Loading...
HAM
Penulis: Sabar Subekti 11:55 WIB | Rabu, 04 November 2015

Turki Tangkap Dua Wartawan Oposisi

Editor Nokta Dituduh akan Melancarkan Kudeta dan Menghasut Kekerasan. Sejumlah Media Digerebeg, Puluhan Wartawan Ditahan.
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Foto: dari dw.de)

ISTANBUL, SATUHARAPAN.COM – Kejaksaan Turki pada hari Selasa (3/11) menangkap dua wartawan oposisi dengan tuduhan merencanakan kudeta melalui kritik kemenangan pemilu Presiden Recep Tayyip Erdogan yang pada sampul majalah yang mereka kelola.

"Pemimpin Redaksi Majalah Nokta, Cevheri Guven, dan redaktur pelaksananya, Murat Capan, ditangkap atas tuduhan berusaha menggulingkan pemerintah dengan kekerasan," tulis majalah itu melalui akun Twitter.

Polisi pada hari Senin (2/11) menyerbu kantor majalah Nokta di  Istanbul  dan menaahan dua editornya yang menampilkan smpul dengan tulisan: "Awal perang sipil di Turki".

Sebuah pengadilan di  Istanbul kemudian memerintahkan agar edisi terakhir majalah itu ditarik dari peredaran, dan  menuduh pengelolanya menghasut masyarakat untuk melakukan kejahatan.

Dalam kesaksian awal yang diterbitkan oleh Nokta, Guven membantah tuduhan itu, dan mengatakan tidak mungkin menghasut orang untuk "mengangkat senjata dan melawan" dengan majalah yang telah dipersiapkan dengan baik sebelum pemilu.

Langkah ini dilakukan setelah partai Erdogan, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) mengklaim kemenangan yang tak terduga dalam pemilu pada hari Minggu. Namun para pengamat internasional mengatakan pemilu itu dirusak oleh tindakan keras terhadap media, kasus kekerasan dan masalah keamanan lainnya.

Kecaman Internasional

Gedung Putih pada hari Senin (2/11) menyuarakan keprihatinan terjadinya "intimidasi" terhadap wartawan Turki selama masa kampanye.

"Apakah kau melayani demokrasi, atau kudeta?" kata Wakil Perdana Menteri Turki, Yalcin Akdogan, dalam wawancara dengan televisi NTV. Dia mengacu pada majalah Nokta.

"Moralitas pers berjalan bergandengan tangan dengan kebebasan pers," katanya. Dia menolak kritikan dari negara-negara Barat atas tindakan keras terhadap media yang dilakukan pemerintah.

Gursel Tekin, sekretaris jenderal partai oposisi utama, Partai Rakyat Republik (CHP), mengatakan bahwa penangkapan terhadap wartawan adalah "pertanda masalah yang lebih luas yang akan datang" di bawah AKP.

"Apa yang kita hadapi adalah premanisme politik dan negara, di mana hukum hanya ditempatkan di rak," katanya kepada Nokta setelah penangkapan.

Majalah Nokta juga digerebek pada bulan September oleh otoritas untuk menutupi satir lain tentang Erdogan.

Penggerebegan Media

Serangkaian serangan pada media yang kritis dilakukan pemerintah Erdogan, termasuk beberapa bulan terakhir dilakukan terhadap kantor surat kabar Hurriyet, dan serangan terhadap seorang wartawan senior, Ahmet Hakan, serta penangkapan dan penahanan jurnalis yang bekerja untuk Vice News.

Hanya beberapa hari menjelang pemilu, polisi anti huru hara menyerbu dua stasiun televisi yang dimiliki oleh konglomerat Koza-Ipek yang berhubungan dengan seorang ulama yang diasingkan di Amerika Serikat, Fethullah Gulen. Dia mantan sekutu dan kemudian menjadi musuh Erdogan.

Serangan pada media dan wartawan telah menjadi peringatan global pada pemerintahan Erdogan.
Sebanyak 58 wartawan dipecat pada hari Selasa (3/11) dalam operasi kelompok media yang manajemennya diambil alih oleh pihak berwenang Turki, kata surat kabar oposisi,  Zaman.

Penjara Wartawan

Turki disebut sebagai penjara top dunia yang menjebloskan wartawan ke balik jeruji dalam kurun 2012 dan 2013, menyusul Iran dan Tiongkok, menurut Komite Internasional untuk Melindungi Wartawan, sebelum memperbaiki pada posisi ke-10 pada tahun 2014.

Kelompok-kelompok HAM mengatakan sekitar 20 wartawan ditahan dengan berbagai tuduhan. Beberapa wartawan, seniman dan bahkan anak sekolah dituntut karena dituduh "menghina" kepala negara.

Namun demikian, Erdogan sebelumnya mengklaim dan menegaskan negaranya memiliki "pers paling bebas di dunia".

Sementara itu, menurut Reporters Without Borders, Turki pada peringkat ke-149 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers 2015 yang keluar bulan lalu. Kemerosotan ini merupakan peringatan terkait "gelombang berbahaya yang dilakukan dengan sensor". (AFP/Hurriyet/Zaman)


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home