentang durasi puasa pada periode ekstrem ini. Pada Desember 2010, Suyuthi mengeluarkan laporan Investigation of Prayer and Fasting Time for Trondheim (Penelitian waktu salat dan puasa untuk Trondheim).

"Salah satu bagian dalam studi tersebut adalah membandingkan berbagai alternatif metode perhitungan waktu-waktu salat pada saat periode ekstrem. Kesimpulan studi itu adalah menyarankan untuk menerapkan waktu Mekah pada saat periode ekstrem," kata Suyuthi.

Untuk Norwegia sendiri, menurut Suyuthi, sejak 2014 telah ada kesepakatan nasional untuk menerapkan satu metode guna menentukan waktu salat dan puasa pada periode ekstrem ini. Suyuthi mendasarkan penelitiannya pada letak daerah di lintang utara.

"Daerah yang terletak di 45 derajat LU hingga 66 derajat LU mengalami minimal satu hari dalam satu tahun, fenomena di mana cahaya merah tidak pernah hilang saat malam di horizon barat yang kemudian menyatu dengan fajar di horizon timur. Apa artinya? Artinya waktu Isya dan Subuh tidak bisa ditentukan."

"Sedangkan daerah yang terletak di 66 derajat LU hingga 90 derajat LU mengalami minimal satu hari dalam satu tahun, fenomena yang sama seperti di atas, mengalami minimal 1 hari dalam 1 tahun matahari tidak pernah tenggelam, dan juga minimal 1 hari dalam 1 tahun matahari tidak pernah terbit," Suyuthi menambahkan. 

Periode saat matahari tak terbit dan tenggelam ini disebut sebagai periode ekstrem. Saat ini terdapat sekitar 200.000 Muslim di Norwegia dari berbagai bangsa termasuk Indonesia, Pakistan, Somalia dan Timur Tengah. (bbc.com)

Editor : Eben Ezer Siadari


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home