Loading...
BUDAYA
Penulis: Francisca Christy Rosana 14:12 WIB | Sabtu, 27 Desember 2014

Sastrawan: Penyair Tak Bisa Lepas dari Entitas Kedirian

Ilustrasi. Penyair memang tak bisa lepas dari entitas dirinya dan asal-muasal dari mana ia berasal. (Foto: kutu kata menulis)

YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa (24/12) malam menggelar diskusi sastra bulanan.

Pada diskusi itu, karya sastra milik Badrul Munir Chair menjadi topik perbincangan utama.

Beberapa karya puisi Badrul yang didiskusikan di antaranta Lelaki yang Pergi Malam Hari (2013), Sungai Berkelok (2013), Selat Madura (2011), Aku Telah Jadi Ikan di Sungai Kecil Ini (2012), Mula dan Berakhirnya Sebuah Kota (2012), dan Sonet Pengembara (2014).

Irwan Bajang, sastrawan sekaligus pemimpin redaksi Indie Book Corner (IBC) mengatakan puisi Badrul menggambarkan realitas seorang penyair yang tidak bisa lepas dari entitas kedirian awal, sebagai asal-muasal dirinya.

Puisi-puisi Badrul berada di tengah situasi tradisi masyarakat yang memandang bahwa tanah kelahiran itu penting sehingga pulang kampung pun juga menjadi hal yang penting.

“Badrul terjebak atau mungkin sengaja menceburkan diri dan tak mau lepas dari situasi masyarakat yang demikian,” kata Irwan.

Sementara itu, Galuh Febri Putra, mahasiswa S2 Ilmu Sastra FIB UGM memandang puisi Badrul mengingatkan pembaca pada salah ayat di dalam Alquran. Pesan yang disampaikan Badrul menegaskan bahwa sebuah perjalanan merupakan usaha untuk melarikan diri dari batas-batas yang disematkan oleh sebuah tempat.

Badrul Munir adalah penulis sekaligus mahasiswa Fakultas Filsafat UGM. Novelnya Kalompang mendapat penghargaan dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. (ugm.ac.id)

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home